Hari ini Ru diajak tetangganya bernama Lita memanen singkong milik juragan kaya raya di pinggiran kota tempat mereka tinggal. Tak menolak karena memang dia butuh uang, Ru mengiyakan pekerjaan yang ditawarkan Lita untuknya. Memang bukan pekerjaan tetap dengan gaji besar tapi setidaknya beberapa lembar uang puluhan ribu bisa dia dapatkan jika mau ikut gerakin badan di kebon singkong milik juragan Maulana.
"Kamu mbontot Ru? Ngapain? Kan nanti kita dikasih sarapan sama makan siang sama mandornya di sana." Lita heran melihat perbekalan yang ada di tas Ru.
"Biarin lah Ta, daripada nasinya nggak kemakan juga." Ru menjawab sekenanya.
"Lho emang suamimu 'si Raden yang nggak perkasa' itu nggak makan di rumah?" Tanya Lita mulai terengah-engah karena jalan yang mereka tapaki sedikit terjal mendaki.
"Kalau menurut dia di rumah nggak ada apa-apa ya dia ngempan di rumah emak bapaknya." Keringat mulai mengucur di kening Ru juga Lita.
"Aduh.. Ini masih jauh nggak Ta? Kok perasaan lama banget kita jalan." Ucap Ru berusaha mengalihkan pembicaraan juga penasaran di mana letak kebun singkong milik juragan Maulana itu berada.
"Bentar lagi sampai. Lagian kamu juga sih, aku ajak berangkat pagi biar bisa ikut mobil engkel juragan Maulana tapi kamu kelamaan ngendon di rumah! Repot sendiri kan jadinya."
"Aku nyuci dulu Ta, kalau sehari nggak nyuci rumah ku udah kayak tempat penampungan baju bekas pakai! Baju ada di kursi, di ranjang, di pinggir bak mandi, pernah naruh celana kotor di atas mejikom." Keluh Ru akhirnya membuka aib suaminya sendiri.
"Eh buset, suamimu ada gila-gilanya ya. Kok sembarangan gitu naruh baju celana kotor, emang nggak ada keranjang tempat baju kotor di rumah mu? Minimal ember lah." Lita tak percaya dengan apa yang dia dengar.
"Ada. Tapi kalo naruh baju kotor itu di tempatnya, nanti babu nya ini nggak ada kerjaan dong." Sambil tersenyum masam.
Lita bukan prihatin malah tertawa terbahak-bahak oleh kalimat yang tidak ada lucu-lucunya menurut Ru.
"Sakit nih anak." Ru geleng kepala.
Tiba di lahan luas dengan hamparan tumbuhan bernama ilmiah manihot utilissima, Ru dan Lita segera ikut nimbrung dengan para pekerja yang lain untuk memulai pekerjaan mereka.
Bertarung dengan teriknya sinar sang surya di siang hari bukan hanya menguras tenaga dan menciptakan cucuran keringat saja tapi juga bisa meningkatkan level emosi di dalam hati yang mudah naik ke ubun-ubun.
"Ruuu! Udah sini makan dulu, nyabut singkongnya nanti lagi. Sama mandor udah disuruh ngaso!" Lita berteriak mengalahi nyaringnya suara Tarzan ketika memanggil para teman di hutan.
"Kamu duluan Ta, masih tanggung ini. Tinggal satu pohon lagi!" Suara Ru juga sama ngegasnya seperti Lita. Suara lantang mereka akan berguna jika mereka ikut kampanye pemilu!
Dengan kekuatan ditumpukan pada kedua tangannya, Ru berusaha mendongkrak pohon singkong ramping, kecil, mungil di depannya. Namun ternyata semua tidak semudah yang Ru bayangkan.. Bukannya berhasil menarik paksa pohon yang tingginya tak lebih dari tinggi badannya, Ru malah terpelanting ke belakang. Dia jatuh terjungkal tidak berhasil mencabut singkong dari tanah.
"Kamu itu ngapain ngejengkang begitu? Masa kecil kurang bahagia apa gimana?"
Suara yang belum pernah Ru dengar sebelumya. Ru sampai mendongak untuk melihat siapa pemilik suara tersebut.
"Bangun. Bisa sendiri kan?"
"Bisa bisa pak Man bisa." Jawab Ru asal.
"Man? Siapa Man?"
"Lha bapak ini, bapak mandornya di sini kan?"
"Kamu nggak tau siapa aku?" Lelaki tadi sungguh kehilangan pesonanya di depan Ru.
"Tau. Bapak ini mandor." Lagi-lagi bicara ceplas-ceplos tanpa tahu jika orang yang dia ajak bicara adalah pemilik kebun singkong juga beberapa hektar tanaman palawija lainnya.
"Makan dulu sana. Waktunya makan ya makan. Kerja dilanjut lagi nanti." Lelaki bernama Maulana itu pergi tanpa memberi tahu siapa dirinya.
"Iya pak Man. Terimakasih sudah ngasih saya kerjaan di sini. Besok boleh ikut nyabut singkong lagi kan pak?" Kata Ru yang sudah ditinggal pergi beberapa langkah oleh Maulana.
"Boleh." Jawab Maulana singkat.
Bukan main senangnya hati Ru. Dia bisa kembali bekerja esok harinya. Dengan suka cita dia berjalan ke tempat di mana Lita dan pekerja lain menikmati makan siang.
Sebuah nasi bungkus dengan lauk telur balado dan sayur nangka membuat nafsu makan Ru meningkat. Lagi pula tadi pagi dia juga belum sempat sarapan karena terburu-buru setelah Lita nyamperin dirinya. Ketika ingin menyuapkan nasi ke dalam mulut, Ru ingat jika dia membawa bekal dari rumah. Tak ambil pusing dengan pandangan orang lain padanya, dia mengeluarkan bekal nasi putih sambel terasi dan tempe goreng berselimut tepung yang sudah mentul-mentul bentuknya akibat terlalu lama disimpan dalam plastik bening dalam keadaan panas.
"Kamu makan dua porsi? Jatah dua hari kamu libas dua menit." Lita geleng kepala.
"Sayang Ta, beras mahalnya bukan main. Basi di dalam perut masih mending besok paginya keluar dalam bentuk lain. Dari pada basi di luar terus kebuang."
Lita melongo mendengar penuturan Ru.
"Eh Ta, aku tadi ketemu mandornya. Dia baik ya Ta, besok aku boleh ikut nyabut singkong lagi lho." Ucapnya setelah meneguk setengah botol air mineral yang disediakan untuk para pekerja.
"Mandor? Di mana kamu ketemunya?"
"Di sana. Tadi. Pas aku kejengkang gara-gara nggak kuat nyabut singkong terakhir. Kenapa?"
"Orangnya itu bukan?" Lita menunjuk ke arah bapak tua dengan separuh uban di kepalanya. Gigi emas sebagai tanda kesejahteraan, menurut orang itu sendiri tentunya.
"Bukan. Orangnya ganteng. Masih muda. Keliatan sopan. Ya ampun, itu siapa yang kamu tunjuk? Giginya bikin silau alam semesta!"
Meski dengan suara tak jelas karena bicara bercampur tertawa. Lita menjawab pertanyaan Ru, "Heh ragi tempe, itu tuh mandor kita dul! Matamu udah rabun apa gimana kok ngatain pak Slamet ganteng dan masih muda huahahaha."
"Kok Slamet? Aku tadi manggil dia Man. Pak Man."
"Anjir Man siapa lagi? Gila kamu bakat jadi pelawak Ru.. Aduh perutku." Lita masih ngakak so hard.
"Man. Singkatan dari mandor! Nah itu dia.. Liat Ta Lita, liat itu lho mandor yang tadi ngijinin aku besok nyabutin singkong di sini lagi." Ru menunjuk diam-diam ke arah lelaki yang berjalan pelan ke arah Slamet, mandor yang sesungguhnya.
"Anjir anjir.. Itu mah mas Maulana guambleh! Dia bos kita! Yang punya kebon ini! Besok tuh kita nggak lagi nyabutin singkong Ru, kita panen belimbing di tempat lain. Kamu di suruh ke sini bukaan buat nyabut singkong kali Ru.."
"Lha terus?"
"Nyabutin bulu idungnya pak Slamet itu hahahaha."
"Mulutmu Ta, belum pernah rasain disumpal sama singkong kan?!" Bukannya marah, Lita malah tertawa makin menggema. Jika orang tidak tahu, pasti mengira Lita kena sawan jin yang menunggu pohon singkong saking absurdnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 82 Episodes
Comments
maya ummu ihsan
tas nemu lapakmu thor.. gak sengaja liwat d beranda..ta cobak klik 31+ eh boleh juga.. lha kok apik...akhire coba buka judul lain eh tenan to apik ceritane
....
2025-02-01
1
piyol🤸🤸
apik kak .. tak kasih bunga ya , tipis² penting gawe kak otor semangat berkarya mneh 💃💃💃
2025-01-31
1
Ervin𝐙⃝🦜
lyta lambaikan ketek mu ke kamera
2024-07-10
21