Happy Reading ❤
Nayra menangis. Air matanya sejak tadi tak mau berhenti setelah mendapatkan kabar bahwa Evano kecelakaan. Hatinya berdenyut sakit, masih tak percaya dengan kenyataan yang menyakitkan ini.
Nayra memukul, menampar bahkan menjambak dirinya sebagai bentuk pelampiasan agar ia bangun dari mimpi yang menyakitkan ini. Nayr berharap ini mimpi. Khayalan yang diciptakan sewaktu tidur, tapi sayangnya semua ini nyata.
Nayra masih tak sanggup, lututnya seperti jelly yang tak mampu menopang tubuhnya. Berkali-kali Nayra terhuyung tatkala dirinya mencari taksi. Untunglah Nayra bisa bertemu dengan Sang Bunda yang baru saja pulang kerja, Farah namanya, Sang Bunda yang membantunya mencari taksi.
Sampai saat ini dirinya kini duduk termenung di dalam mobil. Menatap pejalan kaki yang sedang berteduh di ruko-ruko kecil. Hujan yang sejak sore tadi mengguyur bumi tak kunjung berhenti, sampai saat ini pukul 8 malam hujan diluar sana sangatlah deras.
Tanpa memperdulikan hujan yang mengguyur tubuhnya, dengan langkah pasti Nayra keluar setelah menyerahkan beberapa lembar uang kepada supir taksi. Langkah nya tak pernah ragu, Nayra berlari memasuki gedung Rumah Sakit Medika yang terlihat menjulang.
"Maaf, pasien yang kecelakaan atas nama Evano Danendra dimana ya?" Nayra bertanya kepada resepsionis dengan suara bergetar menahan tangis.
"Pasien masih berada di ruang UGD. Mbak tinggal lurus aja, lalu belok kiri." jelas suster itu.
"Terima kasih, Sus."
Nayra pun langsung mengikuti arahan yang suster itu tunjukkan, sesampainya di tempat, Nayra lebih memilih duduk dikursi yang telah di sediakan. Dengan jantung berdebar, harap-harap cemas Nayra kembali mengusap matanya yang mulai berembun.
Ceklek
Mendengar pintu terbuka Nayra mendongak menatap Dokter yang sedang melepaskan maskernya. "Bagaimana keadaan nya, Dok?" tanya Nayra dengan berjalan cepat mendekati Dokter tersebut.
Dokter itu hanya menghela napas sesaat, sebelum akhirnya berucap pelan. "Pasien kritis, sehingga harus di observasi. Gumpalan darah di kepalanya yang menyebabkan pasien saat ini tidak bisa membuka matanya dalam waktu dekat ini."
Luruh sudah air mata yang sejak tadi Nayra tahan. Air matanya kembali mangalir membasahi pipinya." To,,, tolong selamatkan Evano, Dok. Saya mohon, selamatkan Evano. " ucap Nayra lirih, suaranya terdengar putus asa mendapati keadaan Evano saat ini.
"Saya akan berusaha semaksimal mungkin." Dokter itu tersenyum, seolah memberikan semangat kepada Nayra. "Kamu harus sabar, saya yakin Evano bisa melewati masa kritis nya. Kalo begitu, saya permisi dulu. " Dokter itu pun pamit dan meninggalkan Nayra yang tengah menangis sesegukan.
Nayra mengusap air matanya kasar, langkahnya kian mendekati pintu. Namun, saat Nayra hendak membua pintu, Nayra terpaku menatap kaca kecil yang memperlihatkan Evano tengah berbaring disana, begitu banyak peralatan yang tertempel di tubuh itu, perban yang melilit di kepala Evano.
Nayra tak kuasa menahan tangis, air matanya semakin deras mengalir.
"Nay."
Mendengar namanya di panggil, Nayra menoleh memutar kepalanya sehingga di dapati Farah dan Sarah yang berdiri di belakang tubuhnya.
Nayra langsung berhambur memeluk Bundanya erat, sangat erat, seolah ketakutan dalam hatinya perlahan akan merenggutnya seperti tahun lalu, dimana ia pun mengalami posisi yang sama seperti ini. Bedanya, jikalau tahun lalu Ayah nya yang terbaring di sana, dan sekarang...
Evano. Nayra menggeleng mengusir bayang-bayang Ayahnya ketika merengang nyawa. Nayra yakin Evano kuat, Evano pasti bisa melewati semuanya.
"Bunda." gumama Nayra pelan.
Farah mengusap pungguh kecil Nayra yang bergetar. "Kamu yang sabar, Nay. Bunda yakin Evano pasti bangun." ucap Farah sembari membalas pelukan anaknya tak kalah erat.
"Kita bantu doa ya, Nay. Kakak bahkan langsung pulang, kaget dapet kabar dari Bunda kalo Evano kecelakaan." kata Sarah.
Nayra mengangguk, ia pun menghapus air matanya. "Iya, makasih ya Kak." ujar Nayra tulus.
"Kamu udah kabarin orangtuanya Evano?" tanya Farah
"Aku gak tega, Bun. Mereka pasti sedih dikampung." Nayra menunduk lesu. Evano memang anak perantau, semenjak kuliah Evano lebih banyak menghabiskan waktunya di Jakarta ketimbang di kota kelahiran nya.
"Yasudah, gak papa biar Bunda aja yang kabarin mereka." kata Farah yang mulai merogoh tas kecilnya, dimana di dalamnya terdapat ponsel dan beberapa lembar uang di dalam dompet.
Sebelum pergi, Farah menatap Sarah lebih dulu. "Kamu jagain adikmu dulu." pesan Farah lalu bergerak menjauhi kedua anaknya untuk menghubungi keluarga Evano.
....
Pagi pun menjelang.
Kedua mata Nayra tak pernah teralihkan dari tempatnya Evano berbaring. Cowok itu tak banyak bergerak seperti biasanya, hanya tertidur dengan beberapa alat sebagai penopang hidupnya.
"Vano." Nayra bergumam lirih. Kedua matanya sejak semalam tak bisa tidur nyenyak. Suara dari mesin yang memperlihatkan detak jantung Evano seakan menjadi nada paling menyeramkan di telinganya. Takut jika Evano akan pergi meninggalkan nya sama seperti Ayahnya waktu itu.
Bunda, dan Kak sarah sudah ia suruh pulang sejak semalam. Jadilah hanya Nayra sendiri yang menjaga Evano, orang tua Evano sampai saat ini pun belum juga sampai membuat Nayra sedikit khawatir.
"Bangun Vano." Nayra semakin menggenggam erat tangan Evano. Membawa tangan dingin itu ke arah pipinya, diusapnya lembut sebelum diakhiri dengan kecupan singkat dipunggung tangan Evano.
"Kamu udah janji gak bakal ninggalin aku." lirih Nayra.
Kepalanya menunduk, air mata yang sejak tadi ditahan akhirnya kembali mengalir mengingat kenangan-kenangan yang begitu indah ia lewati bersama Evano. Tidak ada hari tanpa kehadiran cowok itu, akan ada saja tingkah Evano yang selalu menghibur hari-harinya.
"Kamu mimpi apa sih? Kenapa gak mau bangun?" Nayra menghapus air matanya. Tangan nya bergerak untuk mengelus kepala Evano yang terdapat perban disana. "Kamu pasti ketemu sama cewe-cewe cantik ya, makanya gak mau bangun?" Entah kenapa Nayra malah terkekeh miris.
"Aku boleh ikut gak? Pengen liat kamu mimpi apa aja semalem?"
Nayra tersenyum kecil, mengecup kening Evano sebelum dirinya beranjak. "Cepet sembuh, sayang." Kecupan singkat sebanyak dua kali sebagai penutup pembicaraan nya.
Ceklek
Nayra menoleh mendengar suara pintu terbuka, dilihatnya Jasmin-Ibu dari Evano berjalan mendekat dan langsung memeluk tubuh Nayra.
"Gimana keadaan Evano, Nay?" tanya Bu Jasmin. Nayra menunduk lesu, tak berani menatap Sang Ibunda Evano yang kini menatap nya dengan tatapan menuntut meminta penjelasan.
"Masih sama, Bu." jawab Nayra lesu.
Wajah Bu Jasmin semakin murung, tubuhnya bergerak mendekati anaknya yang tengah tertidur dengan damai. "Kenapa bisa sampai seperti ini, Nay? Kenapa Evano selalu saja keras kepala, anak itu selalu membawa motor dengan ugal-ugalan itu yang membuat Ibu was-was. Dan lihat..." Jasmin terkekeh sedih. "Nyawanya bahkan sedang berada diantar hidup dan mati." Bu Jasmin menutup kedua matanya. Mencoba menguatkan hatinya jikalau anak semata wayang nya kini terbaring koma dengan peralatan yang begitu banyak tertempel ditubuhnya.
Nayra melepaskan pelukan nya, menatap Bu Jasmin yang tengah berlinang air mata. Nayra mencoba tersenyum, tangan bergerak menghapus air mata itu. "Jangan nangis, Bu. Evano pasti sedih lihat Ibu nangis seperti ini, yang dia butuhin cuma doa, Bu. Bukan tangisan seperti ini."
Bu Jasmin mengangguk. "Kamu benar, Evano membutuhkan doa dan dukungan dari kita semua." sejenak Bu Jasmin menghentikan ucapan nya, tatapan nya menatap Nayra dengan penuh kasih sayang. "Nay, tolong jangan tinggalin Evano ya?"
"Ibu ngomong apa sih? Aku gak ada pemikiran kesitu. Udah, Ibu tenang aja. Nay akan selalu ada buat Evano." janji Nayra. Setidaknya ucapan itu bisa membuat Bu Jasmin sedikit lebih tenang.
"Bapa mana, Bu?" tanya Nayra tatkala matanya tak menemukan sosok Ruri.
"Bapak,,,," Bu Jasmin kembali murung, bibirnya terkatup rapat seolah ragu untuk mengatakan nya.
"Kenapa, Bu?"
Bu Jasmin menggeleng. Nayra mengangkat sebelah alisnya melihat Bu Jasmin yang seperti sedang menyembunyikan sesuatu. "Ada apa, Bu? Bapa kemana?" tuntut Nayra cemas.
"Bapak...sakit, tekanan darahnya kambuh lagi."
Nayra terbelalak. "Kenapa Bisa, Bu? Harusnya ibu temenin Bapak disana. Evano biar aku yang urus."
"Bapa yang maksa Ibu buat kesini. Bapak juga yang minta jangan kasih tau Evano tentang Kondisinya. Bapa cuma gak mau buat Evano khawatir. Maafin Ibu, Nay." Bu Jasmin menunduk dengan air mata yang tak mau berhenti. Berat sekali cobaan yang harus diterima saat ini.
Nayra menghela napas menarik Bu Jasmin ke dalam pelukan nya. "Sabar ya, Bu. Kita lewati semuanya sama-sama. Nay yakin semuanya akan baik-baik aja. Kita akan kumpul lagi kaya dulu." Nayra mencoba tersenyum. Walau tak menangis, tapi percayalah hatinya menjerit sakit.
^^^Bersambung....^^^
...Jangan lupa. vote and coment sebagai dukungan kalian untuk cerita ini....
...Follow juga ig...
...story_relationship...
...Sampai bertemu di part selanjutnya...
See you
ranintanti
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 78 Episodes
Comments
Aulia Putry Hermadi
smoga cpt pulih
2021-01-20
0