5

Saat ini keputusanku sudah dipenghujung takdir. Tak ada lagi yang bisa ku pertahankan, entah itu untuk keluarga atau Rumah tangga sekalipun. Hari ini aku akan memutuskan tali penghubung antara diriku dan Mas Rangga. Benang yang mengikat kami terlalu kusut untuk diluruskan, cara terbaik yang bisa aku lakukan adalah memutusnya menjadi dua bagian agar terpisah. Itulah tujuanku saat ini.

Cklek!

"Maya, kamu di mana?"

"Di dapur, Mas."

Suara hentakan kaki membuatku gelisah, hari ini suamiku kembali, kembali untuk berpisah lagi. Tapi perpisahan ini bukan untuk menunggu kepulangan, tapi mengharamkan hubungan kami untuk kedepannya. Berjalan terpisah dengan tujuan yang berbeda. 

"Kenapa kamu memintaku pulang?"

"Kamu sudah makan?" 

"Kamu memintaku pulang bukan untuk membahas makanan kan? Jangan membuang-buang waktuku Maya, ini gak lucu."

Aku tersenyum tipis, menggeleng pelan kemudian menyodorkan masakan spesial untuknya. Masing-masing orang melakukan perpisahan dengan cara berbeda, dan aku juga ingin melakukan dengan caraku. Tanpa perdebatan, bahkan mengorbankan barang yang sudah kami beli menggunakan uang. Aku hanya ingin berpisah dengan cara baik-baik dan damai tanpa kemarahan.

Hidupku sudah dipenuhi drama, dan hari ini aku hanya ingin melakukannya dengan cara yang lurus. Tenang dan berakhir baik, tanpa adanya permusuhan antara kami nantinya.

"Makan dulu, aku hanya ingin melayanimu dengan baik hari ini. Setelah perutmu kenyang, aku yakin kamu bisa menanggapi dengan tenang apa yang akan aku katakan nantinya. Perut kenyang membuat otak tenang."

"Ini seperti lelucon, tapi terserah lah. Aku ingin kamu menyelesaikan semuanya dengan cepat." 

"Iya, Mas. Aku akan menyelesaikan semuanya dengan cepat. Kamu gak perlu khawatir."

"Hmm."

Tak ada lagi pembicaraan antara kami, aku tersenyum masam melihat masakanku masuk ke dalam mulutnya. Mas Rangga memang berubah, tapi satu hal yang tak pernah hilang darinya. Memakan masakanku dengan ekspresi puas yang kentara. Sebelum hubungan kami renggang karena berpalingnya cinta itu, dulunya dia adalah suami yang baik. Meratukan istri dengan sikap lembut dan hangat. Tapi siapa yang menyangka, sosok seperti dia pun bisa berpaling? Menghianati pernikahan kami yang awalnya baik-baik saja.

"Kamu gak makan?"

"Aku sudah kenyang."

Mas Rangga mengangguk acuh, kembali fokus pada makanan hingga seperkian detik suapan terakhir akhirnya masuk ke dalam mulutnya. Bersendawa kecil kemudian meminum air putih yang aku sodorkan.

"Aku sudah selesai, masakanmu sangat enak. Aku bisa gemuk kalau kamu terus memasak seenak ini." pujinya, disertai dengan kekehan renyah pada belah bibir tebalnya.

"Terimakasih, Mas. Tapi ini yang terakhir."

"Apa maksudmu?"

TING...TONG!

"Beliau sudah datang, ayo ke ruang tamu. Aku akan mengatakan hal penting padamu, sesuatu yang membuatmu harus meninggalkan Naya."

"Jangan menyudutkanku dengan orang yang gak mengerti apapun. Jangan salahkan Naya."

Aku tersenyum tipis, memilih membuka pintu utama dari pada menanggapi ucapan itu. Sosok yang aku tunggu akhirnya datang, dan waktunya sangat pas karena Mas Rangga sudah selesai makan masakanku.

"Mari, Pak."

"Oh iya, Nak."

Setelah sampai di ruang tamu, aku bisa melihat raut bingung dari wajah suamiku. Cukup jelas ekspresi itu menunjukkan banyak pertanyaan yang ada dibenaknya saat melihat paruh baya yang kini aku persilahkan duduk di atas sofa. Aku ikut duduk terpisah dari keduanya. Sebelum mengumpulkan keberanian.

"Apa maksudnya ini? Bukannya dia adalah penghulu yang menikahkan kita dulu?" 

"Iya, Mas."

"Jadi, Nak. Kenapa mengundangku datang ke sini? Apa ada kerabat atau saudara kalian yang ingin dinikahkan olehku? Tapi kenapa di sini terlihat sangat sepi tak ada keramaian?"

Aku menggeleng pelan. "Bukan, Pak. Tapi sebelumnya saya ingin berterima kasih karena mau datang ke sini. Bapak adalah penghulu yang menikahkan saya dengan suamiku, menjadi saksi mengenai hubungan halal yang mengikat kami. Dan sekarang saya ingin Bapak menjadi saksi lagi, sesuatu yang bertolak belakang dengan pekerjaan Bapak. Jika berkenan, Bapak mau kan membantu kami?"

"Tunggu sebentar, apa maksudnya ini Maya? Jangan main-main denganku. Apa tujuanmu?"

"Jangan memotong kalau kamu ingin mendengarnya secara jelas, Mas. Kamu ingin cepat berakhir kan? Maka ini akan berakhir."

"Bapak sebenarnya tidak mengerti, tapi kalau Bapak bisa membantu kalian maka Bapak bersedia melakukannya." tutur sang penghulu.

"Terimakasih, Pak." 

Aku menghela nafas pelan, menguatkan diri kemudian menatap suamiku yang berada di seberang. Rasanya sulit, tapi semua ini harus dilakukan untuk menjemput masa depan yang cerah. Walaupun aku tak tau, apakah benar kehidupanku akan lebih baik di masa depan! Atau malah lebih buruk dari sekarang.

"Sebelumnya maaf kalau aku banyak menyusahkan Mas Rangga, aku meminta maaf sebesar-besarnya untuk semua kesalahanku. Bahkan meminta maaf untuk kekesalan Mas Rangga melihat wajahku setiap saat---"

"Maya---"

"Biarkan aku menyelesaikan semuanya agar semua ini cepat berakhir, Mas. Aku mohon padamu kali ini saja. Hormati keputusanku."

Setelah mulut itu kembali terkatup, aku melanjutkan kembali ucapanku yang tertunda.

"Aku tau ini bukanlah hal benar, tapi di sini aku hanya memiliki dua pilihan. Ditinggalkan atau melepaskan, jadi sebelum Mas Rangga meninggalkanku, aku memilih melepaskan diri darimu, aku menyerah, Mas."

"A--apa maksudmu, jangan bercanda."

Aku menatap paruh baya yang tampak tenang pada tempatnya, seseorang yang menikahkanku dengan Mas Rangga di masa lalu. Saksi halalnya hubungan kami yang kini terjalin cukup lama, dan hari ini akan berakhir.

"Dulu Bapak yang menikahkan ku dengan Mas Rangga, dan sekarang saya mohon Bapak mau menjadi saksi perpisahanku dengan suamiku."

"MAYA."

"Nak..."

"Bapak bersedia kan?" tuturku, wajah itu tampak menimbang, menatap aku dan Mas Rangga bergantian kemudian menghela nafas pelan. Apa beliau mau melakukannya?

"Baiklah, Nak."

Aku tersenyum lega, kembali menatap wajah Mas Rangga yang terlihat memerah. Aku tak mengerti kenapa kemarahan itu ada, harusnya dia lega dengan semua ini. Tapi apapun itu, aku tak ingin lagi ikut campur dengan kondisi hatinya. Karena sebentar lagi itu bukan hak dan kewajibanku, ada Naya yang lebih berhak membantu menenangkan hatinya.

"Di depan beliau, tolong talak aku, Mas."

"JANGAN BERCANDA MAYA."

Aku berusaha tenang. "Aku gak bercanda, Mas. Aku hanya membantumu keluar dari pernikahan yang tidak memiliki tujuan ini. Setelah itu kamu bisa melangkah menuju sosok yang kamu harapkan. Dulu kita menikah baik-baik, dan sekarang aku hanya ingin berpisah baik-baik darimu sesuai agama. Dengan beliau yang menjadi saksinya agar di masa depan gak terjadi hal-hal yang merugikan bagi kita."

"KAMU---"

"Sudah banyak yang terjadi, aku mengundang beliau bukan untuk membahas permasalahan pernikahan kita. Aku mengundang beliau untuk menjadi saksi kata talak yang keluar dari mulutmu. Jadi aku mohon tenanglah, biarkan semuanya berjalan cepat sesuai yang kamu harapkan. Bukannya ini yang kamu inginkan."

Wajah Mas Rangga semakin memerah.

"Tidak, hari ini kamu hanya ingin mempermalukanku. Jangan harap aku melakukan apa yang kamu minta." 

Bersambung

Instagram: siswantiputri3

Facebook: Siswanti putri

Terpopuler

Comments

Daulat Pasaribu

Daulat Pasaribu

nangis aku Thor bacanya

2024-05-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!