Part 4-Jangan Bohong!

“Aku di PHK, Mas,” sahut Rani enteng.

“A-APA!!” Teriak mereka bertiga menggelegar. Bahkan Bu Sandra shock mendengar jawaban Rani. Tak pernah terlintas di pikirannya jika sumber keuangan di rumah ini akan terkena PHK.

“Bercanda kamu nggak lucu, RAN!” Bentak Arka murka.

“Aku nggak bercanda, Mas. Memang kenyataannya gitu.”

“Jangan bohong! Nggak ada angin nggak ada hujan tiba-tiba kamu di PHK. Bagaimana ceritanya sih Ran? Kamu tu kalau kerja yang benar jangan bermalas-malasan,” bentak sang mertua.

Baru di beri kejutan begini saja mereka sudah ketar-ketir, bagaimana kedepannya? 

“Loh kok Mama gitu sih. Rani, kerja udah benar Ma. Namanya juga musibah nggak ada yang tahu,” balasku dengan kesal.

Mas Arka terduduk di kursi dengan pandangan kosong. Kepalanya tampak berdenyut-denyut memikirkan masalah yang terjadi.

Sama seperti Bu Sandra dan juga Dina yang tampak shock mendengar penuturan Rani. Pikiran akan kembali hidup miskin menari-nari di benak mereka.

“Ya sudah, besok kamu cari kerja apa kek. Kalau kamu nggak kerja kita mau makan apa Ran, batu?” ucap Bu Sandra kesal.

Aku menatap mertuaku dengan kepala menggeleng. “Rani, capek! Suruh Mas Arka saja yang cari kerja. Lagian udah cukup Rani selama ini jadi tulang punggung keluarga.” Rani mengeluarkan unek-uneknya. Bahkan kalau tidak memikirkan adab mungkin Rani sudah memaki mereka.

“Nggak! Ngapain juga aku yang cari kerja, memang kewajiban kamu yang harusnya kerja, bukan aku!” jawab Arka enteng. Ia tak peduli sedikitpun kepada Rani yang ia pedulikan hanya uang yang mengalir tanpa mengeluarkan keringat sedikitpun.

“Nggak sadar banget kamu Mas! Yang kepala keluarga di sini kamu loh, bukan aku,” bentak ku kesal. Ingin rasanya aku pukul kepala Mas Arka agar kembali berfungsi dengan baik.

“Oleh sebab itu, kamu harus nurut sama aku. Aku kepala keluarga, kalau aku suruh cari kerja lain, cari dong! Jangan cuman nyusahin aja,” ketus Arka berlalu pergi tanpa mendengar jawaban dari Rani sedikitpun.

Ia sangat kesal. Ladang uang yang selama ini membiayai hidup mereka tiba-tiba di PHK dengan alasan tak jelas. Bahkan sekarang Rani terang-terangan memintanya untuk mencari pekerjaan.

Tak ubahnya seperti Bu Sandra dan juga Dina, mereka meninggalkan Rani tanpa sepatah kata pun. Bahkan suara bantingan pintu saling bersahutan di kesunyian malam ini.

“Huuuu, baru gini aja udah ketar ketir,” ejek Rani. Terkekeh geli melihat ekspresi mereka yang tak ubahnya seperti bayangannya tadi.

Rani tak menghiraukan kepergian mereka, ia menatap layar ponselnya tampak gaji bulan ini telah ditransfer hingga membuat m-bankingnya semakin mengendut.

Memang beberapa bulan ini Rani tidak berkata jujur perihal gaji kepada keluarga suaminya. Dan berkat kegigihannya Rani sekarang naik jabatan tentunya pundi-pundi keuangannya bertambah.

Aku tersenyum melihat saldo rekening yang bertambah. Ku langkahkan kaki ke arah kamar dengan perasaan senang dan bersiap untuk tidur di atas kegalauan mereka semua. Aku harus tidur lebih cepat untuk menyaksikan aksi-aksi besok pagi yang tentunya menguras emosi.

***

Pagi menyapa, udara dingin di tambah rintik-rintik hujan yang membasahi bumi membuat Rani enggan beranjak dari ranjang. Rani menatap ke arah samping tak ditemui sosok suaminya. Bahkan ranjang di sebelah kanannya

Jam masih menunjukkan pukul lima pagi, biasanya Rani akan sibuk pagi ini. Sebelumnya ia berangkat kerja rumah sudah bersih dan sarapan sudah tersaji.

Namun, itu dulu bukan sekarang. Sudah cukup selama ini ia mengabdi kepada keluarga yang tak tahu berterima kasih. Hingga terdengar ketukan pintu kamarnya.

Tok!

Tok!

Tok!

Suara ketukan pintu terdengar nyaring saling bersahutan. 

“Rani… Rani, buka pintunya! Hey Rani, dasar pemalas,” teriak sang mertua di depan pintu.

Belum nyampai sehari sifat asli Ibu mertua sudah kelihatan. Bahkan baru beberapa jam mertua yang selama ini bertutur kata lembut tapi sekarang tak lebih dari seekor singa mengaum.

“Dasar menantu pemalas, bukannya cari kerja eh malahan enak-enakan tidur. Cepat bangun!”

Rani berangsur turun dari ranjang dan berjalan ke arah pintu. Di putarannya knop pintu dan terdengar suara benda terjatuh.

Buk…!

Terlihat Bu Sandra dan juga Dina terjatuh sebab Rani membuka pintu.

“Mama? Dina? Kok tidur di bawah sih?” Aku terkekeh pelan melihat mertua dan juga adik iparku nyungsep ke bawah.

Mereka melotot mendengar ucapanku. Sekarang baik Ibu dan juga Dina berkacak pinggang di hadapanku. Bahkan tangan mereka sudah berkacak pinggang.

“Nggak usah tertawa, Rani! Salah kau juga kenapa buka pintu tiba-tiba,” ketus mertuaku dengan raut muka yang memerah.

Aku terkesima melihat perubahan mereka belum dua puluh empat jam sejak aku memberi tahu tentang status pekerjaan yang di PHK. Tapi sifat mereka sudah seperti ini. Bagaimana kedepannya?

Aku terdiam dengan pura-pura tak tahu melihat sikap mereka seperti ini. “Rani, juga nggak tahu loh, Ma. Kalau Mama dan juga Dina nyender di pintu kamar Rani. Lagian ada apa Ma kok tiba-tiba ngetuk?” Tanyaku sesopan mungkin. Belum saatnya ku tunjukkan taring Rani yang sesungguhnya.

Bu Sandra maju ke depan dan mendorong bahu Rani, hingga Rani hampir saja terjatuh kebelakang.

Aku tak menyangka bahwa Ibu mertua yang selama ini ku idaman-idamkan sebagai pengganti orang tua kandung yang entah kemana, sekarang bersikap seperti itu. Miris, iya itu yang aku rasakan.

“Pakai nanya. Nggak sadar diri banget, udah numpang bukannya beres-beres rumah malahan enak-enakan tidur. Kau pikir hidup di rumah ini gratis ha? Jangan mimpi! Cepat ke dapur buat sarapan, saya lapar,” sindir Bu Sandra bahkan bentakan terdengar pagi ini.

Aku melipat tangan di dada, rasanya sekarang aku ini tertawa terbahak-bahak menyaksikan sikap rubah yang sesungguhnya.“Rani, capek Ma. Lagian selama ini yang membiayai kalian siapa, Mas Arka?” Aku tertawa mengejek melihat ekspresi mertua dan adik iparku yang terbakar jenggot.

“Heh Mbak Rani, kalau ngomong yang sopan dong! Lagian memang tugas kau yang harus membiayai kami. Nggak bersyukur banget, udah di terima dengan senang hati di rumah ini tapi lama-lama tambah ngelunjak!” gerut Dina.

Prok…!

Prok…!

Aku bertepuk tangan sangking terpukau melihat drama pagi ini.“Oh ya. Din, kau lagi melawak kah?”

Tangan Dina terangkat ingin menamparku. Sebelum tangannya menampar wajahku, tanganku sendiri yang menamparnya.

Plak…!

Satu tamparan mendarat di pipi Dina. Terlihat dari arah kamar tamu Mas Arka keluar dengan tampang awut-awutan.

“Kenapa? Masih kurang sapaan pagiku ini? Yang aku katakan memang benar adanya, selama ini yang membiayai kebutuhan rumah ini aku. Tidak ada sedikitpun uang Mas-mu! Bahkan laki-laki benalu itu hidup dari uangku.”

“RANI!” teriak Mas Arka di depan pintu.

Bersambung…

Next?

Terpopuler

Comments

Anhy Salewa

Anhy Salewa

astaga itu parahx menikah sama penagngguran

2024-06-18

0

Sulfia Nuriawati

Sulfia Nuriawati

jgn bikin yg bc sroke thor karna emosi dg klakuan kluarga arka

2024-05-21

2

kappa-UwU

kappa-UwU

Thor, jangan bikin pembaca gatal gatel nunggu update ya!

2024-05-07

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!