Cukup lama diam Bagas merasa ini hal yang menenangkan untuk ia, sebenarnya lelah dengan semua hal.
Ia ingin istirahat tapi, ujian dari Sang Kuasa memintanya terus mengisi jawaban dari soal yang sudah di siapkan termasuk pemahaman tentang istri sahnya yang begitu membuatnya tertekan, sebenarnya.
Ini tantangan, Bagas yakin tidak semua berhasil. Walaupun para lelaki berhasil memahami mood istri mereka masing-masing, tetap mereka masih memiliki sisi lemah dan ingin berontak marah.
Terkesan terpaksa tapi, Bagas berpikir ini bagus untuknya untuk agama dan untuk ujian yang di berikan Tuhannya.
Bagas berlatih sabar dan tabah disini.
Sambil menghela nafasnya.
Ujian hidupnya dari Sang kuasa tak hanya dari keluarga atau orang yang ia cinta bahkan dari mereka yang gak Bagas kenal sama sekali.
Jam semakin cepat berjalan rasanya ia sudah lama dan melihat jam tangannya menunjukkan pukul sebelas malam.
"Aliza, Sayang." Lembut dan untuk pertama kalinya setelah sekian jam mereka bersama dari awal, akhirnya kata sayang itu keluar juga.
Berbalik badan dan menghela nafasnya.
Tatapan mata mereka bertemu.
"Maaf aku gak maksud, aku akan belajar."
Hanya di pikiran Aliza ia bicara begitu, tidak Aliza ucapkan di bibirnya langsung didepan Bagas.
"Ayo." Ajaknya lagi tak mendengar ucapan dari Bagas.
Tangan Bagas terulur. Aliza menerimanya tapi, malah meraih kain lengan jas Bagas dan siempunya hanya berdehem, segera memegang tangan Aliza tanpa perduli tatapan nya, mengajaknya turun dari atap apartemen sambil bergandengan tangan.
Aliza Diam menerima gandengan dari tangangan orang yang sudah sah jadi Suaminya tanpa ia tahu itu.
****
Mereka berdua turun dan kembali ke kamar.
Aliza pergi mencuci kaki dan mencunci wajahnya lalu masuk kamar.
Membawa kain lain dan selimut keluar kamarnya.
Suara gaduh terdengar pelan.
Bagas yang baru keluar kamar mandi dekat dapur melihat Aliza membawa banyak kain. Setelah meletakkan barang - barangnya, Aliza menutup pintu kamar lalu Bagas hanya terus memperhatikan ulah Aliza melebarkan kain tebal di sampingnya tempatnya tidur.
Apa yang mau di lakukannya ?
Secepat itu dia berubah?
Beneran ucapannya ampuh?
Bagas merasa ia telah membuat hipnotis Aliza menurut padanya.
Tanpa menoleh pun Aliza tahu ia di perhatikan.
"Jangan salah sangka, aku mau tidur depan karena aku gak pernah tidur di kamar." Suaranya terdengar galak.
Bagas pura-pura tidak paham saja.
Bagas hanya melihat punggung Aliza yang masih merapikan kain dan selimut mereka di depan tv diatas karpet lantai.
Bagas mendekat tanpa bicara lagi.
Duduk di sisi bagiannya untuk tempatnya tidur.
...****************...
Pukul dua dini hari. Tv masih menyala. Bagas juga sesekali melihat ponselnya, merasa takut ada panggilan mendadak untuk pekerjaannya di rumah sakit.
Terbiasa sendiri dan selalu siap dengan panggilan mendadak rumah sakit tapi, sekarang berbeda rasanya ia tak siap dengan panggilan mendadak itu.
Melirik seseorang yang sangat ia perjuangkan hatinya, tertidur pulas.
"Tidur pakai jilbab, apa tidak gerah, huh dasar, walaupun ia melepasnya jika belum ia izinkan aku juga gak akan menyentuhnya."
Mematikan tv dan mematikan beberap lampu menyisakan lampu tidur di pojok sofa dekat horden. Menaikan selimut sampai bahu dan leher tertutup, posisi Aliza tidur menyamping membelakangi Bagas.
Bagas juga ingin melihat-lihat kamar istrinya yang termasuk gak sopan sih, masuk tanpa izin si pemiliknya.
Bagas hanya mau memeriksa sesuatu takut jendela atau horden belum tertutup dan kenyataannya horden tidak di tutup dan kamar mandi menyala terang. Bagas mengganti semua lampu kamar dengan lampu putih redup termasuk kamar mandi dengan lampu dekat wastafel.
Keluar kamar sang istri, Bagas ikut bergabung tidur.
******
Aliza menggeliat dan memeluk guling tanpa sadar.
Bagas tidur memunggunginya setelah di rasa aman rumah ini di tinggal tidur pulas oleh mereka.
Keduanya mulai terlelap. Aliza menghadap Bagas sambil memeluk guling dan Bagas memunggungi Aliza.
****
Pagi ini cerah tapi, tidak akan bisa membuat Bagas cerah.
Ia menahannya, semuanya. Aliza tidur dengan pulas ia tak bisa membangunkannya tapi, Aliza membuatnya terbangun lebih cepat bahkan ia baru pulas sekitar setengah tiga pagi dan apa yang terjadi membuatnya harus diam menahan malu.
Mandi dan segera sholat subuh di Masjid bawah yang ternyata sudah ramai, apa mereka yang memang tinggal di apartemen memilih sholat di masjid.
Merasa tak ada siapapun lagi dan bau parfumnya membuatnya senyum sendiri tanpa sadar. Seketika Aliza membuka matanya.
Menghela nafasnya.
Langsung Duduk tiba-tiba.
"Males banget asli! Gue males.... Ini buat gue gak bebas, Huwaa Umma Abah gak gini juga kalo mau ospek anaknya, Ya allah... Adik-adik ku yang tampan dan ganteng boleh gak sih kalian membatu kakak kalian ini malah kalian biarkan abah sama umma nikahin gue ama orang aneh kek dia." Omelnya sambil melipat semua kain dan karpet tak lupa ia segera mandi dan berhubungan ia sedang berhalangan langsung saja Aliza membereskan semuanya.
Tanpa menutup kepala dengan jilbab, lagian subuh di masjid bawah pasti ada ceramahnya gak pernah libur.
Dengan cepat gesit karena hanya sedikit sebelum jam enam kurang seperempat. Aliza selesai dan rapi tinggal menunggu jamnya dan tinggal duduk menonton tv lalu membuka jendela, agar udara pagi masuk sebelum pukul enam lewat sepuluh, nantinya akan ia tutup rapat.
Ketukan dan suara kunci pintu terbuka, salam tak lupa di dengarnya.
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
"Aliza saya mau berangkat sekarang, kamu mau sarapan?"
"Gak.. gue dah minum susu."
"Ya udah.. saya berang..."
"Gue ikut lo boleh nanti sekalian anterin gue."
Mendengar itu Bagas senang lah, masa iya ia menolak keinginan istrinya. Ini akan menjadi awal baik.
"Boleh ayo."
Aliza segera berkemas dan membawa jilbab cadangannya.
"Lo gak mandi?" Tanya nya pada Bagas yang mengenakan pakaian yang sama.
"Pulang dulu, semua pakaian ada di rumah saya."
Mengangguk saja jawaban Aliza.
Mereka berdua turun dan seketika itu didepan satpam menyapa sambil berjalan kaki tanpa alas dan meregangkan otot. Olah raga pagi untuk peregangan sebelum jam tujuh pagi.
"Pak.." Sapa Aliza dengan senyuman manis. Tidak seperti saat di kamarnya, Bagas merasa terlihat seperti musuh dengan Aliza yang selalu galak ke Bagas.
"Oh iyaa.. Neng." Sapaan balik dari pak satpam tak lupa Bagas juga menyapa sama seperti ucapan Aliza.
"Mau kemana pagi-pagi banget Neng?"
"Ini suami mau ambil barangnya, saya temenin lah pak..."
Cukup ramah menurut Bagas. Tapi, Bagas juga tak nyaman. Ungkapan suami dari mulut Aliza terdengar palsu di telingannya.
Sudahlah Bagas, Jangan cemburu dulu bisa-bisa tujuanmu berubah, pikirnya.
Aliza melambai pamit dan masuk mobil Bagas.
Pertama yang Aliza pikirkan saat naik ke mobil Bagas adalah, bukan sembarangan mobil, apa lagi pemiliknya. Antara hasil sendiri atau orangtuanya kaya raya.
"Saya mau cerita ke kamu."
"Gak usah pak.. saya gak minat."
Pak? Apa yang barusan Bagas dengar kenapa memanggilnya pak.
"Aliza kita..."
Aliza memperlihatkan kartu nama yang ada di sebelahnya dekat wadah air minum dan tisu pada Bagas yang sedang mengemudi tanpa suara. Bagas merasa Aliza memanggilnya tanpa suara melirik Aliza dan bendanya. Tak menghiraukan Bagas yang sibuk menyetir menatap kedepan.
Bagas berdehem.
"Itu profesi saya, oiya... kamu istri saya, panggil mas atau kakak, bisa juga, sayang?" Sambil melirik Aliza sesekali tapi, malah Aliza menatap keluar jendela mobil.
Acuhnya sikap istriku.
Sulitnya menjadi romatis, Bagas terus gugup dan malu tiba-tiba, disaat bersamaan.
Diam lagi diantara mereka sampai memasuki jalanan yang padat dan hampir ramai.
"Aku dulu pernah ada rasa sama orang, bukannya jadi hal baik malah mau di perkosa. Hubungan kedua aku bukannya bahagia karena itu orang yang aku kenal selama tiga tahun malah aku di lecehkan, walau aku salah juga disitu, mungkin aku terlalu banyak membuatnya tertekan." Aliza menghadap kedepan menatap ujung hijapnya.
"Ketiga aku dilamar tapi, dia gak bicara sama orang tua ku, Aku gak tau harus bertindak apa... Selanjutnya dia orang yang pernah ada di masa lalu ku."
"Haah sedih... Gak usah dianggep ya... cerita yang gak penting orang gak akan suka. Aku cuman mau kasih tau cerita aja, siapa tahu anda berubah pikiran dan menjauhi saya."
"Punya temen juga gak semuanya baik sekalinya ada yang baik, dia meninggal karena sakit, terus semuanya cuman teman dekat teman kenal, teman baik sekaligus musuh buat sekarang, setelah teman baikku meninggal, aku cuman punya diri sendiri dan Allah, kalo ada orang yang deket aku buat berteman aku anggap Allah kasihan sama aku uang butuh tempat untuk ceria walau gak tau ujung-ujungnya gimana."
Menghela nafasnya menatap keluar jendela lagi.
"Mungkin ada sedikit trauma tapi, aku gak sadar, mungkin aku punya gangguan jiwa tapi, gak sadar atau aku memang gak pantes jadi pasangan semua laki-laki didunia ini." Tanpa sadar dia bersuara pelan bicara sendiri, Bagas masih mendengarkan nya
Bagas agak tidak setuju dengan omongan Aliza kali ini.
Bagas tetap diam fokus menyetir mendengarkan curahan separuh hati Aliza. Sesulit itu ya menjadi normal sampai sekarang.
"Anak pertama yang sulit hidup bahagia tapi, tetep bisa bahagia dan punya hubungan normal dengan dirinya sendiri."
"Hidup tenang tapi, selalu dapet soal yang susah... sampe sakit sampe berusaha sehat barengan sakit lagi. Hahah... lucu sekaligus menyedihkanya." Menghela nafasnya.
Masuk mobil kedalam halaman rumah dengan halaman cukup luas tapi, terbilang ini tak terlalu megah.
"Ini rumah saya, Bukan utama... Saya..."
Aliza melepas sabuk pengamannya dan menatap Bagas yang malah berhenti bicara.
"Lupain apa yang gue ceritain tadi, Gue lagi kesambet tadi." Tiba-tiba bicara seperti itu. Bagas diam bingung.
Turun lebih dulu sebelum Bagas berhenti bicara. Dan Bagas masih diam bingung.
Iya kan saja apa yang di inginkan istrinya yang suka sekali berubah mood seperti musim panas dan hujan selalu datang tanpa aba-aba.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Uswatun Hasanah
blm mudrng dengan bahasa ceritanya
2024-05-28
0
Uswatun Hasanah
hadir
2024-05-28
0