Cuaca siang hari ini begitu terik. Matahari seakan enggan untuk beranjak pergi. Awan-awan seolah tidak mau menampakkan wujudnya. Aku terbaring lemah tak berdaya di atas ranjang kamarku. Suhu badanku 38°C, demam. Hari ini saja aku izin kepada kepala sekolah untuk tidak masuk mengajar. Lebih fokus untuk penyembuhan saja.
Jam menunjukkan pukul 16:30. Aku bangkit dari ranjang. Bergegas pergi ke kamar mandi untuk wudhu dan melaksanakan sholat ashar. Kaki masih sangat gemetar dan kepala terasa sangat berat. Aku melangkah perlahan-lahan.
"Allahuakbar"...Aku mulai hanyut dalam kekusyukan bersama Robb-ku. Benar, sholat memang sesuatu yang membawa kita pada kedamaian yang hakiki. Dengan sholat, semua masalah hidup kita pasti akan di mudahkan oleh-Nya. Sholat juga merupakan kunci bagaimana kita menjalani hidup ini.
Usai sholat, aku masih nyaman berada di atas sajadah. Sesekali bibirku membisikkan dzikir dan tahmid. Tubuh masih sama seperti tadi belum ada perubahan. Namun saat aku masih larut dalam suasana damaiku, tiba-tiba pintu kamarku ada yang mengetuknya.
"Kak... kak... " terdengar suara wanita dibalik pintu.
Aku bergegas berdiri dan membukakan pintu. Tampak seorang gadis berusia sekitar 19 tahunan.
"Kak, kenalin aku Ayu." katanya sambil dia mengulurkan tangannya. Aku langsung menyambut uluran tangannya.
"Iya, ada apa ya? " ku kira dia pelanggan diwarung kami.
"Boleh nggak, kita bicara sebentar? " tanyanya padaku.
Aku hanya mengangguk pelan sambil ku persilakan dia untuk masuk dan duduk dipinggir ranjang tempat tidurku.
"Kak... ada yang mau kenalan sama kakak" dia langsung to the point.
"Hah, siapa?" tanyaku seraya tersenyum.
"Kakak tau nggak, polisi yang di kampung sebelah. Yang sering naik motor satria. Dia minta nomor HP kk. " sambungnya.
Sontak saja aku tambah terkejut, begitu mendengar profesi orang yang mau berkenalan denganku itu adalah seorang polisi. Aku tertawa pelan. Ayu tampak heran melihat aku tertawa. Mungkin dia merasa aneh atau mungkin juga tersinggung. Entahlah apa yang dia pikirkan saat ini aku tidak tahu.
"Kak... kok ketawa sih? Ayu serius loh, dia nungguin dibawah. Katanya Ayu harus dapetin nomor HP-nya kakak. " Ayu sedikit memaksaku.
Kenapa jadi kayak FTV sih? Tiba-tiba ada yang datang, baru kenal, minta nomor HP. Maksa lagi. Sungguh membingungkan.
"Aduh, maaf ya dek. Maaf banget....Kalau polisi kakak angkat tangan. Mohon maaf sekali, kakak enggak suka sama polisi. Maaf nih ya, enggak ada yang salah sih sama profesinya, cuma ya itu, kakak enggak mau aja dekat atau kenal sama orang-orang berseragam. " Aku menjelaskan padanya tanpa bermaksud untuk menyombongkan diri. Entah mengapa dari dulu aku memang tidak begitu tertarik untuk dekat dengan pria yang profesinya polisi. Disaat diluar sana banyak gadis-gadis yang tergila-gila dengan pria berseragam, aku lebih tertarik dengan pria yang biasa-biasa aja.
Mendengar responku, tiba-tiba Ayu turun dari ranjang tempat tidur dan berlutut di depanku. Dia mengatupkan kedua tangannya seperti orang hendak menyembah. Aku tentu sangat terkejut, ada apa dengan anak ini pikirku?
"Kak... please.... Ayu mohon, kasih ya nomor HP kakak. Ayu ini cuma orang kerja kak di kios si abang. Dia ngancem, katanya kalau enggak berhasil dapat nomor HP kakak, Ayu bakalan di pecat kak. " Ayu memohon dengan serius kepadaku.
Aku melongok tidak percaya. Aku sungguh tidak percaya sama sekali. Masa sih, polisi itu sebegitunya ingin mendapatkan nomor HP-ku, seorang aku lagi... why?
"Oke oke.. kamu boleh bangun Ayu. Ayo bangun. Nggak perlu sampek nyembah-nyembah gitu. Baik, kakak bakalan ngasih nomor HP kakak. " kataku yang membuat Ayu sumringah kegirangan.
"Nih, sekarang kamu enggak perlu lagi takut di pecat. Bilang sama bos kamu, jangan suka ngancem-ngancem anak buah. " sambungku.
Ayu pun segera mengambil nomor HP ku yang sudah ku tulis disecarik kertas. Dia tampak sangat lega. Tidak lupa dia berpamitan dan mengucapkan banyak terima kasih padaku. Aku hanya bisa tersenyum melihatnya. Entahlah apa yang si polisi itu akan lakukan dengan nomor HP ku, yang jelas aku tidak mau hidupku yang damai menjadi kacau balau karenanya. Awas saja.
Dulu waktu kami masih tinggal di kota dingin, tempat usaha kami sangat dekat dengan kantor polsek. Aku dan kak Wina nyaris setiap hari mendapatkan godaan dan ajakan oleh polisi-polisi muda di sana, tapi tak ada satu pun yang bisa membuat kami tertarik apa lagi sampai tergila-gila.
Bahkan aku sangat ingat dulu, ada seorang polisi yang mengajakku untuk bertemu di acara pasar malam dekat rumah. Namanya Juan. Dia cukup tampan tapi tak cukup menarik bagiku yang memang sangat anti dengan yang namanya polisi.
Juan mengajakku bertemu namun aku tidak pernah datang sama sekali. Hal itu membuat harga diri Juan seolah tercabik-cabik. Mungkin, dia belum pernah mendapatkan penolakan dari perempua selama ini. Yah, karena dia berseragam polisi. Tapi dia salah mengajak perempuan kali ini. Aku, aku bukanlah seperti perempuan pada umumnya. Aku memang terlahir dari keluarga yang bisa dibilang yah, miskin. Tapi aku sangat menjunjung tinggi yang namanya harga diri. Kalau kata TNI NKRI itu Harga mati. Kalau kataku harga diri itu dijaga sampai mati!.
Esoknya saat Juan datang ke warung ayah, dia sangat marah karena merasa aku mempermainkannya. Padahal, aku tidak pernah bilang akan datang padanya. Dianya saja yang terlalu yakin kalau aku akan datang menemuinya.
"Adek jahat sama abang. " katanya padaku. Aku terus mengaduk kopi yang dia pesan.
"Jahat apa sih bang? " tanyaku
"Abang nungguin adek sampek malam, tapi adeknya nggak datang. Kan jahat itu namanya. " dia berkata dengan ekspresi sedih.
"Kan adek nggak bilang kalau adek akan datang. Abangnya aja yang terlalu berharap. "
"Baru kali ini abang ditolak sama cewek. Biasanya cewek-cewek demen banget kalau di ajak nge-date sama cowok yang berprofesi sebagai polisi. " dia seolah sedang membanggakan dirinya sendiri.
"Ya itu mereka, bukan adek.. " kataku sambil terus berlalu membawakan kopi pesanannya dan meletakkannya diatas meja.
"Apa sih kurang abang dek...? " tanyanya sambil terus mengikutiku.
Aku berhenti sejenak dan menoleh ke arahnya. Menarik nafas dalam.
"Kurang abang? Kurang abang cuma satu." kataku.
"Apa???? " tanyanya serius.
"Karena abang polisi. " Aku lalu melempar senyum nyengir ke arahnya.
Dia cuma bisa terpaku mendengar kata-kataku. Tentu saja, sesuatu yang tidak biasa dia dengar dari mulut wanita yang pernah dia temui. Dan... dan itulah aku. Aku tidak sama dengan wanita pada umumnya. Aku bukan wanita yang gila akan pangkat dan jabatan. Aku justru lebih tergila-gila pada seorang pria yang biasa-biasa saja. Yang terpenting agamanya baik dan dia pekerja keras. Kayak ustadz yang waktu itu ngisi pesantren kilat di sekolah. Ya Allah, falling in love deh aku dibuatnya. Meleleh. Tapi sayang, waktu aku tahu dia sudah punya istri... hatiku hancur berkeping-keping. Sad banget!
Kak Wina pun tidak lepas dari godaan polisi-polisi BKO yang dulu tugas didekat rumah kami. Bahkan Kak Wina pernah di perlakukan kurang ajar oleh salah seorang oknum.
Jadi begini ceritanya, hari itu, Kak Wina akan menaruh kopi pesanan si Oknum. Eh, tangan Kak Wina malah di colek. Pelecehankan itu namanya? Tapi Kak Wina tentu tidak cuma tinggal dima saja. Esoknya, Kak Wina balas dendam.
"Dek kopi ya. " Kata si oknum.
Kak Wina masih melayani dia seperti biasanya, tak ada gelagatnya yang membuat si Oknum curiga. Tapi diam-diam, Kak Wina menaruh garam di kopi pesanannya. Garam. Bukan gula. Bisa bayangin nggak, gimana rasa kopi dikasih garam?
"Ih, apa ini. Kok ngga enak rasanya? " Kata oknum itu.
"Loh, kenapa? " tanya Ibu.
Oknum itu melirik padaku dan Kak Wina. Dia pasti tahu kalau kami yang sudah membuat kopinya terasa asin.
"Enggak Bu, nggak ada apa-apa. " jawabnya berbohong.
Besoknya, eh si oknum datang lagi dong. Dia kembali memesan kopi.
"Bu, kopi satu. " katanya pada Ibu.
"Wina... tolong bikinkan kopi untuk abang ini satu. " teriak Ibu pada Kak Wina.
"Bu... Ibu aja yang bikinin ya... " kata oknum itu.
"Loh kenapa? " tanya Ibu yang memang tidak tahu apa-apa.
"Kemarin adek itu bikinin asin. Dia kayaknya sengaja deh ngasih garam ke kopi saya. " Jelasnya.
"Hmm... kamu ada buat apa sama anak Ibu? " tanya Ibu. Oknum polisi itu diam tak menjawab.
"Kamu ada bikin salah pasti kan? Makanya, sama anak-anak Ibu jangan macem-macem. Mereka ini nggak sama kayak perempuan-perempuan yang kamu temui diluar sana. Merek ini beda! " Jelas Ibu.
"I.. I.. iya bu. Ibu aja yang bikinin ya... " pintanya.
Aku dan Kak Wina terkekeh di belakang mendengar percakapan Ibu dan Oknum itu. Rasain itu, makanya kalau mau berbuat dipikir dulu, kataku dalam hati.
Kami memang tidak men-judge bahwa semua polisi itu jahat. Kak Wina dan Ibu malah mereka punya teman yang sangat baik dari kalangan polisi. Bahkan ada yang sudah Ibu anggap seperti anaknya sendiri. Saat mereka kembali ke kampung halamannya setelah selesai bertugas, polisi itu masih suka menghubungi Ibu. Dan kak Wina, dia sempat cinlok dengan seorang BKO dekat rumah. Heh!
Tapi aku tidak tahu dengan polisi yang mengirim Ayu kerumah hari ini. Entah dia adalah orang yang baik atau punya niat tertentu. I don't know. Kita lihat saja nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Alphonse Elric
Hati-hati ketagihan membaca! Ceritanya sungguh menghibur 👏
2024-05-17
1