“Hasilnya negatif HIV. Kalian baik-baik saja,” ucap seorang dokter spesialis penyakit dalam.
Haruskah aku ikut lega seperti Kak Akesh? Ia mungkin merasa tak punya tanggung jawab lagi setelah ini.
“Untuk ke depannya, harap memakai pengaman. Tidak, sebaiknya tidak melakukannya dengan selain pasangan.”
Hatiku kecut. Rasanya seperti ketangkap basah.
“Makasih Dok, kalau begitu kami permisi sekarang,” kata Kak Akesh setelah menerima dua kertas hasil medis kami.
Kak Akesh menoleh ke arahku, memberi kode untuk keluar dari ruangan dokter ini. Aku pun mengekor pria yang memakai jaket kulit hitam ini. Namun aku memperlambat langkahku, memperlebar jarak kami.
“Nala lo bisa balik sendiri kan? Gue mau jemput Rachel sekarang.”
Aku tak menjawab. Hanya menatapnya. Kulihat ia mendengus kasar dan menggelengkan kepala. Kemudian melangkah cepat hingga sosoknya tak terlihat. Tak biasanya ia meninggalkanku seperti ini.
Enggan pulang, aku duduk di bangku teras rumah sakit. Menatap orang-orang lalu lalang masuk dan keluar gedung. Udara di sini lebih segar daripada di dalam, meski tetap beraroma obat.
Tak lama kemudian, mataku menangkap sosok yang sepertinya tak asing. Apakah itu Kak Marvin? Ia sedang
memapah seorang kakek. Saat mereka berjalan, sebuah gelang jatuh. Aku pun beranjak dari tempat duduk dan mengambilnya. Namun saat hendak memanggil sang empunya, dua sosok itu menghilang.
Aku tak ingin masuk lagi ke rumah sakit itu karena membuatku teringat kejadian barusan. Maka dari itu, aku memilih menyimpan sementara benda ini. Sebuah gelang manik-manik kayu yang bagian tengahnya terdapat huruf M. Samar-samar hidungku mencium aroma kayu cendana.
Jika dilihat dari talinya, benda ini sudah dipakai bertahun-tahun. Namun kondisinya masih kuat. Aku pun memasukkan “gelang M” ini ke saku jaketku. Kemudian menuju pintu gerbang karena ojek online yang kupesan sudah sampai. Sebelumnya aku ke sini berboncengan naik motor dengan Kak Akesh.
***
Nala tak menjawabku. Di manik matanya terdapat kabut basah. Kurasa jika aku di sini lebih lama, ia tak dapat membendung air mata dan aku jadi tak tega meninggalkannya.
Bak pria yang kejam, aku meninggalkannya dan bilang ada janji dengan pacarku. Padahal setelah sampai di tempat parkir, aku menelpon Rachel dan bertanya apakah dia mau menonton film di bioskop. Iya, kami tak janjian sebelumnya.
Kemudian di sinilah aku, bergandengan tangan dengan Rachel. Wanita manja ini menyenderkan kepalanya di pundakku, menikmati adegan demi adegan di layar bioskop.
Cup. Wanita 160 sentimenter ini mengecup pipiku sekilas.
“Sayang, ngelamunin apa?” Bisiknya.
“Hah? Enggak kok, kamu laper nggak Yang?”
“Pengen makan yang manis-manis, kita cari cake gimana?”
“Oke-oke, tunggu sebentar ya, filmnya hampir selesai.”
Wanita manis itu mengangguk. Aku pun merangkul pundaknya. Betapa beruntungnya aku punya pacar seperti Rachel. Tampilannya anggun tapi tingkahnya sangat lucu dan manja. Saat berada di dekatku, ia selalu menempel, seperti memeluk atau menyender.
Setelah film berakhir, kami menuju took kue di mal. Karena tak suka makanan manis, aku memesan es kopi late. Sementara Rachel memesan dua potong kue rasa strawberi dan tiramisu.
“Tadi pagi bukannya kamu bilang ada kelas sore, Yang? Bolos?”
“Iya tadi nganter Nala ke rumah sakit bentar, dia sakit.”
Rachel langsung meletakkan garpunya. Ia cemberut.
“Sakit apa dia?”
“Nggak enak badan, kecapean kayaknya,” sergahku cepat. Jika hendak berbohong memang harus cepat tanggap mencari jawaban.
Rachel mendengus lagi mendengar jawabanku.
“Aku kadang iri sama Nala. Dia lebih sering sama kamu dibandingkan aku.”
“Bukan kadang, tapi sering,” aku menggodanya, menyolek dagunya.
“Ih, aku serius tahu, Sayang. Selama ini aku bisa tahan dia nempelin kamu mulu itu karena kamu selalu bilang kalau kamu udah anggap dia kaya adik kamu sendiri!”
Akesh mengerjapkan mata usai mendengar hal ini. Apakah pernyataan itu masih berlaku ke depannya?
Mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi ini pura-pura melotot. Karena beda fakultas, kami memang tak sering bertemu. Kami bertemu dua hingga tiga kali seminggu. Jika sedang sibuk, bisa seminggu sekali atau bahkan tak berjumpa sama sekali.
“Iya-iya, itu kan kamu udah tahu, jadi nggak usah cemburu lagi ya, Cantik. Lagian apa yang perlu dicemburuin coba? Kan kamu yang jadi pacar aku.”
Rachel nyengir. Sementara aku tersenyum getir. Aku merasa sedang membual. Terus mengucapkan omong kosong membuat lidahku pahit.
***
Keesokan harinya, aku memutuskan untuk melepas Kak Akesh. Tidak, maksudku untuk sehari saja. Lagi pula jadwalku padat. Sebagai pengganti mata kuliah, dosen menyuruh kami mengikuti seminar dari siang sampai sore. Kemudian dilanjut menghadiri pentas seni atau pensi fakultas.
Rangkaian acara ini dibantu oleh himpunan mahasiswa jurusan (HMJ) atau bisa disebut KMSI (Keluarga Besar Mahasiswa Sastra Indonesia) dalam rangka menyambut bulan bahasa. Sebelumnya juga ada lomba cipta puisi, cerpen, dan komik strip.
Seminar bahasa terasa sangat membosankan bagiku. Karena tak membawa buku dan pensil, aku tak bisa menggambar. Mataku ini bohlamnya gampang low kalau menerima materi. Aku tertidur.
“Eh La, bangun! Ayo siap-siap ke gedung serba guna.”
Agas membangunkanku. Ia adalah satu-satunya teman dekatku di jurusan. Berbeda denganku, ia adalah kutu buku. Lelaki yang lima senti lebih tinggi dariku ini memakai kaca mata. Oh tapi itu hanya aksesoris semata, untuk menunjang penampilannya.
Yah, padahal kan kutu buku zaman sekarang banyak yang tak memakai kacamata. Barangkali ia ingin menghayati sebagai seorang kutu buku sejati? Lihat saja setiap hari novel di tangannya beda-beda.
“Hah, ngapain?”
Dia memukul kepalaku dengan novelnya. Sialan, itu sakit!
“Pikun ya lo? Malam ini kan puncak peringatan bulan bahasa. Malam ini juga bakal diumumin pemenang tiga kategori lomba.”
“Ya, ya. Gue ucapin selamat sekarang aja deh. Sial-sialnya lo bakal juara dua lomba cipta puisi kali ini. Kalo lagi kaya biasanya, paling juara satu,” jawabku malas.
Dia kembali memukulku dengan novelnya. Tapi kali ini di lenganku. Sial, jangan-jangan novel-novel itu ia bawa untuk menyiksa orang.
“Pesertanya kan ini seuniversitas! Siapa tahu ada bakat tersembunyi yang keluar sangkar malam ini. Siapa tahu?”
“Huh? Serah deh, gue nggak peduli.”
Kami pun menuju ruang serba guna. Ruangan ini hanya mampu menampung dua ribu orang, setidaknya sejumlah itulah kursi yang tersedia. Sisanya bisa berdiri. Selain itu terdapat satu panggung besar di depan.
Pensi malam ini cukup meriah dan aku menikmatinya. Ada banyak pertunjukan yang memukau, mulai dari teater, tari tradisional, hingga musikalisasi puisi. Hingga di malam puncak, tibalah saat yang ditunggu-tunggu sebagian orang: pengumuman lomba.
“Feeling gue lo bakal juara deh buat kategori komik strip.”
“Jangan ngaco, lo. Gue ikut juga asal-asalan karena lo paksa, lupa ya?”
“Gambar lo tuh bag—“
Kutangkup bibirnya dengan kelima jari kananku. Berisik.
Seperti yang telah diduga, Agas juara. Tapi kok dia juara dua? Juara satu malah Kak Bina? Sayangnya Kak Bina tak hadir. Kali ini anak-anak jurusanku tak banyak menyabet juara.
Pemenang lomba cipta cerpen malah dari fakultas kedokteran dan peternakan. Juara tiga dan dua cipta komik strip malah dari fakultas hukum, dan … hah? Aku yang juara satu?
Aku maju ke panggung dengan gugup. Berjabat tangan dengan dekan yang menyerahkan piala dan amplop berisi uang tunai. Setelah itu, para juara foto bersama dekan dan ketua KMSI Ardhit.
Turun dari panggung, aku jadi teringat benda yang menghuni saku jaket sejak kemarin.
“Halo Kak Marvin, gue Nala. Gue mau balikin gelang Ka—“
“Oh lo fans gue juga?”
Dia pun langsung menyambar gelangnya dari tanganku, setelah itu dia langsung memakainya. Ia bahkan mencium gelang itu sekilas. Wajahnya terlihat sangat puas usai melakukan hal itu.
“Hah?”
“Tapi saran gue sih lo jangan segininya," ucapnya dengan tatapan yang membuat tidak nyaman.
Aku pun makin kebingungan.
"Karena kita senior dan junior, kalau ketemu di jalan ya tinggal sapa aja.”
Apa aku baru saja ngobrol dengan orang sakit jiwa?
“Lo kenal sama Marvin, Dek? Maksud gue deket (?),” kata Kak Ardhit.
“Enggak kok Kak, cuma lagi sial aja nemuin gelang dia,” aku nyengir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Bilqies
aku mampir ya Thor...
jangan lupa mampir juga di karya ku
2024-05-18
1
Bilqies
gimana gak cemburu orang sih nala nempel trus sama kamu
2024-05-18
1
Bilqies
kaya nya lebih dari itu deh 🤭
2024-05-18
1