...----------------...
Rani menatap Ibunya yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit, semalam sepulang Ia dari kediaman saudara kembarnya Rani memilih pulang ke rumah mereka, rumah peninggalan nenek mereka dari pihak Ibunya.
Setengah malam Ia menumpahkan air matanya, menangis meratapi semua yang sudah terjadi. Baru setelah pagi hari Ia kembali ke rumah sakit.
Rani sudah mengurus semua administrasi agar sang Ibu bisa segera di operasi namun jadwal operasi nya baru di akan di laksanakan esok hari.
" Bu, ini Rani. Rani sudah dapatkan biaya untuk operasi Ibu, Ibu harus kuat dan harus sembuh, demi Rani. Rani tidak punya sesiapa pun di dunia ini. " Bisik Rani pelan sembari menggenggam erat tangan Ibunya.
Sakinah mengidap penyakit yang langka dan baru terdeteksi beberapa bulan lalu, sebenarnya Sakinah sering sakit- sakitan namun Ia selalu menutupinya dari Rani.
Semenjak di usir dari rumah, Ia mengurus Rani kecil sendiri selama ini tanpa ada bantuan dari siapa pun. Belum lagi di tambah beban pikiran nya mengenai penyebab suaminya menceraikan nya secara tiba-tiba.
Siang berganti malam Rani menunggu waktu jadwal operasi, sebelum Dokter membawa Ibunya ke ruang operasi Rani memeluk tubuh lemah Ibunya itu.
Ia mencium kening wanita yang sangat di hormati nya itu sangat lama, detik berganti menit begitupula dengan menit berganti jam.
Rani harap- harap cemas menunggu di ruang tunggu, tepat di depan ruang operasi Bibirnya tak putus merapalkan beberapa ayat suci yang Ia hafal. Berharap semua segera berlalu dan operasi nya berhasil.
Tiba-tiba bayangan malam sebelum nya terlintas di benaknya, Ia mendadak gelisah setelah mengingat kalau Ia tidak mengkonsumsi obat penghambat kehamilan.
Rani terkesiap saat pintu ruang operasi di buka setelah sekian lama, nampak Dokter yang bertugas melakukan operasi pada Ibunya keluar dengan wajah sendu.
Perasaan Rani mulai tak nyaman, Ia langsung berdiri menemui Dokter itu.
" Bagaimana operasi nya Dok. " Tanya Rani.
Dokter menggeleng kan kepalanya berulang-ulang, masih dengan wajah sendu.
" Sebenarnya operasi nya berjalan lancar, namun tubuhnya tidak terlalu kuat untuk menerima paska operasi. Penyakit nya sudah parah dan terlalu lama hingga sulit untuk di sembuhkan. "
" A- apa, maksud Dokter. Ibu saya....... "
Mata Rani sudah berkaca- kaca, dadanya bergemuruh hebat.
" Kami mohon maaf, tapi pasien tidak bisa di selamatkan. "
Rani mematung di hadapan Dokter, otak kecilnya mencoba mencerna situasi saat ini. Hingga tiba-tiba tubuhnya lemas, Ia terjatuh ke lantai, untuk Dokter dengan sigap menangkap tubuhnya dan membantunya duduk di kursi.
" Kami turut berduka, semua sudah kita usahakan yang terbaik, namun pada kenyataannya Allah lebih sayang pada beliau. Kami mohon untuk Mbak, agar ikhlas dengan semuanya agar Ibu Sakinah bisa beristirahat dengan tenang. Mungkin saat ini beliau sudah tidak merasakan sakit lagi. "
Rani seperti tidak mendengar apapun yang terjadi di sekitar nya, Ia benar-benar shock dengan apa yang terjadi pagi ini.
Dokter itu tau bagaimana perjuangan Rani selama ini, beberapa kali Rani memohon agar pihak rumah sakit berbaik hati mengoperasi Ibunya, namun rumah sakit juga punya prosedur yang harus di patuhi.
" Saya ingin melihat Ibu saya Dok. " Ucap Rani dengan suara bergetar dan juga setelah beberapa saat Ia linglung.
" Baiklah Mbak, kami akan memindahkan nya ke ruangan lain terlebih dahulu. Agar Mbak bisa menemui jenazah Ibu Mbak dengan nyaman. "
Air mata nya menganak pinak setelah mendengar kata jenazah keluar dari mulut Dokter, itu memperjelas bahwa Ibunya benar-benar sudah pergi meninggalkan nya.
Rani menatap ke ranjang pasien, disana terbaring seseorang yang tubuhnya di tutupi kain hinga kepala dan mata kaki.
Dengan tangan bergetar, Rani mencoba membuka kain penutup wajah Ibunya. Tangisnya kembali pecah, melihat wajah yang dulu selalu tersenyum padanya kini nampak pucat pasi.
" Bu, apa Ibu bisa mendengar ku. Aku disini Bu. "
Senyap, tidak ada sahutan dari siapa pun, Rani kembali lemas namun Ia bertumpu pada sisi ranjang.
Di pandangannya kembali wajah itu, pucat pasi namun masih terlihat tersenyum.
" Ibu....... !! Ibu bangun...... !! kenapa Ibu tinggalkan Rani sendirian Bu. " Tangis Rani benar-benar menyayat hati.
Semua kilas balik kebersamaan mereka kembali terngiang di benaknya, semua itu semakin membuatnya terpuruk.
" Bu, apa Ibu marah padaku. Ibu tidak terima karena uang operasi nya Rani dapat dengan jalan yang salah. Rani sudah mengorbankan segalanya Bu, Rani berharap Ibu sembuh. Bu....... Rani mohon, bangun Bu.... bangun, Rani minta maaf....!! "
Rani menangis sendiri di dalam ruangan itu tepat di samping jenazah Ibunya, dalam keadaan terpukul Ia teringat saudara dan juga Ayahnya. Meskipun dia orang itu tidak menganggapnya, namun Ia tetap berniat memberikan kabar duka ini pada mereka.
Sayang nya setelah berulang kali Ia melakukan panggilan, tak satu pun yang di jawab.
Rani kembali menghampiri Ibunya, Ia terisak disana.
" Bu, lihatlah. Tidak ada yang peduli padaku, kenapa Ibu juga meninggalkan ku. "
Rani menangis seorang diri, tidak ada yang menemaninya melalui masa sulit ini. Hingga pintu ruangan itu di buka perlahan, nampak Dokter yang tadi memasuki ruangan tersebut.
" Mbak Rani, apa Mbak akan mengurus jenazah di rumah duka atau menyerahkan nya pada pihak rumah sakit saja. Ibu tinggal membawanya ke tempat peristirahatan terakhir saja. "
Rani nampak berpikir, Ia tidak ingin merepotkan orang lain lagi.
" Bisakah jenazah Ibu saya di urus disini saja, karena saya hanya tinggal sendiri. Ibu tenang saja, saya akan bayar berapapun biayanya. "
Akhirnya jenazah Sakinah di mandikan dan di kafani oleh pihak rumah sakit, setelah semua selesai Rani kembali ke rumah mereka bersama jenazah Ibunya.
Dokter menyerahkan sebuah amplop ke tangan Rani, itu adalah sedikit bantuan darinya. Beliau meminta maaf karena tidak bisa ikut mengantarkan jenazah ke peristirahatan terakhir karena ada jadwal operasi setelah ini.
Sebelum nya Rani sudah menghubungi para tetangga rumah nya, bagi yang tidak sibuk saja, agar mereka membantu mempersiapkan semua nya di rumah Rani.
Benar saja, setelah iring- iringan ambulan tiba di rumah duka rumah itu sudah bersih. Tenyata lumayan banyak orang yang hadir untuk mengantarkan Ibunya ke peristirahatan terakhirnya.
Itu menandakan kalau Sakinah adalah orang yang baik, semasa hidupnya Ia selalu menolong orang lain yang membutuhkan bantuan.
Mereka berbondong-bondong ke rumah duka dengan membawa buah tangan, ada yang memberi uang dan ada juga yang memberi beras, gula, kopi dan juga teh.
Mereka juga memberikan nasihat dan juga semangat pada Rani yang kini benar-benar hidup sebatang kara, setidaknya itu yang mereka tau.
Andai mereka tau kalau Rani masih mempunyai Ayah dan juga saudara yang selama ini tidak pernah menganggap keberadaannya
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
💜⃞⃟𝓛 ⏤͟͟͞R𝐙⃝🦜༄༅⃟𝐐ƙׁׅуα
innalilahi,cobaan apalagi ini ran,belum lg setelah ini,apa mungkin akan membuahkan janin kelak?
2024-07-26
0
𝐕⃝⃟🏴☠️នӈᷭɜͧiͤււͤaᷠᶫᵌᵌ❤️⃟Wᵃf
Astaghfirullah kasihan sekali Rani udah berkorban tapi ibu nya gak tertolong
2024-07-26
1
❤️⃟Wᵃfᴍ᭄ꦿⁱˢˢᴤᷭʜͧɜͤіͤιιᷠа ツ
ya Allah berasa sia sia pengorbanan Rani, tapi apa boleh buat tuhan berkehendak lain, semoga Rani di beri ketabahan menghadapi semua cobaan nya
2024-07-26
0