'Aku berubah karena kalian yang memaksa seperti itu! Jangan tanya kenapa aku begini kenapa aku begitu, harusnya kalian tanya pada diri kalian sendiri.. Apa yang kalian lakukan padaku sampai aku jadi seperti ini!'
Setelah kepulangan ibu mertuanya, Ru masih menjalankan tugasnya sebagai seorang istri dengan menyiapkan makan malam untuk suaminya. Mau dimakan atau tidak itu urusan belakangan. Tugasnya dikerjakan, dan dia bisa istirahat dengan tenang! Apa seperti itu saja merupakan sesuatu yang muluk-muluk?
"Ngelayap kemana kamu seharian ini??"
Raden bertanya pada Ru, tangannya sibuk memarut singkong yang akan dia jadikan lauk nantinya.
"Kerja."
"Hahaha, kerja? Kerja apa? Siapa yang ngasih kamu kerjaan? Udah mulai terang-terangan jual diri kamu?!"
"Sini maju deket sini. Kayaknya mulutmu perlu diparut biar nggak terus-terusan nuduh orang sembarangan."
"Apanya yang sembarangan! Dikira aku nggak tau apa singkong-singkong itu kamu dapat juga dari lelaki yang udah nidurin kamu! Ckck murahan!!"
Ru menghentikan kegiatan memarut singkong. Dia berdiri sejajar dengan suaminya.
"Otakmu kayaknya memang udah kesumbat kutangnya si janda warung kopi itu nyampe nggak bisa dipakai buat mikir. Kalau pun aku jual diri, aku nggak akan sudi hanya diupah pake singkong! Aku kira kamu itu pintar, tapi nyatanya mulutmu itu malah nggak terdidik. Aku siapa mu sebenarnya? Kamu kenal aku berapa lama? Sepicik itu kamu mikir tentang aku?!"
"Dengar ini! Kalau memang sudah nggak anggap aku istrimu, talak saja aku. Dulu mungkin aku akan nangis nangis mohon agar kamu nggak ninggalin aku, tapi sekarang aku ikhlas lahir batin! Nyatanya selama tiga tahun kita menikah juga tidak sekalipun aku kecipratan kebahagiaan! Apa? Kenapa melotot? Minta dicongkel pake piso itu matamu hah? Kalo iya aku bisa melakukannya dengan senang hati!!"
Dengan amarah membuncah, Raden yang tak bisa menjawab perkataan istrinya memilih pergi meninggalkan dapur. Namun dia dengan sengaja menendang parutan singkong yang sejak tadi dikerjakan Ru dengan susah payah. Hasil parutan singkong yang belum berbumbu itu bersatu dengan lantai sekarang. Menendang? Di mana Ru meletakkan hasil njlimetnya itu? Dia duduk dengan kursi kecil di lantai. Dan singkong yang telah di parut ditampung pada baskom plastik. Tapi sekarang jejak kaki Raden bisa nampak di atas parutan singkong yang tadi dia tendang.
Mata Ru panas melihat ulah Raden yang keterlaluan. Lelehan bening itu meluncur tanpa diperintah. Bukan menangis karena tuduhan Raden padanya, bahkan Raden sering menghinanya dengan umpatan yang lebih menyakitkan dari pada itu. Dia menangis karena hasil kerjanya tidak dihargai, banyak di luar sana orang-orang untuk sekedar makan saja kesulitan tapi lihat sikap angkuh Raden!
Tidak ingin bicara. Ru memilih membersihkan saja parutan singkong yang dibuat mubazir oleh Raden. Jika tidak ingat dosa, dengan pisau di samping kompor itu dia ingin sekali merobek mulut Raden. Memang jika sedang emosi, pikiran-pikiran nyeleneh kadang berhembus di telinga seperti sebuah bisikan. Dan kalau dituruti, maka setan akan party kegirangan karena menemukan satu lagi kawan untuk berbagi tempat di neraka sana!
Pagi hari, di depan rumah Ru.
Dengan memakai baju lengan panjang, celana jogger, dan caping masih ada di tangannya, Ru menunggu Lita datang menjemputnya untuk kembali bekerja jadi buruh lepas di perkebunan juragan Maulana.
"Mau kemana?" Raden yang baru bangun tidur setelah semalam pergi entah kemana dan baru pulang dini hari, seolah perhatian kepada istrinya dengan berbasa-basi menanyakan Ru akan pergi kemana.
"Kerja." Ingin rasanya Ru tak menjawab pertanyaan suaminya tapi tetap dia lakukan meski hanya seperlunya saja.
"Kerja apa? Di mana?" Raden menguap tak perduli jika nafasnya bau jigong!
"Jadi buruh, memangnya mau kerja apalagi dengan penampilan seperti ini?"
Raden sebenarnya tahu jika dirinya telah menyakiti hati Ru. Bukan hanya sekali tapi berkali-kali. Namun alih-alih meminta maaf, Raden malah menambah lagi dan lagi rasa sakit itu hingga yang punya hati sampai merasa hatinya kebas!
"Dapet upah berapa?"
"Kenapa? Kamu juga mau ikut kerja kayak aku?"
Sambil berdecak pinggang. Raden masih dengan kesombongannya.
"Aku tanya dapet upah berapa bukan berarti aku mau ikut! Tapi mau pinjem duitnya, aku ada bon di warung Lasmi. Sore ini nggak boleh ke sana kalo nggak lunasi dulu utangku di sana. Hmm jadi, boleh kan nanti duitnya aku pinjem dulu?!" Raden berkata demikian tanpa rasa bersalah! Luar biasa!!
"Pengen ngakak dengernya aku mas mas.. Kayaknya emang kamu udah sinting beneran!" Ucap Ru hanya dengan senyum mengejeknya.
"Heh! Maksudmu apa senyum-senyum gitu?! Pokonya nanti sore aku pinjem dulu duit upahmu! Kalo nggak boleh, nggak usah pulang sekalian!"
"Nggak boleh pulang? Nggak boleh pulang ke rumah ku sendiri? Kamu kok mendadak makin edan itu kenapa lho? Salah makan apa tadi malem hmm? Abis nelen pil KB kadaluarsa ya?" Kata Ru asal.
"Rumah mu kan rumah ku juga! Aku suamimu, ingat?!" Bentak Raden.
Tak ingin terkontaminasi oleh kegilaan Raden, Ru memilih berjalan pergi meninggalkan rumah. Raden merasa istrinya memang berubah jadi sedikit was-was. Dia mulai berpikir bagaimana caranya agar Ru kembali manut seperti dulu lagi.
"Itu si Ru kenapa makin berani ya? Nggak biasanya dia kayak gitu." Ucap Raden bermonolog.
Meninggalkan Raden masih dengan bau jigongnya, kini Ru sudah bersama Lita. Mereka menuju kebun belimbing kali ini. Berbeda dengan Lita yang terus bercerita tentang sinetron kesayangan yang membuat dirinya kesal sampai melempar layar televisinya dengan sandal jepit, Ru memilih diam, sesekali hanya ber 'hmm' dan 'iya' saja.
"Aku keselnya tuh masa cowoknya lebih milih selingkuhan dari pada istrinya sendiri!! Untung aja cuma di tipi, kalo ada di depan ku.. Tak bejek-bejek orang kayak gitu! Kamu emang nggak nonton tipi semalem Ru?"
"Nggak Ta."
"Ru, aku mau tanya ke kamu. Kenapa kamu masih bertahan sama Raden yang kehilangan kewarasan dalam dirinya? Suamimu itu sinting lho Ru! Dan kamu lebih sinting dari Raden karena masih mau dijadiin keset sama dia!"
Mendengar pembahasan sudah di luar jalur, Ru sedikit memaksakan senyumnya.
"Kamu sendiri yang bilang kalau Raden itu sinting, ya udah.. Aku cukup diem aja. Itung-itung ngerawat orang gila dan keluarganya." Jawab Ru santai.
"Mau sampai kapan kamu kayak gitu? Kamu masih muda, belum punya keturunan juga yang mengharuskan kamu bertahan sama si Raden.. Terus alasan apa yang bikin kamu ngotot mempertahankan hubungan mu itu? Kamu segitu cintanya sama si tukang ngetemin mbak janda?" Rutuk Lita kesal.
"Bukan cinta sih Ta. Udah ilang rasa itu.. Sekarang aku hanya melakukan tugasku aja sebagai seorang istri. Tanpa melibatkan perasaan di dalamnya. Udah mati rasa aku sama dia."
"Kenapa nggak pisah aja?"
"Pisah? Bercerai maksud kamu?"
"Iya lah! Kok kamu jadi bego gini sih, kebanyakan kumpul orang sinting sih.. Makanya ketularan!"
"Kata almarhumah ibu.. Aku disuruh nikah sama orang sekali saja seumur hidup.."
"Itu kalau laki mu tanggung jawab sama kamu pe'a!! Ibu mu bilang gitu karena beliau dulu percaya kalau Raden bisa jadi suami yang baik buat kamu, tapi nyatanya kan enggak! Mau bertahan sama orang kayak gitu seumur hidup mu?? Entah di sini tuh Raden yang sinting atau kamu yang goblok. Maaf aja ya Ru, aku bukan nyampuri urusan rumah tangga mu.. Tapi aku cuma kasihan lihat kamu.. Ingat Ru, selain teman aku juga masih saudaramu. Aku peduli sama kamu."
Ucapan Lita terus berputar di kepala Ru, hingga tak terasa mereka sampai di kebun belimbing milik juragan Maulana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
🇮 🇸 💕_𝓓𝓯𝓮ྀ࿐
adooooh. laki macam taiiii. tonjok ruu tonjooook.
2024-06-29
22
🙃😉
kasihan...
2024-07-03
15
Ezza
gedek juga lama"
2024-05-30
2