NovelToon NovelToon

CINTA IMPIAN ALEYA

BAB 1

Diyan tentu tidak bisa mengatakan bahwa ia memiliki perasaan pada Aleya karena perasaannya masih belum sampai sejauh itu. Dia hanya tertarik dan tidak pernah merasa bosan setiap kali ia melihat Aleya.

Mungkinkah hal tersebut karena dia sudah mulai menyukainya? Diyan belum ingin memberikan asumsi yang kurang tepat dan kurang jelas. Ia masih perlu menata perasaannya lebih baik daripada siapapun terlebih dulu.

"Perasaanku belum sampai kesana, ibu." Ucap Diyan akhirnya.

Vanny sudah bertanya dengan sangat bingung.

"Kalau begitu kau sebaiknya menyerah! Biarkan saja kedua calonnya yang lain yang saling memperebutkan wanita itu. Hingga kau tidak perlu menurunkan eksistensimu untuk wanita itu. Aku masih tidak suka ketika pihak mereka mendadak mengubah aturannya, Ryan."

Vanny sudagh berulang kali mengatakan hal tersebut dan semuanya sangat membuat kepala Diyan berat dan lelah. Diyan kemudian meminta ibunya yang seharusnya menyerah.

"Sudah, ibu. Tolong jangan memojokkan dan mendesakku kembali. Bukankah sejak awal pernikahan ini adalah keinginan kalian. Dan bila saat ini ada sedikit perubahan. Kalian sebagai pihak yang lebih menyetujui danmenyetujuinya, bukankah lebih baik menerimanya?"

Vanny kemudian menyentuh lehernya yang mendadak menjadi keram karena mendengar uvapab putranya yang begitu menusuk.

Semua perkataannya itu memang mungkin ada benarnya. Namun bukankah sekarang mereka masih bisa membuat semacam perubahan dan menarik diri ketika masalahnya masih baru?

Wenddy sudha meminta istrinya untuk tentang dan bersabar.

"Kau sebaiknya tidak terlalu terbawa emosi dan situasi, Van. Kita lebih baik percayakan semuanya pada Diyan. Dia sudah cukup dewasa dan tahu mana yang harus dia lakukan. Bukankah saat ini kau seharusnya berbahagia?" tanya Wenddy dengan segala tatapan senangnya yang walaupun dari awal sempat sangat meragukan keputusan ini.

Namun secara naluriah Wenddy merasakan adanya cukup banyaka harapan bagi putranya untuk bisa memenangkan kompetisi semacam ini. Diyan sudah menatapnya dengan tatapan yang menyidik. Dan Vanny dengan tatapan yang bingung hingga tidak mengerti.

"Apa maksudmu?" tanya Vanny dengan cepat bertanya karena penasaran. Wenddy sudah menjawabnya setelah ia menutup koran pagi yang baru saja dibacanya saat malam menjelang.

"Fakta bahwa Diyan masih tertarik pada wanita. Bukankah kita seharusnya masih cukup senang dengan hal tersebut?

Diyan sudah menatap ayahnya dengan pandangan malas karena sejak ayahnya mengajukan pertanyaan, Diyan sudah bisa menduga ke arah mana pembicaraan seperti ini akan mengarah. Hingga kemungkinan selanjutnya yang akan terjadi.

Ibu Diyan, Vanny sudah mengangguk dengan senang ketika ia melihat putranya itu kini terlihat berbeda.

Diyan sduah menatap ibunya dengan tatapan frustasi.

"Apa sebenarnya yang ibu maksudkan dengan arti tatapan ibu yang mengerikan itu?"

Diyan melihat dengan sangat jelas keceriaan yang justru terlihat cukup mengerikan di matanya.

"Jika seperti itu, ibu akan terus mendukungmu. Perjuangkan apa yang bisa kau perjuangkan dan lakukan apapun yang ingin kau lakukan," ungkap Vanny.

"Ibu tidak akan memaksamu lagi. Namun seperti kata ayahmu, jika kau ingin menyerah dan mencari wanita lain. Kami dengan sangat senantiasa pasti akan membantumu."

Diyan langsung menolak dengan cepat.

"Tidak. Terimakasih, Bu. Itu belum perlu,"

Vanny lalu memutuskan untuk menyerah kemudian bertanya kembali.

"Tapi, boleh ibu tahu siapa saja calonnya suaminya yang lain? Apa benar yang dikatakan oleh ayahmu. Bahwa calonnya adalah seorang dokter dan juga artis?" tanya Vanny dengan sikap menilai. Vanny masih sangat yakin bahwa putranya itu pasti akan jauh lebih unggul daripada pesaingnya yang lain.

Diyan hanya mengangguk pelan dan mengiyakannya.

"Ya,"

Vanny lalu menggeleng dengan cepat.

"Semoga saja waktu 3bulan itu tidak lama dan menyulitkanmu, Sayang. Ibu harap masalah ini cepat berakhir dan keputusan akhir segera keluar. Dimana hasilnya adalah kemenanganmu dan kebahagianmu. Ibu akan selalu mendoakanmu," ungkap Vanny akhirnya yang walaupun pada awalnya sangat menyetujui perjodohan tersebut. Namun karena munculnya calon saingan yang lain, Vanny sudah memutuskan bahwa persaingan tersebut kurang sehat.

Diyan kemudian meminta kedua orangtuanya untuk keluar dan beristirahat karena dia juga akan melakukan hal yang sama.

Vanny agaknya nampak sedikit kecewa.

Ia sebenarnya masih ingin mengajak putranya itu bicara. Namun karena dia melihat tanda waktu telah mengarah pada pukul 10 malam. Vanny akhirnya memutuskan untuk menyerah dan menurut.

"Ayo, ayah! Kita pergi," ajak Vanny pada suaminya. Wenddy pun menurut. Dan mereka langsung berjalan pergi meninggalkan kamar kerja Diyan dengan beberapa wejangan.

"Jangan lupa untuk beristirahat lebih cepat, Sayang. Bekerja sampai terlalu malam, kurang baik untuk kesehatanmu."

Namun setelah kepergian kedua orangtua Diyan belum juga kunjung langsung lelap. Ia masih mengerjakan beberapa pekerjaan kantornya sejenak. Sebelum semua materi tersebut akan ia persentasikan besok pagi.

Diyan kemudian tidak sengaja membuka dokumen tentang profil data dan foto calon tunangannya. Ia mendadak jadi teringat pada pengaturan jadwal kencan yang telah diatur oleh sekretaris Aleya tadi siang untuk mereka.

"Aku akan menantikan nge-date kita, Aleya." Gumam Diyan sembari menatap foto Aleya dengan seulas senyum tipis. Ia kemudian melanjutkan pekerjaannya kembali ketika ia merasa masih perlu waktu sekitar setengah jam lagi untuknya bisa merampungkan seluruh pekerjaan saat ini.

***

Pukul sepuluh pagi Ika sudah marah-marah di teleponnya. Menceramahi putrinya yang hanya memberikan waktu 2jam untuk pasangan kencannya melakukan dating. Ika langsung saja memarahinya ketika ia baru saja mengetahui hal ini barusan, ketika ia menghubungi Martha.

Aleya reflek melirik ke arahnya. Dan Martha reflek membuang mukanya.

"Apa maksud Mom?" tanya Aleya dengan sejumput perasaan lelah.

Aleya tahu bahwa Martha baru saja melapor sesuatu pada ibunya. Sehingga untuk mengajukan protes padanya juga, ia lalu bangkit berdiri dan berjalan ke arah Martha yang saat ini sedang berada di ruang kerjanya untuk mengecek beberapa laporan dan mencocokkannya.

Aleya yang menyadari hal tersebut hanya bisa tersenyum dan sedikit terkekeh.

"Mom tidak suka dengan caramu mengatur jadwal Monic. Bagaimana mungkin kau bisa mengatur jadwal kencanmu hanya dua jam. Bayangkan. Hanya dua jam!" Ika mengulang beberapa kata-kata pentingnya dengan sengaja.

Aleya langsung menghela napas.

"Oh, ayolah Mom! Waktu dua jam sudah lebih dari cukup. Bukankah terkait waktu aku sudah sangat royal?" ungkap Aleya yang merasa tidak ada yang salah dengan pengaturan waktunya dan tindakannya.

Namun, Ika masih nampak ingin terus mempermasalahkannya?

Logikanya seolah hanya mau berjalan sebagaimana mestinya sesuai yang dia inginkan. Begitu juga dengan ibunya.

"Tapi ini tidak bisa disebut sebagai dating!! Apa kau tidak bisa membedakannya? Kau bukan sedang melakukan meeting dengan klienmu. Tapi berkencan dengan teman dating-mu. Kau ingin pihak mereka menertawakan kita?" protes Ika.

Yang mana, Ika harus menggunakan segala bujuk dan paksaannya untuk membuat putrinya itu bisa merubah keputusannya. Ibu dan anak punya kekeraskepalaan yang hampir sama.

BAB 2

Namun, Aleya malah nampak tetap bersikap acuh.

"Aku punya jadwal yang sangat sibuk. Dan aku yakin begitu juga dengan sebaliknya. Ibu ingin kami menghabiskan banyak waktu seharian hanya untuk berkencan?"

Berdasarkan informasi dan penjelasan dari Martha, Aleya tahu dengan jelas bahwa ibunya meminta Martha untuk mengosongkan jadwalnya selama satu harian penuh. Namun memangnya apa yang akan mereka lakukan selama itu?

Menghabiskan waktu bersama dan bermain-main?

Hal itu sama sekali tidak menciri-khas-kan dirinya. Dimana ketika ia berpacaran dengan mantannya pun, Aleya tidak pernah menghabiskan waktu yang begitu lama. Bahkan ketika hari ulangtahun mereka berdua yang saling berdekatan.

Kini dia diharuskan untuk beramah-tamah dengan pasangan datingnya?

Pikiran kesal langsung menyelimuti dirinya. Ibunya memang selalu saja tidak pernah berubah. Mengeluarkan banyak aturan hingga memunculkan banyak ide.

"Jangan terus mengaturku, Mom. Karena aku cukup sibuk hingga punya banyak waktu untuk sekedar bermain-main. Aku masih harus bersiap-siap untuk launching produk kami yang baru," ungkap Aleya menjelaskan detailnya yang lebih logis agar bisa diterima oleh ibunya.

Namun Ika masih sulit untuk menerimanya.

"Tapi..." ucap Ika lirih.

"Tidak ada tapi-tapi. Setelah ini aku masih harus melakukan meeting. Aku harus mengakhiri panggilan telepon ini," tak lama setelah ia berkata seperti itu, Aleya langsung mematikan ponselnya.

Ia kemudian manatap Martha dengan pandangan sangat serius.

"Apa saja yang sudah kau katakan pada ibuku?" tanya Aleya dengan serangkaian tatapan mengintimidasi.

Martha sudah bersikap sedikit menciut. Dia tahu nasibnya akan buruk setelah ini. Martha pun sedikit beralasan dengan asal.

"Bukankah kau bilang ada meeting? Dan bukankah kita masih harus memeriksa semua laporan ini bersama?" tanya Martha dengan segala tatapan ramahnya.

Wajah manis mungkin bisa menurunkan sedikit emosional Aleya. Namun bukan Aleya namanya jika dia termakan ucapan yang tidak bermutu tersebut.

"Kau baru saja ingin meledekku?" tanya Aleya.

Martha langsung menggeleng dengan cepat.

"Siapa yang meledekmu?" tanya Martha tanpa kesetujuan.

Aleya sudah menunjuk dirinya.

"Kau! Siapa lagi?" ucap Aleya.

Martha langsung membalasnya.

"Aku? Kenapa?" tanyanya.

"Karena kau tahu dengan jelas bahwa aku sedang tidak ada meeting pagi hari ini. Tapi memang masih harus mengerjakan setumpuk pekerjaan yang memerlukan tanda tanganku. Kini kau ingin mengajakku untuk meeting bersama? Meeting semacam apa?"

Aleya hanya berkata asal untuk mengelabui ibunya. Namun Martha dengan sengaja ingin mewujudkannya demi membuat segalanya terkesan nyata?

Martha sudah terkekeh dengan lemah. Ia kemudian menyerah untuk mencoba memanas-manasi.

"Aku hanya mencoba memberikan usul. Mungkin saja ibumu sedang mengawasimu entah dimana. Sehingga aku perlu merealisasikan ucapmu agar bila tiba-tiba saja di mengecek keadaanmu. Seseorang entah siapa bisa menyamakan suaranya dengan ucapanmu tersebut. Kau tidak ingin mencobanya?" tawar Martha.

Dimana mereka berdua sama-sama tahu bahwa kapanpun dan dimanapun Aleya bisa melakukan meeting bersama dengan seluruh karyawannya. Martha hanya perlu mengumpulkan personilnya.

Namun usulan tersebut langsung ditolak oleh yang bersangkutan.

"Aku tidak memerlukan usul semacam itu! Yang aku butuhkan adalah penutup mulut untukmu. Karena jika bukan kau. Siapa lagi yang akan ditanyai oleh ibuku? Sekretarisku yang lain?" tanya Aleya dengan serangkaian tuduhan yang Aleya sangat yakin bahwa hal itu adalah benar.

Ika memang kelap kali bertanya banyak hal pada Martha. Dan Martha seperti biasanya memang sering kali mengatakan apapun yang ada dipikirkannya. Hingga menjawab pertanyaan apapun yang ditanyakan oleh ibunya.

"Kau masih ingin mengatakan bahwa mungkin saja ada oranglain yang menjadi mata-mata ibuku. Jika yang kau bicarakan itu adalah dirimu sendiri?" tanya Aleya dengan tatapannya yang penuh penyerangan.

Aleya sudah berjalan ke tempat duduk lain untuk duduk berhadapan dengan Martha di ruang tamunya dan membuka kembali beberapa laporan yang telah disediakan oleh Martha untuknya.

Dan Martha yang sibuk menelusuri langkah Aleya membalas tuduhan tersebut dengan tersenyum kecut.

"Seperti yang sudah kau tahu. Bagaimana mungkin aku bisa berbohong atau mengakali ibumu? Dia seperti punya indra ke-enam dan dia selalu berhasil tahu bila aku sedang membelamu atau menyembunyikan sesuatu. Aku hanya mengatakan dengan yakin bahwa semua jadwal datingmu telah diatur dengan sempurna. Namun apa kau tahu apa yang dikatakan padaku setelahnya?" tanya Martha dengan segala gagasan yang mendadak tersendat di tengah-tengah.

Martha seketika lupa harus mengerjakan apa karena tuduhan yang begitu memojokkannya. Aleya sudah mengangkat wajahnya untuk mengamati Martha.

Dari tatapannya itu, Martha tahu dengan jelas bahwa Aleya sedang meminta penjelasan lebih darinya. Martha pun akhirnya melanjutkan.

"Dia meminta seluruh jadwalmu selama seminggu ini," ucap Martha pelan.

Aleya langsung bertindak hiperhola dengan berteriak.

"Apa?" teriak Aleya.

Martha langsung menambahkan.

"Dia juga memintaku untuk mengirimkannya saat itu juga padanya tanpa memintaku menutup telepon. Tidak ada negosiasi dan tidak ada pengunduran waktu. Sehingga aku yang tidak memiliki waktu dan kesanggupan untuk merevisi hingga memanipulasinya pun terpaksa memberikan agenda mingguanmu padanya. Lantas sekarang kau ingin aku mengatakan apa lagi?" tanya Martha yang selalu kalah bila ia harus berhadapan dengan nyonya bosnya.

Ika selalu punya cara untuk menekannya. Sehingga Martha yang masih menyandang status sebagai karyawannya juga tidak bisa berkutik dan akhirnya menurut.

"Jadi, sekarang kau mengerti bukan bagaimana sulitnya aku menutupi semua rencanamu tersebut?"

Aleya sudah kembali menampilkan wajah datarnya lagi.

Ia sendiri sangat memaklumi tindakan ibunya yang sangat impulsif dan otoriter. Jiwa pemimpin dan dominasi Ika memang selalu berhasil menjatuhkan siapapun yang ia incar. Itu sebabnya, Martha tidak akan pernah berhasil bila melawan ibunya terlepas situasi apapun yang terjadi.

Karena apa? Karena Verinika memegang satu paham yang paling ia junjung tinggi.

'Tidak ada kata tidak dalam kamusnya, setiap kali dia meminta sesuatu.'

Martha sudah mengerti dengan jelas apa arti wajah datar Aleya tersebut. Sifat dan sikap Ika tentu sudah sangat dihafal oleh putrinya sendiri. Sehingga hanya wajah datar dan ekspresi paham saja yang bisa ia tampilkan.

"Kini kau mengerti bukan bagaimana ibumu bisa tahu semua jadwalmu untuk seminggu ini. Dan bagaimana dia sangat marah ketika dia tahu bahwa kau hanya memberikan waktu dua jam untuk waktu kencanmu?"

Aleya sudah bertingkah masa bodoh.

"Aku sama sekali tidak peduli dan tidak mau peduli. Bukankah aku yang menjalaninya?" ucap Aleya.

Ia kemudian melanjutkan.

"Lantas mengapa kata-kataku harus tidak didengarkan. Dan mengapa aku terus harus diatur, bahkan soal waktu kencan bergilirku juga?"

Aleya dengan sangat cepat langsung bisa merasakan jiwanya menjadi wanita penghibur yang berpindah dari satu pria ke pria yang lain bagai wanita panggilan.

"Apa kau pikir semua ini masuk diakal?" tanya Aleya sembari menenggelamkan wajahnya diantara tumpukan dokumen.

Martha menatap Aleya dengan pandangan bingung dan malas.

"Apanya?" tanya Martha.

Aleya langsung menjawab.

BAB 3

"Soal keluargaku. Soal pola pikir mereka. dan soal nasibku juga. Apa kau pikir semua itu masuk akal?" ucap Aleya dengan segenap keinginan untuk berenkarnasi menjadi oranglain. Aleya sangat menginginkan dirinya menjadi oranglain hingga berharap mungkin saja ia bisa menjalani sebuah situasi kehidupan yang berbeda.

Martha hanya bisa menarik garis bibirnya lebih panjang untuk mencoba menghibur dan menyebutkan beberapa point positif yang patut dibanggakan dalam situasi Aleya saat ini.

"Kau seharusnya bersyukur karena kau diberi kelebihan yang banyak dan kelurga yang lengkap untuk menemani keseharianmu. Yang walaupun saat ini cukup kacau dan mengaduk-aduk ketenanganmu. Namun bukankah kau sendiri menyadari dan mengetahui dengan baik bagaimana pedulinya seluruh anggota keluargamu?" ucap Martha dengan segala pikiran positifnya untuk memberikan dorongan pada Aleya.

Aleya hanya mendengar penjelasan itu tanpa bersemangat lalu meminta maaf.

"Nampaknya aku sudah mengingatkanmu pada almarhum orangtuamu. Apa sekarang kau jadi teringat pada mereka?" tanya Aleya dengan seluruh tatapan tida enak hati yang ia lemparkan pada Martha.

Martha tidak nampak ingin mempermasalahkannya.

"Kau tidak perlu cemas. Karena mereka telah lama meninggal. Dan aku kini sudah berhasil membangun keluarga kecilku."

Inilah yang menjadi salahg satu alasannya, mengapa Martha begitu ngotot ingin menikah di usianya yang masih terbilang cukup muda. Di usianya yang masih menginjak 23 tahun. Martha cenderung lebih dewasa dibandingkan dengan para wanita seusianya.

Ketika semua wanita sibuk menikmati waktu pacaran mereka lebih lama dan bergonta-ganti pasangan. Hingga sibuk memikirkan pendidikan mereka dan pekerjaan mereka. Martha justru sibuk meminta mantan kekasihnya yang kini sudah menjadi suaminya untuk menikahinya.

Sangat berani dan sangat open-minded.

Berpacaran dengan cinta pertamanya pada usia remaja. Mereka akhirnya menikah dua tahun setelah mereka telah lulus sekolah. Sembari mengenyam pendidikan di tingkat lanjut. Keduanya pun sama-sama meniti karir secara part-time.

Ekonomi yang kala itu masih belum mapan. Hingga cara pandang oranglain yang menyangsikan pernikahan mereka, agaknya sama sekali tidak mengendorkan keinginan mereka untuk terus melanjutkan keputusan mereka untuk menikah.

Dan lihat hasilnya sekarang. Diusia-nya yang telah menginjak 23 tahun. Martha kini telah memiliki seorang anak perempuan yang imut bernama Steffie yang telah berusia dua tahun?

Aleya selalu menyukai anak kecil. Itu sebabnya terkadang ia sering main ke tempat Martha untuk sekedar memberi hadiah pada anaknya dan bercengkrama sebentar dengan putri mungilnya tersebut.

Martha juga sengaja menyewa seorang pengasuh untuk mengurus putri kecilnya itu ketika ia sedang tidak berada di dalam rumah dan sedang bekerja di kantor. Namun Aleya selalu memberikan kebebasan untuk Aleya meminta waktu cuti atau hari libur untuk mengurus anaknya bila ia berkepentingan.

Hingga mengizinkannya membawa anak perempuannya tersebut ke kantor. Aleya tidak pernah melarang wanita itu untuk melakukannya. Karena Aleya tahu, kini Steffie selalu menjadi yang terpenting dan yang paling berharga untuk sekretaris sekaligus sahabatnya itu.

Namun, Martha yang tahu dan mengerti dengan baik bagaimana aturan sebuah perusahaan harus selalu ia patuhi dan ikuti. Memilih untuk tidak menyalahgunakan izin dan koneksinya, demi agar mendapatkan kenyamanan ketika bekerja.

Martha juga jauh tidak akan bisa berkonsentrasi dengan baik apabila ia membawa anaknya yang masih baby ikut serta.

Aleya sudah menatapnya dengan tatapan menyelidik.

"Kau kini mendadak jadi rindu pada putrimu?" tanya Aleya yang dapat menangkap dengan cepat dan tepat apa yang disiratkan Martha dari tatapannya.

Martha langsung merengut.

"Iya. Aku mendadak jadi teringat pada Fifi-ku yang imut. Boleh aku menghubunginya sejenak?" tanya Martha yang mendadak meminta untuk diizinkan menghubungi putrinya.

Aleya sudah menatapnya dengan pandangan aneh.

"Kau kini ingin menyalahi aturan dengan mencuri-curi waktu kerja?" tanya Aleya dengan sikap bossy-nya.

Martha spontan merengek.

"Bukankah kau yang sebelum ini pernah mengizinkanku untuk absen bila aku menginginkan waktuku bersama dengan putri kecilku? Lantas kenapa sekarang kau menyangkal semua ucapanmu saat ini?" tanya Martha dengan serangkaian sikap protesnya.

Martha sangat tahu Aleya tidak pernah sekalipun menarik perkataan yang sudah terlontar dari mulutnya dalam situasi apapun. Sekalipun terjadi masalah penting dan sekalipun tidak ada yang bisa menggantikan Martha.

Aleya selalu siap untuk menggantikan wanita itu dalam keadaan apapun dan tidak pernah meralat ucapan yang sudah pernah keluar dari mulutnya.

Menghargai setiap momen kebersamaan yang diinginkan Martha untuk bisa selalu bersama dengan buah hati kecilnya. Aleya masih ingat dengan jelas bagaimana susahnya dia membujuk Martha dan suaminya untuk membiarkan Martha tetap menjadi sekretarisnya walaupun Martha baru saja melahirkan seorang anak.

Berbekal masih memerlukan pemasukkan ekonomi yang lebih mendukung dan keingingan terbesar Martha untuk tetap menjadi wanita karir dalam situasi apapun membuat suaminya akhirnya luruh dan tetap membiarkan Martha kembali bekerja.

Beberapa bulan di awalnya memang cukup merepotkan. Karena setelah waktu cuti 3 bulan yang diberikan oleh perusahaan. Martha masih harus mengontrol dan menjaga buah hatinya itu dengan baik.

Aleya bersyukur karena masa-masa itu akhirnya berakhir dan telah kembali menjadi sempurna ketika Martha selalu menjadi yang terdepan dalam mengurus segala jadwalnya tanpa cela. Kinerja Martha yang mengagumkan dan sangat membantu, memang tidak pernah bisa Aleya gantikan dengan oranglain.

Sehingga bila 10 atau 20 tahun mendatang perusahaan ini tetap berjalan. Aleya akan selalu menggunakan jasa wanita itu sampai kapanpun. Dan anggaplah ini sebagai janji pekerjaan untuk seumur hidupnya.

Namun apa-apaan sikap menuntutnya ini? Martha ingin menunjukkan haknya di depan Aleya? Hak atas anaknya? Dan hak atas kebebasannya dalam menghubungi anaknya?

Aleya hanya bisa menghela napas dan membiarkannya.

"Hubungi dia dan lepaskan rasa rindumu padanya sepuasnya. Jangan mengusikku. Dan kerjakan dengan serius pekerjaanmu setelah ini," ucap Aleya pada akhirnya.

Aleya tidak pernah bisa menang bila melawan Martha jika hal tersebut berhubungan dengan besarnya cinta seorang ibu padanya. Walaupun Martha bukan ibu kandungnya, Aleya tidak mungkin 'kan sampai dikutuk menjadi malin kundang karena masalah anaknya?

Dan dengan serangkaian perasaan senang Martha akhirnya bisa berpuas diri dan tersenyum. Dengan kecepatan kilat Martha langsung menghubungi ponsel pengasuhnya dan mengucapkan hallo-halo bandung menggunakan video call.

"Hallo, Juli. Apa Fifie sudah bangun dari tidurnya?" tanya Martha yang telah mengecek waktu dan sangat yakin bahwa sekarang ini adalah waktu bagi Steffie, putrinya untuk tidur sebelum hari menjelang siang setelah ia meminum habis susunya.

Juli yang mendapat pertanyaan langsung menjawab telepon majikannya.

"Dia masih tidur, Nyonya. Mungkin sebentar lagi," balas Juli sopan. Martha langsung menimbulkan wajah kecewa. Dan Aleya sedikit tertawa ketika ia melihat tingkahnya tersebut.

Juli sudah menunjukkan video putrinya yang masih tertidur pada Martha. Martha sedikit terlihat terharu.

"Ah, sayang. Ini mama, sayang. Kau ternyata masih tidur 'ya. Tidur yang nyenyak ya, Nak." Ucap Martha mencoba mengirimkan kata-kata pengantar tidurnya untuk membuat putri kecilnya bisa semakin tidur lebih lelap.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!