Kisah Cinta Pria Miskin & Gadis Kaya
Pagi itu seperti biasa aku menjalani rutinitasku mencari rejeki dengan mengamen di Ibukota Jakarta.
Aku sendiri lahir dan besar di Bandung, selepas SMA aku merantau ke Ibukota untuk mencari pekerjaan. Namun kejamnya Ibukota dan karena ijazahku yang hanya lulusan sekolah menengah membuatku sulit mendapatkan pekerjaan.
Aku adalah tulang punggung keluarga, karena sudah ditinggal oleh ayahku semenjak aku duduk di bangku SMP. Aku mempunyai seorang ibu dan seorang adik perempuan yang umurnya dibawahku tiga tahun.
Semenjak itulah aku mencari uang untuk menghidupi mereka, dengan mengamen selepas aku pulang sekolah, tiada lagi rasa malu yang kurasakan, semua kulakukan hanya demi ibu dan adik perempuanku.
Arrrrgh hari ini terasa sangat terik, sedari pagi aku berkeliling dengan gitarku, menjajakan suaraku yang diiringi alunan gitar, tetapi tak seberapa yang aku dapat. Hari sudah menunjukan pukul 12 siang saat itu, langkahku pun terarah ke salah satu kampus ternama di Jakarta, untuk mengamen tentunya.
Memang sudah menjadi kebiasaanku setiap siang pergi ke kampus itu, karena tempat makan yang persis berada di depan kampus selalu ramai saat jam istirahat dan makan siang tiba.
Setahun telah berlalu semenjak aku pertama kali menginjakan kakiku di Ibukota, sehingga aku pun sudah mengenal semua pedagang di tempat itu, dan dari semua pedagang aku paling dekat dengan pedagang nasi uduk yang bernama Bi Eha.
Beliau sangat baik kepadaku, karena sering memberikanku nasi uduknya secara gratis, walau tak jarang aku tolak karena merasa tidak enak, namun beliau tetap saja memaksaku untuk makan siang di tempatnya, karena menurutnya aku mengingatkan dia dengan putranya yang telah meninggal beberapa tahun yang lalu.
Benar saja, sesampainya di sana tempat makan itu sudah di padati oleh para mahasiswa dan mahasiswi yang hendak makan siang.
"Permisi mas dan mbak maaf mengganggu makan siangnya." Aku pun mulai memainkan sebuah lagu, di mulai dari meja yang paling ujung di kantin itu, beberapa lagu telah selesai kumainkan hingga sampailah aku pada deretan meja ke 4 di kantin itu. Di sana tampak tengah duduk seorang gadis cantik dan ke 3 temannya yang baru pertama kulihat.
Entah mengapa dadaku berdegup kencang ketika melihatnya, mata tak berkedip memandanginya.
Oh Tuhan apakah ini yang dinamakan dengan cinta pada pandangan pertama.
Rasanya aku tak pernah melihat gadis secantik itu seumur hidupku, aku terdiam sejenak sambil terus memandangi wajahnya yang cantik itu, hingga tiba-tiba.
"Mas-mas, kok nyanyi nya berhenti? Udah gitu ngeliatin muka temen gw mulu lagi, naksir lo!!!"
Seketika aku pun tersadar dari lamunanku, karena salah satu dari mereka berkata demikian hingga membuat wanita cantik itu menoleh ke arahku, kami pun saling bertatap mata, lalu aku tertunduk karena malu.
"Oh iya mbak maaf ya, habis temennya cantik banget kaya ngeliat bidadari."
Aku pun melanjutkan nyanyianku, kali ini kubawakan lagu cinta untuk menarik perhatiannya, dan benar saja wanita cantik yang sedari tadi memandang wajahku kali ini semakin dalam menatapku.
Kurasakan dadaku berdegup semakin kencang, hingga akhirnya terdengar suara bel yang menandakan jam istirahat telah usai.
"Nih mas, suaranya bagus banget kok nggak jadi penyanyi aja?" Ujar wanita cantik itu sambil menyodorkan selembar uang ke tanganku.
"Gak usah mbak lagu itu gratis, saya persembahkan buat mbak karena mbak begitu cantik."
Akan tetapi wanita itu terus memaksa lalu menggengamkan uangnya ke tanganku, dan kemudian berlalu karena jam istirahat telah usai.
Aku masih terpaku di tempat itu sambil memandangi dia dan teman-temannya berjalan menuju gerbang kampus.
Tiba-tiba aku di kejutkan oleh tepukan seseorang dipundaku seraya berkata.
"Namanya Riri!!!"
Ternyata itu Bi Eha yang sedari tadi memperhatikan ku.
"Riri bi? Kok aku baru pertama lihat ya bi."
"Iya Riri itu mahasiswi baru." Ujar Bi Eha sambil membereskan meja.
"Cantik ya Bi." Ujarku sambil senyum-senyum sendiri.
"Sudah dit jangan banyak menghayal ini lho makan dulu, kamu belum makan siang kan?"
Setelah makan siang di tempat bi Eha akhirnya aku membantu beliau membereskan warungnya, aku memang selalu melakukannya karena itulah satu-satunya caraku untuk membalas kebaikan beliau.
"Gimana dit, hari ini dapat banyak?" Tanya Bi Eha.
"Sedikit Bi, mungkin hari ini rezeki Adit cuma segini." sambil merogoh kantong dan menunjukan pendapatanku hari ini, dan tanpa kusadari ada selembar uang seratus ribuan di tanganku.
"Lho kok ada seratus ribuan ya bi? Perasaan sebelum kesini nggak ada."
Setelah kuingat kembali akhirnya aku sadar bahwa uang itu dari Riri.
Haripun menjelang sore, akhirnya aku pamit kepada Bi Eha karena malam ini aku akan mengirimkan uang pendapatanku selama seminggu ini untuk ibu dan adikku.
"Aku duluan ya Bi, tapi tenang besok aku balik lagi mau ketemu Riri." Ucapku sambil tersenyum kepada Bi Eha yang hanya geleng-geleng kepala mendengar ucapanku.
Malam harinya setelah mengirim uang untuk keluargaku aku terduduk diam di teras kontrakan sambil melamun membayangkan wajah dan senyum Riri.
"Oh Tuhan sepertinya aku jatuh cinta."
Tiba-tiba lamunanku terganggu oleh kata-kata seseorang.
"Woy Bor ngelamun aje lo, kesurupan baru tau rasa."
Ternyata itu adalah suara Udin, Udin adalah sahabatku selama aku merantau di Jakarta, kami menjadi akrab karena kontrakan Udin tepat berada di sebelah kontrakanku.
Pekerjaan Udin adalah pencopet, ya dia adalah seorang pencopet, walau begitu Udin adalah pencopet budiman yang disukai para warga sekitar tempat aku tinggal. Tentu saja mereka tidak mengetahui profesi Udin yang sebenarnya.
Bagaimana tidak, Udin selalu membantu warga sekitar yang membutuhkan dengan hasil dari copetannya. Tanpa diketahui warga uang yang di pakai membantu mereka berasal darimana.
Pernah kutanya mengapa dia melakukan itu semua, dan dia berkata semua itu di lakukan karena Udin terinspirasi dari film Robin Hood yang ditontonnya sewaktu kecil. Aneh memang, tapi walau begitu Udin adalah satu-satunya sahabat yang aku miliki di Jakarta, yang selalu perduli terhadapku, selain Bi Eha tentunya.
"Bor ente kenapa? Tumben ngelamun sendirian."
"Gpp Din gw lagi happy aja nih."
"Happy kenapa lu? abis dapet rejeki nomplok lo ye."
"Iya nih gw lagi dapet rejeki Din."
"Mana duitnya? Bagi gw dong, maklum tadi job lagi sepi."
"Yeeee Siapa yang bilang gw abis dapet duit panjul, lu kira rejeki itu cuma duit aja."
"Lah, terus rejeki apa maksud lu?"
"Gw baru ketemu bidadari Din, cantik banget. Kayaknya gw jatuh cinta pada pandangan pertama deh."
"Ah taplak gw kira dapet rejeki apaan, lu dah makan belom? Gw ada martabak telor kesukaan lu nih, telor bebek lagi."
"Makasih Din, tapi gak usah gw kaga mau sakit perut gara-gara makan martabak dari lu, pasti itu beli dari hasil lu nyopet kan?"
"Bukan woooy, suudzon aja lu. Ini tuh martabak boleh dikasih sama babeh penjual martabak di depan gang itu lho, tadi pas gw lewat ada orang pesen martabak telor, tapi setelah martabaknya mau jadi eh malah di batalin pesenannya, jadi dikasih ke gw sama si babeh. Ini baru yang dinamain rejeki beneran, yakin lu gak mau? Ya udah gw makan sendiri aje."
"Eh mau deng gw Din hehehe."
Dan akhirnya malam itu pun kututup dengan obrolanku bersama Udin yang di temani dengan segelas kopi dan martabak telur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Sanusi
juga terharuuuu
2022-08-21
0
Sanusi
saya suka bngettt bacaaa iniiii
2022-08-21
0
Kurniawati Mamonto
on
2022-02-07
0