Setelah selesai salat, Ameera bersiap akan pergi ke dapur, tapi belum sempat dia keluar kamar, terdengar suara orang mengetuk pintu kamarnya.
Dug! Dug! Dug!
"Buka pintu!" tedengar teriakan dari luar kamar. Ameera pun gegas membuka pintu.
"Mama?" sapa Ameera ketika dia melihat sosok mertuanya ada di depan pintu.
"Ikut aku!" titah wanita setengah baya namun masih terlihat muda itu. Tanpa banyak bicara, Ameera pun mengikuti Bu Rita yang ternyata berjalan menuju dapur.
"Buatkan sarapan untuk kami. Untukku dan suamiku, tolong bikinkan nasi goreng dan ayam goreng. Untuk Reina, dan Dika, bikinkan telur mata sapi, dan roti beserta selainya. Jangan lupa buatkan kopi untuk kami semua. Kopinya harus enak," ucap wanita itu dengan gaya angkuhnya.
Setelahnya, dia peri ke kamar lagi. "Ya ampuun, mertuaku ini kenapa begini? memangnya aku nikah itu mau dijadikan pembantu, huh. Dasar!"
"Nona, apa ada yang perlu saya bantu?" tanya seorang ART yang bertugas di dapur.
"Hmm, Saya disuruh masak ini itu, tapi masalahnya, saya gak bisa masak. Apa ibu bisa bantu saya?" tanya Ameera.
ART itu pun langsung mengerjakan yang dipinta oleh Ameera. Sebentar kemudian, semua anggota keluarga telah berkumpul di ruang makan untuk sarapan.
"Selamat pagi semua!" sapa Ameera pada semua penghuni rumah sambil membawakan nampan berisi kopi untuk Dika.
"Pagi, Nak. Apa kabar?" jawab Pak Reino ramah.
"Ayo, sini makan. Dika, tarik kursi di sampingmu agar istrimu duduk," perintah Reino, tapi Mahardika tak merespon ayahnya.
"Gak apa-apa, kok, Pah. Saya bisa sarapan di dapur," jawab Ameera sopan.
"Tidak, kamu tidak boleh sarapan di dapur. Kamu adalah menantu di rumah ini, jadi kamu harus makan di sini sama kami. Ayo duduk!" Reino kali ini tidak menyuruh lagi, dia langsung menggerakkan kursi dan meminta Ameera duduk.
Namun, baru saja Ameera ingin menaruh bokongnya di kursi, seseorang menarik kursi itu hingga membuat Ameera terjatuh kelantai.
"Aww, sakit sekali! jerit Ameera yang kini terduduk di lantai.
"Reina dan kamu Rita, apa-apa an ini?" bentak Reino pada mereka, dia benar-benar marah melihat kelakuan istri dan anaknya.
Reina dan Rita bukannya bertanggung jawab, tetapi malah tertawa cekikikan melihat Ameera yang terjerembab. Ameera terlihat kesal dan ingin membalas, tetapi dia ingat dia berada di tempat musuh. Karenanya dia harus menggunakan akal dam kecerdikan untuk bertahan.
"Siapa suruh dia mau duduk di tempatku?" sergah Reina sambil mendorong tubuh Ameera agar menjauh dari kursi, sehingga dia bisa duduk.
"Reina, jaga sikapmu! ayo minta maaflah!" bentak Pak Reino. Reina pun mendengkus kesal.
"Papa ini kenapa malah membela perempuan ini?" protes Rita.
"Maa, kamu jangan berkata begitu, Ameera ini adalah menantu kita, jadi harus sopan. Kan Reina adiknya Dika, jadi wajarlah kalau Papa nyuruh Reina buat mintA maaf pada Ameera," tegas Pak Reino.
"Pokoknya Reina gak mau minta maaf, enak aja minta maaf sama orang udik kampungan seperti dia." tukas Reina sambil meninggalkan meja makan. Begitu juga Rita.
"Pa, Dika pergi ke kantor dulu, ya!" pamit Dika tanpa melirik ke arah Ameera. Ameera yang melihat suaminya keluar, segera membantu Dika membawakan Tas laptop.
"Mas, kapan pulang?" tanya Ameera sambil mengekori Dika. Mahardika menoleh dan memandangi wajah istrinya yang masih tertutup cadar.
"Dasar wanita kampung! minggir kamu!" Mahardika mendorong tubuh mungil istrinya hingga terjatuh ke lantai.
"Maafin mereka ya, Mira?" pinta Pak Reino memelas hingga membuat Ameera merasa tak enak hati sehingga dia akhirnya memaafkan suami dan mertuanya.
Sepeninggal Mahardika dan Reino, Ameera bermaksud pergi ke kamarnya, tetapi tiba-tiba saja ada seseorang yang menyerangnya dari belakang.
"Dasar perempuan kampungan, rasakan ini!" teriak Reina sambil meraih kerudung Ameera dan menjambaknya.
"Akhh, lepaskan, apa maksud kalian? kenapa kalian menjambak hijabku?" teriak Ameera sambil berusaha melepaskan diri dari Reina.
"Mama, tolong aku, Maa!" Ameera meminta bantuan pada Rita ketika melihat Rita mendekat, tapi sayang seribu disayang, Rita bukannya menolongnya, tetapi malah ikut menamparnya.
Plakk!
"Aaakhh!" teriak Ameera sambil berusaha melepaskan diri, tetapi malah terpelanting.
"Dengar gadis kampung. Kamu di sini karena suamiku, kalau tidak, kami tak sudi menjadi mertuamu. Kalau kamu mau kami lepaskan, kamu harus kerjakan pekerjaan rumah. Menyapu, mengepel, memasak, mencuci piring. Mencuci baju dan menyetrika, apa kamu paham?"
bentak Rita. Karena tak mau disiksa, Ameera pun mengangguk menyetujui syarat dari mereka.
"Kalian para pembantu, kamu Onah, dan kamu, Mia, aku pecat sekarang juga!"
Para art itu saling pandang. Mereka sama sekali tak paham dengan kesalahan mereka yang menyebabkan mereka dipecat. "Nyonya, tolong jangan pecat saya, saya butuh uang buat pendidikan anak saya," mohon salah satu art itu.
"Tidak bisa, kamu tetap saya pecat."
"Maafkan saya Bu. Saya rela melakukan apapun asal saya dapat uang,"
"Baiklah, tapi kamu tidak boleh membantu kerjaan wanita busuk ini. Kamu saya tugasi mengawasi dia!" Akhirnya Rita tak jadi memecat Onah, tetapi Bu Mia yang bertugas memasak, tetap dia pecat.
"Saya terima dipecat, tapi saya minta uang gajih saya, Bu!" ungkap Bu Mia.
"Dasar mata duitan, saya baru akan ngasih kamu uang, setelah Dika datang. tapi ingat, kamu jangan bilang aku yang mecat, bilang ke Dika bahwa kamu mengundurkan diri.
"Baik Bu," jawab Bu Mia.
"Ya sudah? sekarang saya dan Reina akan ke salon, kamu Onah, awasi Ameera jangan sampai dia kabur atau malas-malasan,"
Setelah berkata begitu, Rita dan Reina pergi ke Salon. Kini tinggal Ameera yang ditinggal bersama dua art.
"Ameera, ayo ikut aku!" Dengan angkuh, Onah menyuruh Ameera untuk mengerjakan tugas yang sebenarnya adalah tugas Onah.
Ameera mengikuti Onah yang kini pergi ke ruang cuci baju.
Brugg!
Dengan kasar, Onah melempar baju -baju kotor ke depan Ameera sehingga mengenai wajahnya.
"Ayo cuci ini, nanti jemur di sana. Kamu taruh baju ini di mesin cuci, setelah itu kamu bersihin kamar!"
Tangan Ameera mengepal menahan amarah, tapi dia diam saja. "Ok, saya akan kerjakan," jawab Ameera dengan senyum nakalnya.
"Mari kita bermain-main sedikit, hei wanita jahat!" gumam Ameera sambil menaruh semua baju-baju itu ke mesin cuci tanpa dipisahkan terlebih dahulu. Baju putih, dan baju berwarna-warni pun dia campurkan, setelahnya dia menuangkan satu botol pemutih ke dalam mesin itu hingga tandas.
"Rasakan kamu, Nenek lampir!" umpatnya sambil berlalu dari kamar cuci menuju kamar mertua dan iparnya.
Bukannya membereskan kamar itu, dia malah melipat sprei dengan asal, dia juga mengepel dengan pemutih pakaian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Laluli La
up
2024-09-08
0
mom's zuzu
Ayo up lgi
2024-07-01
2
mom's zuzu
Ayo up lagi
2024-07-01
0