Bab 2 - Aku akan Jadi Bayanganmu

Setelah kejadian itu, aku menghilang tiga hari. Mengabaikan ajakan hang out dari grup WhatsApp yang di dalamnya ada Kak Akesh dan teman-temannya. Aku memang sudah masuk ke dalam geng mereka.

Kalian pikir aku menyerah? Tentu saja tidak! Aku menonton ulang puluhan film percintaan untuk menyusun strategi bagaimana mendapatkan Kak Akesh. Meski dari awal aku tak pernah mendapatkannya.

Strategi pertama, aku akan muncul di sekitarnya, tapi tak benar-benar mendekat. Aku hanya ingin ia melihat eksistensiku. Aku adalah bayangan yang semakin ia berlari menjauh, lebih dekat pula aku dengannya.

Maka hari ini saat tiba jam makan siang, aku pergi ke kantin lebih lambat dari biasanya. Di pojok dekat tangga, tiga pemuda: Kak Bina, Kak Ical, dan Kak Akesh sedang bercengkrama, bercanda sambil menikmati makanan.

Aku memilih duduk di meja yang dapat mereka lihat. Tepat selisih dua meja dari mereka. Sendirian.

“Nala, sini gabung kita. Ngapain lo di sana sendirian?” Teriak Kak Ical.

“Nggak dulu Kak, lagi nunggu temen nih, udah janjian.”

Sampai makan siang selesai, tentu saja tak ada satu pun teman yang menghampiri. Sebenarnya ada dua anak cewek, tapi itu pun karena semua meja sudah penuh. Rupanya semesta mendukung rencanaku.

Sesekali mataku melirik ke arah Kak Akesh dan teman-temannya. Pria yang menjadi pusat gravitasiku itu mencuri-curi pandang ke arahku. Aku pun tersenyum puas. Yakin bahwa ia tak akan begitu mudahnya mengabaikanku.

Aku memang salah, tapi bukankah ia juga begitu menyayangiku? Ia sering bilang kalau aku sudah dianggap seperti adiknya sendiri. Aku memang seusia dengan adiknya yang kini kuliah di luar negeri. Saat ini aku terus menyugesti diri sendiri bahwa Kak Akesh hanya akan marah sesaat padaku.

Seperti kakak yang akan memaafkan dan menerima adiknya, apapun kesalahan yang ia perbuat. Meski, aku sangat benci mengakui fakta bahwa kami terjabak dalam friend zone. Atau malah adik kakak zone?

***

Nala tidak tahu pergolakan yang terjadi di pada diri Akesh.

Jujur saja aku bingung harus bersikap seperti apa terhadap Nala. Dari semua hal, mengapa dia bisa menyukaiku yang sudah seperti kakaknya sendiri ini? Apakah dia menyukaiku atau hanya melampiaskan nafsu saja. Ah... apakah malam itu kami bercinta? Lantas, mengapa ada bercak darah di spray kasurku?

Memikirkan hal ini membuat perutku mual. Isi pikiranku sangat sesak sampai asam lambungku kambuh. Kemudian sekarang apa? Aku menyuruhnya menjauh, tapi dia muncul di hadapanku.

“Kalian lagi berantem? Tumben-tumbenan jauh-jauhan gini,” ucap Bina. Si sialan yang pendiam tapi sekali bicara nusuk ke hati. Apa-apaan dengan intuisi perempuan itu? Hah!

“Sok tahu!” Aku nyengir. Menutupi semuanya.

“Eh iya juga, biasanya kan ‘adek’ lo nempel mulu sama lo, sampe ke toilet pun lo ditungguin di depan,” Ical menimpali. Dua orang ini memang kombo super.

Dasar dua kunyuk bangsat ini. Ucapan mereka menambah runyam pikiranku. Aku jadi teringat sikap Nala selama ini. Sikap yang awalnya kuanggap sebagai tingkah lucu dan kasih sayang seorang adik kepada kakaknya.

Sebenarnya berada di dekat Nala membuatku senang. Ia pribadi yang menyenangkan. Meski tak tahu banyak hal, aku akan dengan senang hati mengajarinya apapun. Menghabiskan waktu bersamanya membuatku menemukan figur seorang adik. Barangkali karena aku tak dekat dengan Tasya adik kandungku? Ya, bisa jadi.

Flashback…

Awal pertemuanku dengan Nala terjadi 12 tahun lalu atau saat usiaku delapan tahun. Saat itu untuk pertama kalinya orang tuaku bertengkar hebat.

“Aku akan pergi bawa Caca ke luar negeri, kamu tinggal sama Akesh!”

Mama menangis histeris setelah membanting foto pernikahan mereka ke lantai sampai retak. Setelahnya aku tak tahu apa yang mereka bicarakan. Keduanya berteriak marah-marah. Aku menutup kedua telinga sambil duduk gemetaran.

Takut, aku pun lari keluar rumah. Bersembunyi, jongkok di antara tanaman mama di depan rumah. Kedua tanganku masih menutup telinga, air mata menetes ke pipi. Badanku masih menggigil tapi aku tak bersuara.

“Kakak mau lolipop? Tapi jangan nangis lagi ya.”

Aku menatap sosok anak kecil di depanku. Tangan kanannya menyodorkan lolipop. Matanya berbinar-binar, ia tersenyum lebar hingga nampak dua gigi atasnya yang ompong.

“Dulu ayah ngasih lolipop juga sebelum meninggal. Katanya biar aku nggak sedih lagi.”

Oh, ternyata ada anak seusiaku yang telah ditinggal ayahnya. Tak jauh berbeda dengan nasibku yang sebentar lagi akan ditinggal ayah keluar negeri.

Semenjak pertemuan itu, Nala sering datang ke rumahku. Ia bilang dirinya dan ibunya baru saja pindah ke sini seminggu yang lalu. Aku pun jadi tak begitu kesepian meski mama sibuk bekerja. Saat merasa sedih, aku akan datang ke rumahnya dan sering menginap. Ia pun sesekali menginap di rumahku.

Namun di antara semuanya, ada fakta aneh ternyata ibu kami adalah sahabat di sekolah. Namun semenjak lulus, mereka berpisah karena mama pindah ke kota. Semenjak itu mereka tidak pernah bertemu kembali.

Flashback selesai.

***

Ada dua perempuan yang menhampiri Nala. Anehnya, mereka seperti tak saling mengenal. Pasalnya, perempuan berambut sebahu dan dicepol itu malah asik mengobrol sendiri. Seolah mengabaikan Nala. Anak itu justru asik dengan ponselnya. Sepertinya keduanya bukan teman Nala.

Maksudku, Nala biasa menceritakan teman-teman di sekitarnya. Entah seminim apapun interaksi mereka. Ia sering menunjukkan isi chat dengan temannya atau menunjukkan fotonya. Ia akan mengoceh si ini begini, si itu begitu, bla bla bla. Dan Nala tidak pernah menceritakan tentang dua perempuan di depannya itu.

“Eh Akesh, tugas resensi novel lo udah kelar?”

“Oi, Kampret! Malah ngalamun nih anak. Lagi ada masalah sama cewek lo?”

Ical menjentikkan jarinya di depan mukaku, membuatku kaget.

“Udah, kenapa?!”

“Hehe… lihat dong, cuma mau tahu cara lo ngulas kali ini gimana.”

“Jangan deh, nih anak ntar makin malas dan nggak tahu diri,” Bina menyahut.

“Eh diem deh lu, kempret! Ini tuh namanya belajar dari ahlinya. Lo kan tahu sendiri temen lo yang satu ini langganan dapet nilai A.”

“Udah gua kirim ke email, cek buru,” tukasku setelah meletakkan ponsel sehabis mengirim email.

“Thank’s Bos! Tuh lu harusnya sesekali baik hati kaya Akesh deh Binn. Biar hidup lo berkah.”

Sudut bibir kanan Bina tersungging, seolah-olah meremehkan Ical. Lelaki berambut ikal itu kesal dan beranjak dari tempat duduknya. Tangan kanannya mengepal, menuju ke arah lawan debatnya.

“Kalau kalian masih pengen ribut lanjutin aja. Tapi jangan nyesel kalau ntar gue jorokin kalian ke selokan depan.”

“Hehe bercanda Bro, serius amat lo.” Ical bergidik ngeri mengingat air selokan yang begitu hitam dan bau. Sementara Bina malah nyengir menyaksikan aksi dua sahabatnya. Sebenarnya Bina dan Ical tidak akan saling memukul. Ical tentu hanya menggertak gadis itu.

Setelah beberapa saat akhirnya mereka berdua tenang. Aku kembali menyendokkan nasi goreng ke mulut. Ah, rasanya tak seenak biasanya dan… apa-apaan dengan porsi yang seperti lebih banyak ini? Biasanya hanya dalam waktu 15 menit, makananku habis. Kurasa nafsu makanku terganggu karena asam lambung naik.

Aku kembali menoleh ke arah Nala. Hah… dia memesan dua minuman sekarang? Es jeruk?! Dua gelas?! Ia meneguk minuman asam manis itu sambil melirik ke arahku. Mata kami pun saling bertatapan.

Nala, sebenarnya apa yang ingin kamu sampaikan? Es jeruk adalah simbol jika salah satu dari kita sedang sedih tapi tak ingin bercerita. Biasanya saat kamu memesannya, aku secara otomatis akan menghiburmu. Begitu pula sebaliknya.

Namun kali ini … maaf. Mungkin aku tak bisa karena sepertinya penyebab kesedihanmu adalah diriku. Aku sadar

itu. Maaf.

Terpopuler

Comments

Lexasea

Lexasea

Thor.. bagus kata-katanya enak dibacanya…👍🏻

2024-05-19

1

Lexasea

Lexasea

Haii.. thor aku sudah mampir…
Mampir juga yuk di karya pertamaku “Jodohnya Caca” 🤗

2024-05-17

1

Durrotun Nasihah

Durrotun Nasihah

baru awal baca ...menarik

2024-05-16

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1 - Minimal, Kau Harus Tahu Perasaanku
2 Bab 2 - Aku akan Jadi Bayanganmu
3 Bab 3 - Kita Selesai?
4 Bab 4 - Apa Aku Ngobrol dengan Orang Sakit Jiwa?
5 Bab 5 - Sketsa Pembawa Sial
6 Bab 6 - Ingin Pergi tapi Ada Sesuatu yang Menahan
7 Bab 7 - Kesempatan Khusus
8 Bab 8 - Perasaan Gatal yang Tak Bisa Digaruk
9 Bab 9 - Awal yang Indah
10 Bab 10 – Nalaya dan Agas
11 Bab 11 - Putri Palsu
12 Bab 12 - Elang yang Mengincar Mangsanya
13 Bab 13 - Pertemuan Tak Terduga
14 Bab 14 - Haruskah menjadi Antagonis?
15 Bab 15 - Kucing dan Anjing
16 Bab 16 - Apa yang Sedang Terjadi?
17 Bab 17 - Cemburu
18 Bab 18 - Sebuah Asap Mulai Muncul
19 Bab 19 - Menghadapi Dua Orang Sulit
20 Bab 20 – Kecanduan Racun
21 Bab 21 – Mengubah Penampilan
22 Bab 22 – Bersikap Biasa Saja
23 Bab 23 – Pria yang Menunggu Kekasihnya
24 Bab 24 – Ingin Berlari
25 Bab 25 - Malam yang Memanjang
26 Bab 26 – Diselingkuhi Dua Kali
27 Bab 27 – Belanja Berdua
28 Bab 28 - Ditinggal Sendirian
29 Bab 29 – Hidup dalam Manipulasi
30 Bab 30 – Semuanya sedang Berjuang
31 Bab 31 – Menantang Lawan
32 Bab 32 – Tak Bisa Lari
33 Bab 33 – Tarik Menarik
34 Bab 34 – Melanggar Janji
35 Bab 35 – Kembali ke Apartemen
36 Bab 36 – Kabar Baru
37 Bab 37 – Menanti Penjelasan
38 Bab 38 – Berkembang Bersama
39 Bab 39 - Batasan
40 Bab 40 - Putus dan Tersambung
41 Bab 41 - Bimbang
42 Bab 42 - Kembali
43 Bab 43 – Berjumpa Lagi
44 Bab 44 – Hukuman
45 Bab 45 –Begitulah Cinta
46 Bab 46 – Saatnya Bersantai, Seharusnya
47 Bab 47 - Tangis
48 Bab 48 - Kata yang Sulit
49 Bab 49 – Senyum Tersembunyi
50 Bab 50 – Semua Berjalan Lancar
51 Bab 51 – Liburan!
52 Bab 52 - Kuku Serigala
53 Bab 53 – Memori Masa Kecil (1)
54 Bab 54 – Bertemu Mama
55 Bab 55 – Pertemuan Keluarga
56 Bab 56 – Sebuah Perintah
57 Bab 57 – Ayah
58 Bab 58 – Menepi
59 Bab 59 - Ayah dan Anak
60 Bab 60 - Sebuah Rencana Bersama
61 Bab 61 - Liburan Keluarga
62 Bab 62 - Bunga Melati
63 Bab 63 - Obrolan Antarpria
64 Bab 64 - Seorang Ayah
65 Bab 65 - Antara Anak dan Pasangan
66 Bab 66 - Kata yang Terlambat
67 Bab 67 - Kembali ke Kampus
68 Bab 68 - Menjemput Saingan Kecil
69 Bab 69 - Pengganggu
70 Bab 70 - Sisa Kasih Sayang
71 Bab 71 - Sebuah Tawaran
72 Bab 72 - Arti Sahabat
73 Bab 73 - Kisah yang Rumit
74 Bab 74 - Dua Sejoli
75 Bab 75 - Jalan
76 Bab 76 - Perasaan Tidak Enak
77 Bab 77 - Komunikasi
78 Bab 78 - Mencari Inspirasi
79 Bab 79 - Air Hujan
80 Bab 80 - Lukisan Pertama
Episodes

Updated 80 Episodes

1
Bab 1 - Minimal, Kau Harus Tahu Perasaanku
2
Bab 2 - Aku akan Jadi Bayanganmu
3
Bab 3 - Kita Selesai?
4
Bab 4 - Apa Aku Ngobrol dengan Orang Sakit Jiwa?
5
Bab 5 - Sketsa Pembawa Sial
6
Bab 6 - Ingin Pergi tapi Ada Sesuatu yang Menahan
7
Bab 7 - Kesempatan Khusus
8
Bab 8 - Perasaan Gatal yang Tak Bisa Digaruk
9
Bab 9 - Awal yang Indah
10
Bab 10 – Nalaya dan Agas
11
Bab 11 - Putri Palsu
12
Bab 12 - Elang yang Mengincar Mangsanya
13
Bab 13 - Pertemuan Tak Terduga
14
Bab 14 - Haruskah menjadi Antagonis?
15
Bab 15 - Kucing dan Anjing
16
Bab 16 - Apa yang Sedang Terjadi?
17
Bab 17 - Cemburu
18
Bab 18 - Sebuah Asap Mulai Muncul
19
Bab 19 - Menghadapi Dua Orang Sulit
20
Bab 20 – Kecanduan Racun
21
Bab 21 – Mengubah Penampilan
22
Bab 22 – Bersikap Biasa Saja
23
Bab 23 – Pria yang Menunggu Kekasihnya
24
Bab 24 – Ingin Berlari
25
Bab 25 - Malam yang Memanjang
26
Bab 26 – Diselingkuhi Dua Kali
27
Bab 27 – Belanja Berdua
28
Bab 28 - Ditinggal Sendirian
29
Bab 29 – Hidup dalam Manipulasi
30
Bab 30 – Semuanya sedang Berjuang
31
Bab 31 – Menantang Lawan
32
Bab 32 – Tak Bisa Lari
33
Bab 33 – Tarik Menarik
34
Bab 34 – Melanggar Janji
35
Bab 35 – Kembali ke Apartemen
36
Bab 36 – Kabar Baru
37
Bab 37 – Menanti Penjelasan
38
Bab 38 – Berkembang Bersama
39
Bab 39 - Batasan
40
Bab 40 - Putus dan Tersambung
41
Bab 41 - Bimbang
42
Bab 42 - Kembali
43
Bab 43 – Berjumpa Lagi
44
Bab 44 – Hukuman
45
Bab 45 –Begitulah Cinta
46
Bab 46 – Saatnya Bersantai, Seharusnya
47
Bab 47 - Tangis
48
Bab 48 - Kata yang Sulit
49
Bab 49 – Senyum Tersembunyi
50
Bab 50 – Semua Berjalan Lancar
51
Bab 51 – Liburan!
52
Bab 52 - Kuku Serigala
53
Bab 53 – Memori Masa Kecil (1)
54
Bab 54 – Bertemu Mama
55
Bab 55 – Pertemuan Keluarga
56
Bab 56 – Sebuah Perintah
57
Bab 57 – Ayah
58
Bab 58 – Menepi
59
Bab 59 - Ayah dan Anak
60
Bab 60 - Sebuah Rencana Bersama
61
Bab 61 - Liburan Keluarga
62
Bab 62 - Bunga Melati
63
Bab 63 - Obrolan Antarpria
64
Bab 64 - Seorang Ayah
65
Bab 65 - Antara Anak dan Pasangan
66
Bab 66 - Kata yang Terlambat
67
Bab 67 - Kembali ke Kampus
68
Bab 68 - Menjemput Saingan Kecil
69
Bab 69 - Pengganggu
70
Bab 70 - Sisa Kasih Sayang
71
Bab 71 - Sebuah Tawaran
72
Bab 72 - Arti Sahabat
73
Bab 73 - Kisah yang Rumit
74
Bab 74 - Dua Sejoli
75
Bab 75 - Jalan
76
Bab 76 - Perasaan Tidak Enak
77
Bab 77 - Komunikasi
78
Bab 78 - Mencari Inspirasi
79
Bab 79 - Air Hujan
80
Bab 80 - Lukisan Pertama

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!