Lebih Terang Dari Cahaya
Di luar terlihat mendung yang makin tebal. Angin yang semula masih berembus dalam waktu singkat seakan hilang ditelan kegelapan. Dari jendela kantornya, lelaki berusia 22 tahunan membiarkan jendela terbuka agar tidak terlalu gerah. Kantornya memang masih kecil, bahkan lebih mirip rumah kontrakan yang memiliki tiga ruangan yang tidak terlalu luas. Tidak ada air conditioner karena perusahaan penerbitan yang baru dibangunnya masih cukup baru.
Lelaki itu mengusap peluh yang jatuh di dahinya seraya masih menatap layar dengan tajam. “Hah? Seminggu lagi ulang tahun Penerbit?” Abaz, selaku founder penerbit Media Publishing hampir lupa dengan hari jadi penerbit Media Publishing karena ia juga sibuk dengan tugas akhirnya.
Pria itu langsung menoleh ke belakang, melihat temannya yang masih live Instagram bersama dengan salah satu penulis yang hari ini memiliki jadwal bedah buku melalui Instagram. Abaz mendengkus, sayangnya tidak ada satu pun dari pegawainya yang ingat hari ulang tahun Media Publishing.
“Baz, kopi habis,” ujar Zururi yang baru saja masuk ke dalam ruangan Abaz.
“Nanti sore beli. Eh, gue lupa kalau seminggu lagi hari ulang tahun Media Publishing,” kata Abaz.
“Hah? Oh iya, tepat minggu depan tanggal 25, ya. Gue juga lupa karena akhir-akhir ini banyak banget naskah yang harus diedit,” bales Zururi selaku editor di Media Publishing.
Karena penerbit yang didirkan memang masih kecil, sehingga hanya ada satu orang yang menempati tiap bagian. Abaz belum berani untuk merekrut karyawan lain karena ia pikir penerbitnya saat ini belum bisa benar-benar bersaing dengan penerbit lain. Sehingga dalam perkembangannya, Abaz memilih untuk tidak mengambil risiko dengan merekrut banyak karyawan dan belum tentu dapat membayar gajinya dengan baik.
“Kira-kira ada acara yang bagus nggak buat perayaan nanti? Kayaknya sepi banget kalau cuma bikin kue,” ujar Abaz meminta pendapat Zururi.
“Ehm, apa ya? Gue juga belum mikir banyak. Mungkin nanti kita disukusikan lagi kalau Reyvan udah selesai nge-live,” sahut Zururi. “Keluar dulu, yuk. Beli kopi dan jajanan buat di kulkas, soalnya bener-bener mau habis semua. Sebelum hujan,” lanjut Zururi.
“Okay deh, ayo.” Abaz langsung mengambil tas kecil, kemudian mencangklongkannya di bahu.
Abaz dan Zururi langsung pergi keluar menaiki motor, kemudian keluar menuju toko yang tak cukup jauh dari tempat kantor mereka. Abaz dan Zururi mengambil beberapa kopi dengan varian berbeda, kemudian mengambil kacang-kacangan untuk ngemil dan beberapa makanan ringan untuk digunakan saat kerja malam. Biasanya mereka juga menyiapkan biskuit untuk teman saat ngopi karena kerjaan bisa sampai malam.
Setelah terkumpul di dalam satu tas, kemudian Abaz segera membayarnya dan keduanya kembali pulang bertepatan dengan gerimis yang mulai tiba. Percikan airnya mulai membasahi bumi, buru-buru keduanya langsung menaikkan kecepatannya menuju kantor.
“Aduh, kalau hujan gawat banget! Gue nggak bawa jas hujan lagi,” gerutu Zururi.
“Nginep ajalah kalau hujan sampai malam. Kayaknya gue juga mau nginep malam ini,” sahut Abaz.
“Gue bakal ditelfon Papa kalau sampai nggak pulang, Baz. Lo sih, orang tuanya enak, gue nggak bisa bebas. Diizinkan gabung ke sini aja udah bersyukur, jadi nggak bisa keluar malam,” jawab Zururi dengan nada suara yang terdengar menyesal.
Abaz terkikik. Memang sudah diduga jika kedua orang tua Zururi memang strict parents. Semula bahkan Zururi tidak dizinkan untuk bergabung dengan Abaz juga Reyvan dalam mendirikan penerbitan karena ia harus fokus pada S2-nya, tetapi karena Reyvan yang mencoba membujuk orang tua Zururi, akhirnya mereka mengizinkan anaknya untuk bekerja di penerbitan Media Publishing. Usia boleh dua puluh lima tahun, tapi ia masih dibatasi untuk mengambil keputusan ataupun bekerja.
Sesampainya kembali di kantor, keduanya langsung masuk dengan cepat dan menutup pintunya. Hujan mulai deras, bahkan tas yang dipakai Abaz sebelumnya terlihat cukup basah ketika lelaki itu melepasnya.
“Bener-bener gila! Nggak nyangka bakal langsung deras gini,” gerutunya sembari merapikan poni rambutnya yang berantakan.
“Woi, kalian habis dari mana aja? Gue selesai live, lo berdua udah nggak ada di kantor!” sambut Reyvan yang baru saja keluar dari ruangan kerja yang sama dengan ruang kerja Abaz.
“Kita abis beli isi lemari jajan. Udah kosong ternyata,” jawab Abaz seraya menaruh kresek jajannya di atas meja ruang tengah. “Kita kumpul dulu deh, sini, ada yang harus kita diskusikan tentang Media Publishing. Waktunya nggak banyak, jadi harus cepet,” kata Abaz seraya duduk di atas salah satu sofa.
Reyvan dan Zururi langsung duduk di depan founder Media Publishing itu. Zururi yang terlihat sudah tahu apa yang akan dikatakan oleh Abaz, lebih memilih untuk mengambil kopi dan menyeduhnya. Ia mendengar ucapan Abaz sembari membuat kopi yang akan ia nikmati ini.
“Kurang dari seminggu nih Media Publishing bakal ulang tahun yang kedua tahun. Tahun lalu kita cuma beli kue dan merayakannya di sini berempat sebelum salah satu dari kita pergi, nah tahun ini harusnya kita bikin kompetensi yang nggak kalah dari tahun lalu. Kayaknya ada yang kurang kalau perayaan tahun ini sama kayak tahun lalu. Penerbit bukan manusia yang puas hanya dengan tiupan lilin, tapi paling tidak kita harus bikin sesuatu biar penerbit kita bisa lebih maju lagi,” ucap Abaz.
“Ide bagus tuh,” komentar Reyvan. “Tadi juga ada salah satu penonton live yang nanya even apa yang akan kita sediakan untuk ulang tahun Media Publishing nanti, tapi gue bilang kalau even nanti masih kami rencanakan dan nggak akan lama lagi akan kita umumkan. Makanya itu, gua bakal malu kalau sampai kita nggak ngadain satu even pun,” lanjut Reyvan.
“Lo ada ide, Rey?” tanya Abaz.
“Pasti ada dong si Reyvan, nggak mungkin banget admin kita nggak punya ide!” Zururi tertawa kecil.
“Ehm ada sih satu ide yang mungkin sedikit ngaco tapi seru juga. Gue sih berencana buat bikin even penulisan novel. Deadline-nya satu minggu. Tapi satu minggu itu bukan buat isi kesulurannya, tapi cuma bikin sinopsis dan bab satu aja. Nanti kalau sekiranya ada yang lolos, barulah kita bimbing sampai semua isinya layak untuk diterbitkan. Gimana?” Reyvan menuangkan idenya yang ia dapat lima menit lalu.
“Ehm, boleh, sih. Tapi satu minggu itu apa nggak terlalu cepet?” Abaz bertanya.
“Harusnya sih enggak, Baz. Cuma kalau emang kerasa terlalu cepat, bisa juga jadi dua minggu. Enggak usah sesuai dengan hari lahir Media Publishing, kan, deadline-nya? Yang penting kelar dan maksimal. Lagi pula ini salah kita yang telat nyadarin hari ulang tahun penerbitan,” sahut Zururi.
“Okay kalau gitu gue serahkan sama kalian. Nanti malam gue bikin pamflet, nanti setelah itu gue kirim ke elo, ya,” kata Abaz pada Reyvan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments