Setelah mengatakannya jelas dan sangat rinci, jika sekarang Bagas barusan bangun dari tiduran nya di sofa dan bangun saat Aliza datang itu seperti itu, hingga meneriakinya walaupun tak begitu keras tapi, Bagas kaget sampai ia pusing lalu membaca doa dan meredakan pusingnya dengan mengatur nafas membaca istighfar hingga membaca alhamdulillah.
"Gak lucu ! Asli ini gak lucu, Umma! Abah pasti!"
Segera Aliza pergi ke depan pintu masuk, lampu yang jika ada seseorang dibawahnya menyala.
Aliza duduk sambil menunggu panggilannya masuk dan di angkat di sebrang sana.
"As.."
"Umma... Abah... ini kenapa kalian, gak mungkin kan nikahin Aliza tanpa persetujuan Aliza.... Atau dia stalker lagi!" Melirik samping terlihat sedikit bayangan Bagas di ekor matanya.
"Astagfirullah Anakku yang manis yang manja yang sulung yang ayunya mengalahi mbok jamu mbok minten.... Dengerin umma, SALAM DULU GAK!"
Terkejut dengan bentakan Umma nya segera kalem Aliza.
Kebetulan di besarkan suaranya dan Bagas bisa mendengarkannya dengan jelas.
"Iyaa Umma.. Ehem.. Assalamualaikum."
"Nah.. gitu lo cah ayu ku..." Langsung nada bicara nya Umma melembut selembut sutra bahkan Aliza sampai meneguk ludahnya.
"Umma...." Merengek lagi. Seketika suaranya berganti deheman berat dan vidio call menyala.
"Anak abah yang udah besar waktunya kamu dewasa dan gak bisa bebas lagi, abah gak bisa biarin kamu lagi sekarang atau abah penjarakan kamu dirumah, selamanya? Atau selama lama lamaaanya." Wajah Abahnya yang pertama terlihat setelah vidio call menyala. Abahnya bicara sambil bercanda mengejek tapi, Aliza sangat tak sedang mau di ajak bercanda ia tak suka dengan laki-laki asing di apartemennya.
"Hah aa~aa... umma~a!" Merengek lagi membuat abahnya langsung menyodorkan ponselnya pada sang istri.
"Gak bisa bilang gak boleh atau semua uang jajan di ambil abah dan namanya di black list." Bisikan sang suami pada istrinya yang mendengarkan dengan baik tapi, Aliza gak bisa dengar jelas karena jauh ponselnya dan suara di tutup telapak tangan.
"Umma abah ngomong apa?" Tanya nya kepo ketika melihat ummanya lagi di layar ponsel.
"Abah bilang tinggal sama suaminya yang rukun dan berbakti sama suami nurut atau kamu mau di mutilasi abah kamu?"
Abah kaget menganga tak percaya sifat psikopat istrinya kenapa datang lagi di saat seperti sekarang. Abah tak terima juga kenapa membawa-bawa dirinya.
"Kejam banget!" Ucap Aliza melirik ponsel yang layar sudah gelap karena di matikan telponnya.
Seketika itu panggil terputus dengan Umma tanpa salam padahal Aliza mau mengucapkan salam jika bicaranya sudah selesai.
Umma menatap Abah yang memelas. "Umma istighfar sayang."
"Halahh gak papa sedikit kejam buat anak itu." Katanya lalu bangkit dengan acuh meninggalkan sang suami. Abah mengusap dadanya sambil bersholawat sifat buruk istrinya benar-benar menyeramkan.
Aliza berdiri dengan jantung yang terus berdetak tak karuan juga takut gelisah.
Ia malu sangat malu dengan laki-laki asing walaupun itu suaminya.
"Gimana?" Tanya Bagas tiba-tiba membuat kaget Aliza yang sudah siap tetap berjingat kaget.
"Apa!" Galaknya menutupi gugupnya.
Aliza langsung pergi mengambil air minum, duduk meminumnya masih menahan malu karena ada laki-laki asing di satu atap dengannya, disaat minumpun Aliza di perhatikan Bagas tapi, Aliza melempar lirikan tajam lalu berhenti saat berdiri sambil membawa sebotol air dingin kosong, meletakkan gelas bekasnya didalam bak cucian piring, berjalan masuk kamar tapi, tak lama kemudian keluar membawa selimut dan bantal lalu menarik nafas menghembuskan pelan didepan Bagas.
"Kalo mau pake kamar mandi pake mau pake dapur pake mau makan apapun beli boleh masak boleh mau nonton tv boleh mau main keluar boleh mau ngapain aja terserah deh, yang penting jagalah kebersihan." Lalu pergi setelah ia mengatakan rentetan kalimat itu. Tanpa jeda membuat Bagas gelagepan menerima semua kalimat itu.
"Tapi, Aliza?"
Berhenti dan menoleh hingga berbalik badan. Bagas malu dan tak enak hati rasanya mau bertanya tapi, perlu sekarang, gusinya seperti ngilu rasanya mau bertanya tadi, dan Aliza langsung pergi tanpa jeda menatap Bagas.
"Saya mau sholat magrib, dimana mushollanya atau alat sholatnya untuk hari ini aja saya lupa bawa ganti atau sajadah saja?"
Aliza menghela nafasnya kasar lalu masuk kamar memberikan alat sholat milik Abahnya yang tertinggal lengkap tasbih dan peci hitamnya.
"Terimakasih." Katanya sambil menerima dan memperhatikan setiap barang yang ia terima dari istrinya.
Aliza pergi tanpa mengatakan apapun dan sama sekali tak mau menanggapi ucapan terimakasih Bagas.
Menghela nafasnya lelah Bagas lelah dengan harinya bukan sikap Aliza.
Jika Aliza itu menurutnya lucu dan menghibur, pertemuan pertama yang geli buatnya.
Ada rasa tak sabaran sebenarnya tapi, ini Azila mereka tak jauh jarak umurnya Bagas baru dua puluh sembilan tahun.
****
Didalam kamar Aliza misuh-misuh bahkan tertawa lalu marah hingga berekspresi sedih panik.
"Gue gila kayaknya, Astagfirullah halladzim, sehat sehat Aliza baru umur dua lima aja dah sengkle jiwa lo, napa lo napa, Astagfirullah."
Aliza menatap keluar jendela kamarnya yang kaca jendela belum ia tutup tirainya.
"Aliza..." Ketukan pintu membuatnya kaget.
Seketika merapikan hijapnya dan membuka pintunya wajahnya kembali judes. Bagas malu melihat Aliza didepannya langsung.
"Saya ke musholla ya, gak lama... oh iya kamu mau makan apa kayaknya di kulkas gak ada..'"
"Musholla di lantai lima deket gym kalo mau ke mesjid di bawah samping appamaret." Menjelaskannya tanpa diminta, yah sisi baik dan tak tegaan Aliza muncul tiba-tiba.
"Makannya..." Jawab Bagas di luar penjelasan Aliza.
"Sholat dulu aja baru nanti di pikirin." Jawabnya jutek.
Bagas mengangguk dan pergi begitu saja dengan santai tak lupa salam dan Aliza juga menjawabnya dengan jutek dan saat menaiki lift Bagas menghela nafasnya lelah menekan tombol turun ke lobi. Suara ponselnya terdengar seperti ada pesan masuk.
"Ibu harap keputusan ayah terbaik nak, ayah gak benci Wulan ayah hanya kasihan melihat kamu terus sendirian ayah gak bisa buat banyak, Ayah sulit menjelaskan karena ayah gak tega liat muka kamu."
Bagas mau mengetik beberapa pesan ia urungkan dan menghapusnya kembali.
Pesan Ibunya muncul lagi.
"Ibu sama Ayah nginep di rumah mertua kamu, kamu jaga amanah yang udah di berikan kekamu, Ibu suka Aliza walau dulu Ibu suka Wulan tetep Wulan gak bisa kembali sayang, Maaf kan Ayah dan Ibu ya, ini keputusan egois kami."
Bagas menghela nafasnya.
Membalas dengan dua kata 'Iya Bu.'
Menyimpan kembali hpnya di dalam saku celananya.
Membawa sarung dan juga alat sholatnya ke toilet dekat lobi apartemen.
Lalu keluar lengkap dengan pakaiannya walaupun sederhana ini cukup rapi, menurut Bagas tanpa sengaja ia melihat pantulan dirinya dari kaca poster di lobi dengan koko putih sarung hitam batik dan peci hitam di tambah membawa pakaian yang ia bawa di tangannya.
Menghampiri mobilnya dan meletakkan pakaiannya didalam sana.
Langkah Bagas terus saja lurus, lebar dan tak terasa berakhir didepan teras tangga masjid dekat samping Appamaret yang di bilang Aliza tadi.
Melihat Bagas yang melangkah masuk ke Masjid seseorang menatapnya tak suka dari dalam Appamaret.
Didalam kamarnya Aliza barusan selesai mandi dan hendak membuka pintu tanpa hijap tapi ia melompat kebelakang tiba-tiba.
"Eits.. eitttt tunggu tunggu lu Aliza lu harus tetep jaga aurat dan aurora lo, didepan ada macan kumbang lu bisa di perdaya dan lu bisa mati di makan dia." Bicara sendiri menunjuk dirinya dengan lima jari merapat membentuk kelopak bunga kuncup.
Ayolah Aliza lu serumah ama manusia kagak binatang elah. Alam bawah sadar yang sudah sadar kalo Aliza sudah menikah dan punya suami tapi hatinya tetep menangkis ucapan dari logikanya.
Mencari hijap dan keluar dengan baju tidur yang setiap hari ia pakai walau tak ketat ini nyaman setelan celana jumbo besar panjang dan kaos lengan panjang seperti sweter di tambah hijap kaos simpel tanpa pet.
Melangkah kedapur tengok kanan kiri tiba-tiba suara ponsel bergetar dan suaranya membuatnya kaget sampai dag dig dug.
"Hallo.."
"Aliza saya didepan pintu, kamu pakai jilbab kan?"
Siapa nih? Tanya bingung menjauhkan ponsel dari telinga.
Seketika ia sadar. Bibirnya membulat dan cengiran khasnya.
Aliza berdehem.
"Masuk."
Seketika pintu terbuka dan terlihat disana Bagas membawa dua kantung keresek yang baru saja ia beli di appamaret depan.
Meletakkan nya didepan Aliza.
"Buat?"
"Masak, Aliza bisa masak?"
"Gak."
"Hem... kalo gitu biar saya yang masak."
"Terserah."
Aliz duduk didepan meja kompor tanpa inisiatif yang dipikir Bagas kalo Aliza akan membereskannya ternyata salah besar.
Aliza malah duduk manis menunggu.
Menghela nafasnya pelan sampai tak terlihat kalo ia menghela nafas.
"Ngapain beli mendingan makan diluar, Lo gak usah repot-repot, gue gak butuh."
Pergi dari hadapan Bagas.
"Kamu marah?"
"Sama saya atau sama hal lain, atau kamu marah sama Umma abah kamu, Aliza..."
"Lo!"
Bagas menghentikan ucapannya saat Aliza menunjukknya, wajahnya marah lagi, moodnya anjlok lagi.
Hah! Aliza lupa itu kenapa malah di ingatkan.
"Lo ngapain sih mau sama gue hah, Gue gak suka lo walaupun gue akuin lo buat muka juga ganteng tapi, kalo Lo tiba-tiba nikahin gue lo pasti punya maksudkan."
"Dengar Liza."
"Eittt siapa suruh lo motong omongan gue...."
Bagas memilih diam masih dengan sabar yang harus ia pertahankan jujur jika itu bukan Bagas tak akan ada yang tahan bahkan bisa terbawa emosi. Bagas sangat lelah bahkan tiga operasi sebelum ia mengijab Aliza, sekarang tubuh pikirannya sudah sangat lelah.
"Iya..." Mengalah Bagas.
"Marah... iya! Gue akuin gue marah, Gue akuin gue gak terima, Gue emang bisa patuh dan gue bisa juga nurutin semua apa kata suami. Tapi, pliss kondisi dan apa yang gue..." Sesak rasanya mau mengatakannya.
"Apa yang gue rasain gak akan pernah di tahu in mereka, kenapa lo mau lo harusnya nolak bego!"
Emosi yang meledaknya sampai mengkagetkan Bagas. Perasaan apa yang barusan di pendam Aliza sampai meledak tak terkendali.
Bagas beristighfar lagi dalam hatinya.
Aliza menangis menutup wajahnya dengan kedua tangan nya diatas meja pantry.
Tangis Aliza memenuhi ruangan ini. Bukan histeris berlebih, sampai menjerit tapi isakan kecil lembut dan suara tarikan ingusnya yang merdu.
Bagas tak tahu harus bagaimana ia hanya diam dengan kedua tangan menyanggah tubuhnya membungkuk lebar dan ia diam memperhatikan tubuh sang istri sah, yang bergetar halus karena barusaja mengeluarkan emosinya.
Bagaimana menenangkannya menyentuh kainnya pun belum diizinkannya, suara batin Bagas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Uswatun Hasanah
hdr
2024-05-28
0