Ku pacuhkan kuda besi dengan kencang. Air mata yang kutahan akhirnya tumpah juga. Aku menangis sepanjang jalan, mendapati perselingkuhan Mas Arka.
Tak habis pikir mengapa suami yang katanya mencintaiku ternyata mendua di belakangku. Apa salahku?
Apa kurang aku, Mas?
Aku memukul dada ini yang terasa amat sakit, seakan dada ini terhimpit sebuah batu besar nan kokoh.
Tak dapat aku pungkiri di dalam dada ini terdapat luka hati yang menganga. Perih, seakan disayat dengan sembilu yang tajam. Aku merutuki diri ini yang terlalu percaya setiap kata-kata manis yang di ucapkannya.
Aku terlalu naif melihat kasih sayang yang ia berikan selama. Namum, ternyata kasih sayang yang ia berikan tak lebih sebagai pengalih penghianatannya. Bahkan aku terlalu bodoh menafkahi ia tanpa memikirkan diri ini.
Ku pacuh kuda besiku dengan cepat tak sabar ingin merebahkan tubuh lelah ini. Setelah kurang lebih empat puluh lima menit, akhirnya aku sampai ke rumah. Keadaan rumah tampak lengang, kemana perginya, Mama?
Aku ingin memeluknya dan menceritakan apa yang terjadi di rumah tanggaku dan akan mengadukan tingkah laku anaknya.
Saat tangan ini ingin membuka pintu terdengar panggilan Mbak Yuyun.
“Mbak… Mbak Rani,” teriak Yuyun.
Ku menoleh ke arah Yuyun yang berlari ke arahku.
“Ada apa, Mbak?”
“Emmm, Mbak Rani sibuk nggak?”
Aku menggeleng. “Boleh nggak pinjam motornya, Mbak?” sambung Mbak Yuyun.
“Emang mau kemana, Mbak?”
“Mau ke rumah sakit, Mbak. Mertua saya masuk rumah sakit."
“Oh iya, Mbak. Nggak apa-apa pakai saja, Mbak,” sahutku cepat.
“Terimakasih Mbak Rani, motornya aman Mbak sama saya. Nanti tak isikan minyak Mbak hehe,” jawab Yuyun.
“Iya-iya, Mbak. Ini kuncinya,” ujarku sambil memberikan kunci sepeda motorku.
Mbak Yuyun menerima dan langsung membawa motorku ke rumahnya yang kebetulan bersebelahan dengan rumah mertuaku.
Aku masuk ke dalam rumah dan berjalan ke arah kamar. Lagi dan lagi air mata ini mengalir mengingat perselingkuhan Mas Arka.
Aku menangis tersedu-sedu, andai aku memiliki keluarga akan aku ceritakan kesakitan yang selama ini menerjangku.
***
“Arka kok uang yang Mama minta belum juga dikirim?” tanya Bu Sandra dengan kesal.
“Masa sih, Ma?” Tanya Arka. Tampak tak percaya dengan ucapan sang Mama.
“Eh kamu kira Mama bohong apa?!” balas Bu Sandra ngegas.
Arka yang baru saja jalan dengan selingkuhannya, berhenti sejenak di pinggir jalan. Pikirannya berantakan, bahkan ucapan sang Ibunya tak terlalu kedengaran.
“Iya-iya, Ma. Lebih baik Mama pulang, kita bicarakan di rumah saja. Lagian, ada yang mau Arka katakan.”
Tanpa menunggu balasan sang Mama, Arka melajukan mobilnya ke rumah. Dengan perasaan gundah bercampur senang.
Sekitar satu jam'an Arka dan juga Bu Sandra sudah tiba di rumah. Yang tampak lengang, tanpa mereka sadari bahwa Rani berada di rumah juga.
Raut tak suka terlihat jelas di wajah Bu Sandra. Ia teramat kesal kepada Rani yang tak mengirim uang kepadanya, padahal ia menginginkan uang untuk bermain j*di.
“Mana?” Tanya Bu Sandra sambil menjulurkan telapak tangan ke arah Arka.
Arka mendengus melihat sikap Ibunya.
“Arka nggak ada uang, Ma! Perasaan minggu kemarin Mama sudah dikasih Rani uang?” Tanya Arka.
“Udah habis, Mama kalah j*di nih,” jawab Bu Sandra enteng. Tanpa memikirkan seberapa lelahnya mengais rupiah di luaran sana.
“Ma, kan Arka udah bilang, stop j*di lagi!” Arka mengurut pelipisnya. Kepalanya berdenyut memikirkan masalah yang menimpa dirinya belum lagi permintaan Ibunya yang tak habis-habisnya.
“Apaan sih, lagian bukan uang kamu yang Mama minta loh. Uang sih dungu, Rani.”
“Stop Ma! Kepala Arka lagi pusing.”
Mama Sandra melotot mendengar bentakan Arka. “Loh, kamu kok gitu sih, Ka? Mama, lagi butuh uang loh. Jadi anak durhaka banget. Cepat telpon Rani terus kirim uang ke rekening Mama.”
Arka diam tanpa menjawab permintaan Ibunya.
Puk…
Suara pukulan di bahu Arka membuat ia tersadar dari lamunannya.
“Ma… Tolong! Arka lagi pusing,” ucap Arka menghiba.
“Memang kamu pusing apa sih, ka?”
Arka terdiam, ia mengambil nafas yang terasa berat.“Siska… H-hamil, Ma.”
“A-apa!” Teriak Bu Sandra.
Tak lama setelah berteriak, Bu Sandra tersenyum.“Bagus dong! Sebentar lagi Mama punya cucu. Syukurlah bukan dari rahim Rani, nggak bisa Mama bayangin kalau anak kamu terlahir dari dia. Secara aja nih, orang tua nggak punya, hahaha.”
Arka tersenyum senang mendengar respon yang Bu Sandra berikan. Tak sabar rasanya ia meminang kekasihnya sebenar lagi, tapi Arka akan menikah Siska secara diam-diam ia tak Ingin Rani tahu dan berakhir di meja hijau perceraian.
Mama Sandra terkekah sinis. “Kalau buka karena uangnya, ogah banget Mama pura-pura baik sama dia. Asal usulnya saja kita tak tahu, mungkin saja anak h*r*m,” ketus Bu Sandra.
Arka tersentak kaget mendengar ucapan Ibunya. Rahangnya mengeras mendengar kata-kata yang tak pantas di ucapkan Bu Sandra, walau bagaimanapun Rani tetap istrinya.
"Mama kok ngomong gitu? Walau bagaimanapun Rani tetap istri aku, Ma. Arka nggak suka!"
"Apaan sih! Yang Mama katakan benar loh, Ka. Kita aja nggak tahu asal usul orang tuanya. Lagian banyak kok orang tau buang anaknya karena hamidun di luar nikah kan?"
"Iya, Arka tahu Ma. Tapi nggak juga ngomongin Rani kayak gitu. Aku tetap nggak suka."
Bu Sandra terkekah mengejek melihat Arka membela Rani. "Jangan bilang kamu cinta sama Rani, Ka?"
"Wajar dong, Ma, kalau Arka cinta kan kami sudah menikah dan juga Rani selalu memenuhi kebutuhan Arka selama ini."
"Huuu, makan tu cinta," ketus Bu Sandra.
Arka terdiam sambil sesekali mengurut pelipisnya yang tambah berdenyut-denyut sakit. Jauh di lubuk hati Arka sebenarnya ia menyayangi Rani. Namun, tujuan awalnya menikahi Rani di karena sebagai ladang uangnya tak lebih dan tak kurang. Tapi seiring berjalannya waktu perasaan sayang dan cinta seakan tumbuh saat kebersamaan mereka.
Perkenalkan singkat antaranya dan Rani terjadi di salah satu cafe di tengah kota. Pertemuan singkat yang tanpa sengaja membuat dia dan juga Rani menjadi lebih dekat. Arka begitu senang terlebih Rani tak memiliki keluarga yang pasti sangat merindukan dekapan hangat seorang.
Karena hal tersebut yang membuat Arka menikahi Rani dengan dalil akan melindungi dan juga menyayanginya. Namun, semua yang di ucapkan Arka tak lebih hanya sebatas bualan semata. Rani yang gila akan kasih sayang tak menyadari niat Arka yang sesungguhnya.
Bu Sandra menatap Arka di sampingnya dan berkata. “Kamu nggak usah pusing, segera nikahi Siska dan jangan ceraikan Rani. Lagian mereka punya manfaat masing-masingkan?”
Bersambung…
Next?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
ArlettaByanca
Suka merasa aneh seolah paket lengkap aja laki2 ga kerja/ga jelas kerjanya berikut tukang selingkuh....
2024-06-22
0
Sulfia Nuriawati
kluarga yg g sehat ibunya jg g waras wajar anaknya gila, dasar toxic bgs d cerai br tau rasa
2024-05-21
3
Cek Okta
Nggak tau diri banget sih Arka😡
2024-05-04
3