CINTA IMPIAN ALEYA

CINTA IMPIAN ALEYA

BAB 1

Diyan tentu tidak bisa mengatakan bahwa ia memiliki perasaan pada Aleya karena perasaannya masih belum sampai sejauh itu. Dia hanya tertarik dan tidak pernah merasa bosan setiap kali ia melihat Aleya.

Mungkinkah hal tersebut karena dia sudah mulai menyukainya? Diyan belum ingin memberikan asumsi yang kurang tepat dan kurang jelas. Ia masih perlu menata perasaannya lebih baik daripada siapapun terlebih dulu.

"Perasaanku belum sampai kesana, ibu." Ucap Diyan akhirnya.

Vanny sudah bertanya dengan sangat bingung.

"Kalau begitu kau sebaiknya menyerah! Biarkan saja kedua calonnya yang lain yang saling memperebutkan wanita itu. Hingga kau tidak perlu menurunkan eksistensimu untuk wanita itu. Aku masih tidak suka ketika pihak mereka mendadak mengubah aturannya, Ryan."

Vanny sudagh berulang kali mengatakan hal tersebut dan semuanya sangat membuat kepala Diyan berat dan lelah. Diyan kemudian meminta ibunya yang seharusnya menyerah.

"Sudah, ibu. Tolong jangan memojokkan dan mendesakku kembali. Bukankah sejak awal pernikahan ini adalah keinginan kalian. Dan bila saat ini ada sedikit perubahan. Kalian sebagai pihak yang lebih menyetujui danmenyetujuinya, bukankah lebih baik menerimanya?"

Vanny kemudian menyentuh lehernya yang mendadak menjadi keram karena mendengar uvapab putranya yang begitu menusuk.

Semua perkataannya itu memang mungkin ada benarnya. Namun bukankah sekarang mereka masih bisa membuat semacam perubahan dan menarik diri ketika masalahnya masih baru?

Wenddy sudha meminta istrinya untuk tentang dan bersabar.

"Kau sebaiknya tidak terlalu terbawa emosi dan situasi, Van. Kita lebih baik percayakan semuanya pada Diyan. Dia sudah cukup dewasa dan tahu mana yang harus dia lakukan. Bukankah saat ini kau seharusnya berbahagia?" tanya Wenddy dengan segala tatapan senangnya yang walaupun dari awal sempat sangat meragukan keputusan ini.

Namun secara naluriah Wenddy merasakan adanya cukup banyaka harapan bagi putranya untuk bisa memenangkan kompetisi semacam ini. Diyan sudah menatapnya dengan tatapan yang menyidik. Dan Vanny dengan tatapan yang bingung hingga tidak mengerti.

"Apa maksudmu?" tanya Vanny dengan cepat bertanya karena penasaran. Wenddy sudah menjawabnya setelah ia menutup koran pagi yang baru saja dibacanya saat malam menjelang.

"Fakta bahwa Diyan masih tertarik pada wanita. Bukankah kita seharusnya masih cukup senang dengan hal tersebut?

Diyan sudah menatap ayahnya dengan pandangan malas karena sejak ayahnya mengajukan pertanyaan, Diyan sudah bisa menduga ke arah mana pembicaraan seperti ini akan mengarah. Hingga kemungkinan selanjutnya yang akan terjadi.

Ibu Diyan, Vanny sudah mengangguk dengan senang ketika ia melihat putranya itu kini terlihat berbeda.

Diyan sduah menatap ibunya dengan tatapan frustasi.

"Apa sebenarnya yang ibu maksudkan dengan arti tatapan ibu yang mengerikan itu?"

Diyan melihat dengan sangat jelas keceriaan yang justru terlihat cukup mengerikan di matanya.

"Jika seperti itu, ibu akan terus mendukungmu. Perjuangkan apa yang bisa kau perjuangkan dan lakukan apapun yang ingin kau lakukan," ungkap Vanny.

"Ibu tidak akan memaksamu lagi. Namun seperti kata ayahmu, jika kau ingin menyerah dan mencari wanita lain. Kami dengan sangat senantiasa pasti akan membantumu."

Diyan langsung menolak dengan cepat.

"Tidak. Terimakasih, Bu. Itu belum perlu,"

Vanny lalu memutuskan untuk menyerah kemudian bertanya kembali.

"Tapi, boleh ibu tahu siapa saja calonnya suaminya yang lain? Apa benar yang dikatakan oleh ayahmu. Bahwa calonnya adalah seorang dokter dan juga artis?" tanya Vanny dengan sikap menilai. Vanny masih sangat yakin bahwa putranya itu pasti akan jauh lebih unggul daripada pesaingnya yang lain.

Diyan hanya mengangguk pelan dan mengiyakannya.

"Ya,"

Vanny lalu menggeleng dengan cepat.

"Semoga saja waktu 3bulan itu tidak lama dan menyulitkanmu, Sayang. Ibu harap masalah ini cepat berakhir dan keputusan akhir segera keluar. Dimana hasilnya adalah kemenanganmu dan kebahagianmu. Ibu akan selalu mendoakanmu," ungkap Vanny akhirnya yang walaupun pada awalnya sangat menyetujui perjodohan tersebut. Namun karena munculnya calon saingan yang lain, Vanny sudah memutuskan bahwa persaingan tersebut kurang sehat.

Diyan kemudian meminta kedua orangtuanya untuk keluar dan beristirahat karena dia juga akan melakukan hal yang sama.

Vanny agaknya nampak sedikit kecewa.

Ia sebenarnya masih ingin mengajak putranya itu bicara. Namun karena dia melihat tanda waktu telah mengarah pada pukul 10 malam. Vanny akhirnya memutuskan untuk menyerah dan menurut.

"Ayo, ayah! Kita pergi," ajak Vanny pada suaminya. Wenddy pun menurut. Dan mereka langsung berjalan pergi meninggalkan kamar kerja Diyan dengan beberapa wejangan.

"Jangan lupa untuk beristirahat lebih cepat, Sayang. Bekerja sampai terlalu malam, kurang baik untuk kesehatanmu."

Namun setelah kepergian kedua orangtua Diyan belum juga kunjung langsung lelap. Ia masih mengerjakan beberapa pekerjaan kantornya sejenak. Sebelum semua materi tersebut akan ia persentasikan besok pagi.

Diyan kemudian tidak sengaja membuka dokumen tentang profil data dan foto calon tunangannya. Ia mendadak jadi teringat pada pengaturan jadwal kencan yang telah diatur oleh sekretaris Aleya tadi siang untuk mereka.

"Aku akan menantikan nge-date kita, Aleya." Gumam Diyan sembari menatap foto Aleya dengan seulas senyum tipis. Ia kemudian melanjutkan pekerjaannya kembali ketika ia merasa masih perlu waktu sekitar setengah jam lagi untuknya bisa merampungkan seluruh pekerjaan saat ini.

***

Pukul sepuluh pagi Ika sudah marah-marah di teleponnya. Menceramahi putrinya yang hanya memberikan waktu 2jam untuk pasangan kencannya melakukan dating. Ika langsung saja memarahinya ketika ia baru saja mengetahui hal ini barusan, ketika ia menghubungi Martha.

Aleya reflek melirik ke arahnya. Dan Martha reflek membuang mukanya.

"Apa maksud Mom?" tanya Aleya dengan sejumput perasaan lelah.

Aleya tahu bahwa Martha baru saja melapor sesuatu pada ibunya. Sehingga untuk mengajukan protes padanya juga, ia lalu bangkit berdiri dan berjalan ke arah Martha yang saat ini sedang berada di ruang kerjanya untuk mengecek beberapa laporan dan mencocokkannya.

Aleya yang menyadari hal tersebut hanya bisa tersenyum dan sedikit terkekeh.

"Mom tidak suka dengan caramu mengatur jadwal Monic. Bagaimana mungkin kau bisa mengatur jadwal kencanmu hanya dua jam. Bayangkan. Hanya dua jam!" Ika mengulang beberapa kata-kata pentingnya dengan sengaja.

Aleya langsung menghela napas.

"Oh, ayolah Mom! Waktu dua jam sudah lebih dari cukup. Bukankah terkait waktu aku sudah sangat royal?" ungkap Aleya yang merasa tidak ada yang salah dengan pengaturan waktunya dan tindakannya.

Namun, Ika masih nampak ingin terus mempermasalahkannya?

Logikanya seolah hanya mau berjalan sebagaimana mestinya sesuai yang dia inginkan. Begitu juga dengan ibunya.

"Tapi ini tidak bisa disebut sebagai dating!! Apa kau tidak bisa membedakannya? Kau bukan sedang melakukan meeting dengan klienmu. Tapi berkencan dengan teman dating-mu. Kau ingin pihak mereka menertawakan kita?" protes Ika.

Yang mana, Ika harus menggunakan segala bujuk dan paksaannya untuk membuat putrinya itu bisa merubah keputusannya. Ibu dan anak punya kekeraskepalaan yang hampir sama.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!