Pagi harinya ketika waktu sudah menunjukan pukul 06.00 pagi terdengar alarm dari ponselku berbunyi, memang sengaja alarm pagi ini ku setel lebih pagi dari hari biasanya, karena aku tahu bahwa jam masuk kampus adalah pukul 07.30 pagi.
Ya hari ini aku memang ingin menemui Riri. Aku ingin bertemu dengannya untuk sekedar mengucapkan terimakasih atas uang 100.000 rupiah kemarin, karena memang keluargaku sedang sangat membutuhkan uang untuk sekolah adikku.
Waktu menunjukan pukul 07.00 tepat dan aku sudah berdiri di depan gerbang kampus menunggu Riri datang, tak berapa lama aku menunggu lalu tibalah sebuah sedan mewah berhenti tepat di depanku. Kulihat Riri turun dari mobil mewah itu, tatapannya mengarah padaku dan kemudian ia melemparkan senyumnya untukku.
Betapa bahagianya aku ternyata dia masih mengingat wajahku, sebelum aku sempat untuk menyapanya ternyata dia yang terlebih dahulu menyapaku.
"Hai, ini mas yang kemarin kan?" Ujar Riri menyapaku.
"Oh iya mbak betul, aku yang kemarin ngamen pas mbak sama temen-temennya sedang makan."
"Kok pagi-pagi sudah berdiri di depan gerbang mas, lagi nunggu seseorang ya?"
"Iya mbak aku memang lagi nunggu kamu."
"Lho nunggu aku, ada apa ya mas?"
"Namamu Riri kan? Perkenalkan nama saya Adit saya pria single asal Bandung, saya datang ke Jakarta ini sedang mencari pekerjaan tapi sebelum mendapatkan nya saya mencari nafkah sebagai musisi jalanan."
Kemudian Riri bertanya dengan di iringi tawa karena mendengar perkenalanku yang begitu lengkap.
"Lho kok bisa tau namaku mas?"
"Ya jangankan hanya namamu, segala sesuatu tentangmu pun aku akan segera mengetahuinya." Ucapku sambil mengutip kata-kata dari film Dilan.
"Mas nya ada perlu apa ya sama aku?"
"Maaf sepertinya aku sudah memperkenalkan diri, jadi sekarang kamu bisa panggil aku Adit aja."
"Oh iya mas Adit, eh Adit." jawab Riri sambil tersenyum.
"Nggak ada perlu apa-apa kok, hanya mau berkenalan sama kamu dan mengucapkan terimakasih untuk yang kemarin."
"Yang kemarin?"
"Iya, itu lho uang seratus ribu yang kamu kasih ke aku, makasih ya karena uang itu aku bisa membayar sekolah adik aku di Bandung."
"Lho kok terimakasih segala, santai aja lagi, itu kuberikan karena suara kamu bagus dan lagu yang kamu nyanyikan waktu itu sangat menghiburku."
"Jadi kamu suka suaraku?"
Riri pun mengangguk
"Kalau begitu anggap saja aku berhutang nyanyian sama kamu Ri, jika biasanya orang memberi Rp 2.000 untuk 1 lagu yang kunyanyikan, maka aku berhutang 49 lagu sama kamu."
Riri tersenyum dan pergi berlalu karena bel masuk sudah berbunyi.
Sungguh pagi yang sangat indah karena ini merupakan awal perkenalanku dengan seorang bidadari cantik yang baik hati bernama.
Riri.
Selepas berkenalan dengannya kulanjutkan rutinitasku mengamen dari satu tempat ke tempat yang lain seperti biasa. Tapi hari ini tak sedikit pun lelah kurasa menghujam tubuhku, dan itu karena aku sangat bahagia bisa berbincang bahkan berkenalan dengannya.
Tak terasa matahari sudah berada di atas kepalaku, pertanda hari sudah beranjak siang, dan itu juga menandakan aku harus segera pergi ke kampus Riri, seperti biasa aku harus mengamen di sana, tapi kali ini kepergianku ke sana sedikit berbeda dari biasanya, karena aku sangat berharap Riri ada di sana.
Sesampainya di sana ku cari dia di sekelilingku. Karena memang suasana disana sudah sangat ramai, tapi aku tak melihat Riri berada di sana. Aku kecewa, tetapi kupikir hidup harus terus berjalan. Bila tak mengamen bagaimana bisa aku mengirim uang untuk ibu dan adiku dikampung.
Kumainkan lagu demi lagu, dari satu meja ke meja lainnya, hingga sedikit terbersit di pikiranku.
"Apakah aku salah bicara padanya tadi pagi sehingga dia tidak makan siang di sini dan tidak mau bertemu denganku."
Dalam lamunanku tiba-tiba dari arah belakang tempat aku berdiri terdengar suara wanita yang tidak asing ditelinga.
"Bi Eha Nasi satu ya, gara-gara dosen ngasih tugas banyak aku jadi telat istirahat begini deh."
Seketika itu juga aku menoleh karena mendengar suara yang sepertinya kukenal.
Benar saja itu Riri, bukan main senangnya hati ini. Kuhampiri dia yang duduk tepat di belakangku.
"Hai Ri." Aku pun menyapanya.
"Oh hai dit, kamu udah makan? Makan bareng yuk, aku sendirian nih temen-temenku udah makan bareng cowoknya masing-masing."
"Terus kamu kenapa sendirian, emangnya cowokmu mana?"
"Cowok? Cowokku kelaut hahaha."
Bagai gayung bersambut aku bahagia sekali mendengar jawaban dari Riri dan aku mengartikannya bahwa dia belum mempunyai pasangan.
Akhirnya siang itu aku makan dan berbincang bersamanya, sungguh indah kurasa, serasa dunia hanya milik kami berdua.
Tak terasa jam istirahat pun telah berlalu. Akhirnya Riri izin pamit untuk masuk kelas padaku, tapi sebelum itu dia memberikanku secarik kertas.
"Apa ini Ri? Jangan bilang ini uang seratus ribuan lagi lho, aku nggak mau terima nanti hutang laguku makin banyak ke kamu."
"Bukan kok, itu nomor ponselku. Kayaknya kamu asik buat temen curhat. Maklum temen cowokku ngga banyak, karena papah ngelarang aku buat deket-deket sama cowok. Kamu save ya dit."
Aku terdiam sambil menganggukkan kepalaku dan melihat Riri berlalu meninggalkanku.
Setelah Riri pergi aku lalu mencubit kedua pipiku untuk meyakinkan bahwa ini bukanlah mimpi.
Tak lama kemudian ada dua tangan yang ikut mencubit pipiku, ternyata itu adalah tangan Bi Eha.
"Cieee anak bibi yang ganteng akhirnya cintanya kesampean."
"Apa sih Bi, belum Bi Adit baru mulai kok hehehehe. Adit pamit ya Bi mau pulang dulu, kayaknya badan Adit cape banget nih."
Kemudian akupun kembali pulang dengan hati yang berbunga-bunga.
Sesampainya di kontrakan Udin sudah duduk di teras depan, sepertinya dia memang sengaja menungguku pulang.
"Woy Bor lama banget daritadi gw tungguin juga."
"Ada apaan emangnya Din? Tumben lu nungguin gw pulang."
"Pinjemin gw duit dong, gw laper banget belum makan dari SD nih."
"Yaelah Din gw kira ada apaan, nih duit Rp 20.000 lu beli makan sana di warteg depan. Kaga usah diganti, ikhlas gw."
"Wuih tumben banget lu ngasih duit ngga minta diganti, biasanya hutang baru sehari juga lu tagih-tagih."
"Lagi seneng gw Din, akhirnya gw bisa kenalan sama pujaan hati gw. Dikasih nomer handphone pula."
"Pantesan baik banget lo hehehe, hebat emang temen gw. Kaga percuma lu punya muka ganteng, nggak kaya gw muka berantakan gini. Yang ada nih setiap gw naksir cewek, baru aja gw liatin eh ceweknya udah kabur."
"Bisa aja lu taplak, udah sono beli nasi katanya laper lu. Lagian gw mau mandi, udah bau keringet banget badan gw ngamen seharian."
"Ok friends, thanks ya lu emang sobat gw yang paling the best..Bye-bye."
Tak berapa lama kemudian Udin pergi dan aku pun menutup sore itu dengan hati penuh kegembiraan, mungkin ini semua karena aku sedang jatuh cinta.
Jatuh cinta untuk pertama kalinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Pak Samuel Hutabarat
sejauh ini masih aman lah...
2025-04-10
0
Nata Rudin
muak aku lelaki tak tau diri judul nya
2022-01-28
0
Gagal Fokus
maf kurang bagus ceritanya
2021-11-24
0