"Aku tidak merusaknya, Sayang. Aku hanya mengingatkannya," ungkap Ika saat sarapan pagi mereka. Ucapan tersebut jelas cukup bertolak belakang dengan apa yang dirasakan Aleya.
Sehingga ketika telepon kedua Ika masih tetap sama dengan isi pikirannya di teleponnya yang pertama. Aleya hanya bisa menggeleng tidak percaya.
"Bagaimana aku bisa tidak mengajukan protes kembali, ketika kau masih saja tidak mendengarkanku?" teriak Ika cukup marah. Intonasi tinggi terdengar jelas dar sambungan telepon tersebut.
Aleya akhirnya bisa mengerti dengan baik kenapa dan bagaimana ibunya bisa begitu kesal dan jengkel. Karena calon pilihannya lah yang menjadi pasangan dating-nya yang pertama? Karena sebab itu Ika begitu marah padanya?
Aleya memijat pelan keningnya dengan perasaan sedikit lelah.
"Aku jelas telah meminta Martha untuk mengatur jadwalmu dengan baik. Namun dia bahkan hanya memberikan waktu selama dua jam untukmu melakukan dating pertama. Kau pikir hanya sedang melakukan pertemuan pendek dalam kencan buta?" ungkap Ika sangat sadar.
Serangkaian protes itu membuat kepala Aleya terasa berat.
Ika memang belum pernah melakukan kencan buta dengan siapapun. Namun berdasarkan dari beberapa informasi yang berhasil ia dapatkan dan desas-desus dari teman-temannya yang pernah menjalani hal tersebut.
Kencan buta biasanya memang hanya terjalin dalam waktu singkat dan saling menginformasikan data pribadi dua belah pihak untuk lebih bisa mengenal satu sama lain dengan lebih baik.
Waktu singkat tersebut mengingatkan Ika pada semua momen semacam itu. Keinginannya untuk bisa memahami situasi Aleya agaknya cukup sulit.
Aleya bisa mengakhiri ceramah panjang tersebut dengan akhir putusan yang hanya berujung pada penambahan jadwal kencan sedikit lebih panjang yaitu selama kurang lebih 4jam. Itu adalah toleransi yang paling besar yang diberikan Aleya karena ibunya.
Keduanya sama-sama berjuang pada keinginan masing-masing dan keputusan akhir semacam itu akhirnya dibuat dengan sangat terpaksa.
Walau kesal Aleya tetap harus menerima keputusan tersebut dengan lapang dada. Aleya sudah melihat Arivin mengeluarkan sesuatu dari dalam tas besarnya. Dia mengeluarkan sebuah mantel panjang berwarna hitam dan kacamata hitam yang telah dia sediakan sebelumnya.
Mengenakannya dan menunjukkannya dengan yakin pada Aleya.
Aleya sudah menatap gelagatnya tersebut dengan pandangan aneh.
"Apa-apaan ini? Apa yang kau kenakan?" tanya Aleya kurang paham.
Arivin sudah memberikan sedikit penjelasan.
"Hanya untuk mengelabui dan tolong jangan menertawakanku. Karena aku melakukannya untuk melindungi kita berdua. Kau tidak ingin seseorang mendadak mengenali kita bukan?"
Aleya nampak berpikir sejenak dan akhirnya paham.
"Kau benar. Karena itu sembunyikan dirimu dengan sangat sempurna dari paparazi dan penggemarmu. Aku tidak ingin menjadi sorotan," ungkap Aleya dengan sangat perlu dengan peringatan.
Aleya juga menambahkan.
"Jangan naik wahana yang terlalu ekstrim!"
Peringatan tersebut sudah membuat Arivin membulatkan matanya dengan rasa terkejut dan senyum sedikit takjub hingga jahil.
"Kenapa? Apa nyalimu tidak cukup berani?" tanya Arivin.
Ia sendiri tidak mengira bahwa Aleya ternyata tidak cukup berani untuk menaiki wahana yang ekstrim. Pribadinya yang keras dan terkesan berani tersebut ternyata takut pada serangkaian wahana permainan anak-anak yang menurutnya kurang bermutu ini?
"Karena itu kau sempat kesal padaku karena aku mengajakmu kemari?" tanya Arivin dengan penuh maksud.
Aleya sudah menatapnya tajam untuk memberikan pengawasan.
"Aku hanya tidak suka dengan wahana yang mengocok perutku. Hingga wahana berputar yang akan membuat kepalaku pusing. Aku punya penyakit anemia," ucap Aleya mengungkapkan sebabnya.
Arivin lantas mengangguk mengerti dan mengulaskan sebuah senyum yang lebar.
"Oke! No problem. Ternyata seperti itu. Dan aku akhirnya bisa mengerti. Kita lebih baik naik itu saja!"
Arivin menunjuk sebuah permainan istana boneka untuk menjadi tempat destinasi mereka yang pertama. Mengamati dengan cukup teliti barisan yang sedikit panjang. Arivin agaknya sedikit merasa bersyukur karena hari ini bukanlah hari libur.
Sehingga jumlah pengunjung dan antriannya tidak sepanjang yang ia cemaskan.
"Kita beruntung karena masih bisa menggunakan free-pass (kartu bebas antrian/kartu antrian cepat). Ayo!" ajak Arivin penuh semangat.
Aleya sudah mengamatinya dengan sangat serius dan bertanya.
"Apa jangan-jangan sebenarnya kau mengajakku kemari, karena kau sendiri yang begitu ingin pergi kemari?" tanya Aleya yang menaruh curiga pada kemungkinan tersebut setelah melihat ketertarikan Arivin.
Arivin lebih terlihat antusias dibandingkan dirinya. Sehingga Aleya menaruh curiga mungkin saja pria itu sengaja mengajaknya ke tempat bermain untuk melampiaskan keinginan terpendamnya yang ingin menjadi seperti seorang anak kecil kembali.
Dicurigai seperti itu, Arivin justru terkekeh dengan malu-malu di balik kacamata hitamnya.
"Maafkan aku. Tapi aku pikir kau juga suka tempat seperti ini. Karena setahuku rata-rata wanita.."
Aleya langsung menyelak.
"Bukankah aku sudah mengatakan padamu untuk tidak menyamaratakan aku dengan semua wanita yang sudah pernah kau kenal?"
Arivin langsung segera menyumbat kuping sebelahnya dan mengangguk beberapa kali.
"Ya.. ya.. ya. Baiklah aku mengerti dan sangat mengerti. Tapi apa kau perluterus mmengulang kalimat yang sama?" tanya Arivin dengan segenap kekesalan yang ia tahan.
Aleya sudah berjalan mendahuluinya dan melangkah masuk dalam permainan istana boneka yang ditunjuk Arivin dengan menggunakan tanda free-pass miliknya.
Arivin kemudian berteriak memanggil.
"Nuna! Tunggu sebentar! Bukankah saat ini kita sedang dating? Tapi kenapa kita malah berjalan sendiri-sendiri?" tanya Arivin sembari mengejar sosok yang sudah berada cukup jauh di depannya.
Arivin juga sibuk menutupi dirinya dengan topi hitam ketika ia melewati beberapa kerumunan gadis muda. Arivin mengakui dirinya sangat takut bila dikenali tapi juga dialah yang memancing keadaan dengan mengajak Aleya ke tempat umum semacam ini.
Aleya bahkan sempat mendengat beberapa gadis muda seolah melirik ke arah mereka sampai beberapa kali. Aleya lantas bertanya pada Arivin.
"Apa kau bisa jelaskan mengapa mereka melirik ke arah kita, terutama ke arahmu sampai seperti itu?" tanya Aleya dengan lirikan yang tidak ia lepaskan dari beberapa gadis asing yang menatap ke arah mereka.
Arivin sudah sibuk bersikap tenang dan menutupi dirinya dengan usaha yang sangat keras.
"Apa? Apa?" tanya Arivin pura-pura tidak tahu dan berharap-harap cemas.
Arivin kemudian bertanya.
"Apa mungkin mereka mengenaliku? Atau apa mereka adalah salah satu fans-ku?" tanya Arivin dengan sangat serius. Saat ini dia bukan sedang bercanda dan bukan juga sedang ingin membanggakan dirinya.
Namun jika ia memang benar dan dikenali. Mereka paling tidak harus segera sembunyi. Arivin tidak ingin memunculkan sebuah skandal. Dan Arivin juga belum ingin mengumumkan peresmian hubungan mereka yang masih belum memiliki status.
Aleya langsung mencibir dan menegurnya.
"Tentu saja mereka melihatmu sampai kelebihan seperti itu karena penampilanmu yang begutu mencolok. Apa kau tidak bisa menurunkan tudung hitammu itu dengan segera?"
Arivin saat ini terlihat begitu mencolok dan mengundang banyak perhatian. Dia tidak hanya mengenakan pakaian serta hitam di luar pakaian normalnya yang manis. Dia juga mengenakan topo hitam, kacamata hitam, dan bahkan masker hitam sekaligus tudung besar berwarna hitam yang berasak dari mantelnya yang panjang melebihi panjang tubuhnya hingga selutut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments