Haura, Istri Pilihan Dari Desa (4)
Haura di bawa pulang ke rumah setelah Dirga ayah mertuanya datang dengan membawa mobil.
Ya, Haura pingsan saat alkana hendak meninggalkannya untuk membeli minum. Alkana pun langsung membawa Haura ke kantor TPU, ikut berteduh dan menunggu jemputan.
Walaupun jaraknya dekat, tapi Alkana tidak mungkin juga menggendong Haura sampai ke rumah.
...******...
Seminggu sudah berlalu. Pengajian hari ketujuh baru saja selesai. Rumah sudah sepi karena para tetangga sudah pulang. Hanya menyisakan keluarga Haura yang tidak lain Uwa Lukman dan istrinya juga sang putri, Kanaya.
Orang tua Alkana serta Alkana dan Haura pun masih duduk di ruang tamu. Sementara ipar Haura sudah pulang sehari setelah kepergian Arif, ayah Haura.
Pekerjaan di kota tidak bisa di tinggalkan. Istri Rega juga tidak bisa tinggal lama di desa karena kehamilannya sudah besar, khawatir malah melahirkan disana apalagi sudah mendekati hari perkiraan lahiran.
" Ingat pesan mendiang ayah ya, La. Sekarang, Lala bukan lagi perempuan single. Sudah menikah, sudah jadi istri orang. Harus nurut sama suami. Apapun harus izin suami, sekalipun itu hal kecil. Jangan keluar rumah jika Lala belum dapat izin suami," Uwa Lukman memeriksa petuah pada sang keponakan.
Haura, gadis kecil yang manja itu kini beranjak dewasa. Lukman bahkan merasa berat saat harus melepas sang keponakan pergi ke kota untuk tinggal bersama suami dan mertuanya.
" Iya, Uwa. Insya Allah Lala akan ingat semua pesan Uwa dan Ayah." jawab Lala.
Tubuhnya semakin terlihat kurus. Matanya terdapat lingkaran hitam. Tidur tak nyenyak karena masih mengingat sang ayah yang telah pergi meninggalkannya.
Lilis, istri Lukman pun ikut merasa sedih. Ia selama ini banyak membantu mengurus Haura semenjak kepergian ibunya Haura, ia sudah merasa Haura seperti anaknya sendiri. Karena itu, ia pun merasa berat. Tak menyangka gadis kecil mereka cepat sekali tumbuh besar.
"Nak Al, kami titip Lala. Dia sudah tidak punya siapa-siapa. Kini sudah jadi tanggung jawab Nak Al sebagai suaminya.
Lala itu manja, tapi masalah pekerjaan rumah dia sudah terbiasa melakukannya. Namun, ia memang tidak pandai memasak.
Tapi,Lala itu gadis penurut. Masih bisa di ingatkan. Jika ia salah, tolong jangan di kasari. Hatinya lembut, perasa. Tidak akan menunjukkan kesedihannya walaupun hatinya terluka.
Jika suatu hari Nak Al tidak lagi menginginkannya. Merasa tidak cocok dengannya. Kembalikan dia baik-baik pada kami. Kami akan menerimanya dengan senang hati. Walaupun dari lubuk hati yang terdalam, Uwa harap kamu tidak pernah mengembalikannya kepada kami."
Alkana mengangguk. Ia pun tidak berani bermain-main dengan yang namanya pernikahan. Jika awalnya ia akan membuat pernikahan itu tidak ada karena merasa tak suka dengan perjodohan. Kini, saat pernikahan itu sudah terjadi, ia pun tidak berani untuk mempermainkan ikatan suci itu.
Mempermainkan Janjinya pada sang pencipta tidak mungkin ia lakukan. Ia akan berusaha untuk menerima Lala apa adanya.
" Insya Allah Al akan menjaga Lala dengan baik. Mudah-mudahan ketakutan yang Uwa dan keluarga bayangkan tidak pernah terjadi. Al sendiri berharap pernikahan kami akan abadi bahkan sampai ke surga-Nya nanti,"
" Aamiin,"
Keluarga Haura sedikit merasa tenang karena Alkana sudah berjanji.
Haura hanya diam. Sementara Kanaya di sampingnya terus menggenggam tangan Haura. Ia pun sedih karena akan di tinggalkan kakak sepupunya.
" Jangan lupakan Naya, ya," pinta Kanya berkaca-kaca.
" Mana mungkin teteh bisa lupa sama kamu," ucapnya sambil tersenyum.
Senyum yang tidak selepas biasanya.
Akhirnya, kepergian Haura dari desa pun tiba. Semua sudah di persiapkan. Perpisahan yang mengharu biru tidak bisa dihindarkan.
Ini pertama kalinya Haura pergi tanpa keluarganya. Bahkan kepergiannya entah sampai kapan karena ikut suaminya.
Para tetangga ikut mengantarkan kepergian Haura.
Sepanjang perjalanan, Haura hanya menatap keluar. Ia duduk di dekat jendela. Di sampingnya ada ibu mertuanya dan di sampingnya lagi ada ayah mertuanya. Alkana sendiri duduk di samping supir.
Sebuah rumah yang cukup megah membuat Haura terpana. Sangat indah apalagi ada taman bunga di depannya.
" Kita sudah sampai." Ucap Senja pada sang menantu.
Haura hanya tersenyum. Pintu mobil terbuka, Alkana membantu Haura untuk turun.
" Ajak Haura langsung ke kamar kalian , Al. Dia pasti lelah."
" Iya, Mi," Alkana menggandeng Haura menuju kamar Alkana yang kini menjadi kamar Haura juga. Letaknya ada di lantai dua.
Rumah megah itu tampak sepi. Rega tinggal di rumah mertuanya karena sang istri ingin dekat dengan ibunya menjelang persalinan.
Reva sendiri sedang sibuk karena ada acara pernikahan yang sedang ia urus. Di rumah hanya menyisakan beberapa pembantu yang jumlahnya tidak banyak.
" Lebih baik mandi dulu. Baru tidur. Biar nyaman," Alkana memberi usul saat melihat Haura tampak sudah mengantuk. Untuk shalat Dzuhur sendiri, mereka tadi melaksanakannya di masjid yang mereka lalui.
Haura mengangguk. Ia mengambil pakaiannya di dalam koper dan membawanya ke kamar mandi.
Sementara Alkana duduk di ranjang sambil mengutak-atik ponselnya. Seminggu meninggalkan rutinitasnya membuat banyak pekerjaan tertunda.
Ia yang baru saja selesai mengerjakan skripsinya kini sudah mulai membantu sang ayah di perusahaan. Sambil menunggu hari wisudanya, ia memang di sibukkan untuk mengelola perusahaan bersama sang kakak.
Hingga sebuah panggilan masuk ke dalam ponselnya.
" Assalamu'alaikum,"
" Wa'alaikumsalam. Al, kamu kemana sja sih? kenapa baru angkat telpon sekarang?," suara manja di seberang sana terdengar tidak sabar ingin tahu kabar Alkana yang tidak ada kabar seminggu ini.
" Kemarin ada urusan keluarga. Di sana susah sinyal jadi, agak susah komunikasi," jawab Alkana tidak bohong.
Ia sebenarnya tahu bahwa gadis yang menghubunginya terus mengirim pesan bahkan berusaha menelponnya. Namun, selain memang sudah sinyal, ia tidak punya banyak waktu untuk membalas pesan yang tidak hanya dari gadis itu melainkan para sahabatnya juga.
" Besok ke kampus kan? Kangen ngumpul. Anak-anak juga pada tanyain,"
" Insya Allah besok ke kampus sekalian mau mendaftar kan seseorang yang mau kuliah disana," jelas Alkana.
" Seseorang? Siapa? Laki-laki atau perempuan? ," tanya Melodi, wanita yang menghubungi Alkana.
" Besok aku kenalkan. Di'a perempuan. Kalian jangan kaget ya." ucap Alkana
"Kita nggak akan kaget kecuali yang kamu kenalkan itu istri kamu," tawa di sebrang telpon pecah. Merasa lucu dengan ucapannya sendiri.
Istri? Mana mungkin kan?. Itu yang Melodi pikirkan.
Alkana hanya ikut tertawa. Ia semakin yakin bahwa kedatangannya besok ke kampus akan membuat heboh para sahabatnya.
" Pokoknya kita lihat besok saja. Aku harap.kamu bisa menjadi temannya dan menjaganya selama di kampus. Karena aku kan udah nggak lama di kampus tinggal menunggu wisuda saja," jelas Alkana.
" Asal bukan istrimu, aku sih ok saja."
" Memangnya kalau istriku kenapa?,"
" Aku akan patah hati. Masa sih kamu nggak peka Al?," kesal Melodi.
Alkana hanya tertawa tak menganggap serius ucapan Melodi yang ia anggap sebatas sahabat saja.
" Aku serius. Kamu selalu saja menganggap ucapanku bercandaan,"
" A, boleh minta tolong?" tanya Haura yang menyembulkan kepalanya dari balik pintu kamar mandi menginterupsi obrolan dua sejoli itu.
"Minta tolong apa, La?," Alkana langsung melihat ke sumber suara.
Suara Haura dan jawaban lembut Alkana membuat wanita di sebrang sana terkejut dan bertanya-tanya, tentang siapa yang memanggil Alkana.
TBC
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
semoga Alkana Haura di jauhkan dari ulat ulat bulu
2025-01-09
0