" Bawa dia ke rumahku. Tidurkan dia di ranjangku dan jangan lupa kunci kamarnya. " Ucapnya setelah melihat wanita itu tak sadarkan diri setelah sekian puluh menit menangis.
Kalau kalian tanya kenapa Linda itu menangis, dia sebenarnya sudah tau target sebenarnya bukanlah lembaran itu, jauh dari tempat ia berada sekarang, di markas lain, terdapat 3 orang yang telah di ikat tangannya ke belakang tiang hitam yang menjadi sandaran tubuhnya juga matanya yang di tutupi kain hitam membuat mata di balik kain itu menangis ketakutan tentang apa yang akan terjadi di menit-menit berikutnya, tak lupa satu snipper seperti Linda tengah berdiri di hadapan mereka bertiga dengan pistol yang siap menembakkan peluru di tangannya. Satu persatu dari mereka mulai gugur bersimbah darah begitu Linda yang sedang bersama Rendy menembak target tersebut, ia tahu ini semua karena dulu ia pernah menangani kasus yang persis dengannya sekarang namun bedanya sang korban meninggal di tempat begitu pelaku menembak kepalanya sesaat sebelum polisi tiba di TKP dan berakhir pelaku di hukum dengan hukuman 15 tahun karena perilaku kejinya.
Perlahan Rendy mulai meninggalkan Arlinda bersama pengawalnya yang tengah berusaha membawa Arlinda ke dalam mobil. Rendy sendiri punya urusan di kantornya. Katanya si sekretaris tidak bisa mengerjakan semuanya, padahal Rendy punya dua sekretaris. Ya dengan berat hati, Rendy harus turun tangan sendiri, kembali ke kantornya.
Di rumah Alvin, kegaduhan terjadi atas hilangnya Arlinda. Alvin berusaha sekeras mungkin melacak keberadaan Arlinda dengan komputernya, namun hasilnya nihil. Jam yang di berikan Alvin telah hancur di tangan Rendy.
Ariel sudah menebak bahwa Rendy kembali membawa adik kecilnya. Ia tahu Rendy tidak akan menyerah sampai tujuannya tercapai. Dengan tergesa-gesa ia langsung menancap gas mobilnya menuju markas Rendy yang telah kosong. Ia tau pasti bahwa Arlinda ada di sana setelah ia mengecek rumah milik Rendy yang tak berpenghuni.
Di saat yang bersamaan, mobil Ariel dan mobil pengawal Rendy berpapasan dalam arah yang berbeda. Ariel menuju markas dan pengawal Rendy menuju rumah. Ia tak begitu memperhatikan bahwa di sebelahnya adalah mobil yang membawa adiknya. Perasaam cemas, takut, dan panik juga marah bercampur menjadi satu dalam diri Ariel.
" Arghh, kenapa kau harus menyiksa adikku bodoh! Bawa saja aku! Bunuh aku! Aku tak bisa melihat bunnyku kau siksa! " Ariel berteriak sekencang mungkin sambil memukul kemudi mobilnya. Tanpa ia ketahui, air matanya mulai keluar dengan deras. Dia terus berteriak bunny, bunny, dan bunny. Bunny adalah panggilan dari Ariel untuk Arlinda ketika mereka masih kecil.
" Kakak! " Teriak Arlinda yang tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Reflek, ia bangun dan bersandar pada tembok kamar tersebut sambil memijit dahinya. Ia berusaha mengingat apa yang terjadi sebelum ia berada di kamar ini. Ketika ia mulai sadar akan apa yang sudah di lakukan Rendy padanya, ia langsung berlari ke pintu berusaha membukanya namun pintu tersebut telah terkunci. Air matanya keluar dengan sangat deras sambil menyebut kakaknya.
" Kakak hikss, kak bawa aku keluar kak, hiksss, kakak, aku tidak ingin di sini kak hikss. " Ia terus memukul pintu tersebut dan lama-kelamaan tenaganya mulai habis, ia kembali tertidur dengan bersandar di pintu tersebut.
" Non? " Suara tersebut mengagetkan Arlinda dan membuatnya terbangun.
" Kakak, bawa aku keluar kak, aku tidak ingin di sini. " Ucapnya dengan penuh harapan bahwa itu adalah Ariel
" Non, maaf, ini saya bibi. Saya bawakan makanan non, di makan ya non. " Ucap pembantu tersebut setelah menyerahkan makanan tersebut kepada Arlinda lalu mengunci lagi pintu kamar tersebut.
" Bi, bawa aku keluar dari sini. " Arlinda yang masih termenung di balik pintu tersebut membuat si bibi menghentikan langkahnya.
" Maaf non, saya hanya pembantu di sini, saya tidak punya kuasa untuk membebaskan nona, itu semua harus dengan ijin tuan muda. " Tanpa berbalik bibi mengatakan hal tersebut dan langsung kembali ke dapur melanjutkan pekerjaannya.
" Non, tuan muda itu baik, nona hanya perlu menuruti segala perintah tuan muda saja, dan yang paling penting nona jangan membantah pada tuan muda. " Sambungnya sambil berjalan menjauh dari kamar tersebut.
Makanan yang diberikan bibi padanya hanya di anggurkan di atas meja. Ia tetap menangis hingga tertidur di balik pintu tersebut.
Tepat jam 9 malam, Rendy tiba di kediamannya sendiri. Ia di sambut oleh pembantunya. Matanya masih berkeliling mencari keberadaan Arlinda. Seketika dia tidak menemukan gadisnya, smirknya pun keluar. Ia segera berlari ke arah kamarnya setelah berbincang dengan bibi.
" Bi, Arlinda bagaimana? " Tanyanya pada bibi.
" I-itu tuan... " Jawab bibi dengan gugup.
" Itu apa bi! " Rendy semakin penasaran dengan jawaban bibi yang terbata-bata.
" Nona, masih menangis dan tidak mau makan apa yang saya antarkan tadi. Nona bersandar di pintu tuan. Mari jasnya saya lepaskan. " Tangan bibi sudah siap untuk melepaskan jas yang di kenakan Rendy, namun langsung di tepis oleh Rendy.
" Tidak usah bi, saya ingin bertemu Arlinda dulu. " Rendy langsung berlari menapaki tangga menuju kamarnya.
" Makan malamnya bibi siapkan ya... " Teriak Rendy dari lantai 2.
" Baik tuan. " Bibi langsung melanjutkan aksinya bertempur di dapur.
Perlahan Rendy membuka pintu tersebut. Arlinda yang tertidur dengan lelap tak sadar bahwa Rendy telah tiba. Di angkat lah Arlinda dari pintu menuju ranjang besar dengan gendongan Rendy.
" Kamu cantik, kalau tidak karena kematian adikku yang di sebabkan kakakmu, aku pasti sudah membawamu dengan baik ke rumah ini Linda. " Rendy mengelus pipi lembut Arlinda. Sedetik kemudian ia sadar apa yang membuatnya membawa Arlinda ke ke rumah ini.
Rendy menunggu Arlinda bangun sambil melihat tubuh indahnya yang tengah tidur di atas ranjangnya dari sofa di sebelah kiri ranjangnya. Tak lama, ia melihat tanda-tanda bangunnya Arlinda. Matanya mulai berkedip, jemarinya mulai bergerak, dan mulutnya mulai mengeluarkan suara yang tidak di sukai Rendy.
" Engghhh, kakak, kakak di mana? " Racau Arlinda yang belum mendapatkan kesadarannya dengan penuh.
" Sudah bangun nona? " Samar suara Rendy mulai terdengar di telinga Arlinda.
" Kak Rendy? " Arlinda mengenali suara tersebut, ia melihatnya dengan sayu, mata yang belum sepenuhnya terbuka.
" Rendy? Siapa Rendy? Di sini yang ada hanya tuan muda bukan kak Rendy. " Ucapnya dengan angkuh.
" Siapa suruh kau tidur di ranjangku hahh?! " Rendy mulai menghampiri Arlinda dengan wajah seramnya. Arlinda yang melihat hal tersebut reflek menjauh dari Rendy, ia sudah tidak bisa menghindar lebih jauh lagi, ia telah bersandar pada tembok kamar tersebut dengan perasaan yang amat takut terhadap Rendy.
Rendy ini lupa apa bagaimana, siapapun tolong ingatkan kembali pemuda ini apa yang dia katakan di awal tadi.
" Tidur di lantai! Turun sekarang atau kakakmu akan mati! " Arlinda langsung beranjak dari ranjang tersebut menuju lantai di sebelah sofa. Ketika ia hendak mengambil ponselnya, Rendy langsung mengambik ponsel tersebut dan menginjaknya hingga hancur.
" Pakailah ponsel ini dan jangan berharap kau bisa berkomunikasi dengan orang lain selain aku, di sana hanya ada kontakku, kalau kau berani menghubungi orang lain, siapkan kakimu untuk ku patahkan. " Rendy melempar ponsel tersebut pada Arlinda dengan sebuah ancaman.
Linda memilih untuk bungkam, ia tidak akan merelakan kakinya untuk dipatahkan hanya karena menolak sebuah ponsel, dengan berat hati, ia menerima ponsel itu.
" Baca itu dan lakukan mulai besok. " Ucap Rendy yang melempar gulungan kertas pada Linda.
Arlinda mulai membuka tali yang terikat dengan kertas tersebut dan ketika sudah terbuka ia langsung membacanya. Ia sempat kaget dengan salah satu aturan yang di tuliskan dalam kertas itu. Tepatnya peraturan nomer 3 yang berbunyi bahwa Linda harus menyiapkan perlengkapan mandi Rendy dan harus ikut mandi atau memandikan Rendy. Dia sangat kaget, tentu saja dia kaget dengan hal yang di namakan 'memandikan atau mandi bersama', ia belum siap melihat tubuh telanjang orang lain dan belum siap jika dirinya yang telanjang di lihat orang lain. Ia sampai membelalakkan matanya dan hampir berteriak karena peraturan tersebut. Rendy yang melihat hal tersebut, berusaha menahan tawanya sekeras mungkin. Sedetik kemudian, Linda menatap Rendy dengan tatapan bingung.
" Apa? Kau tidak mau menuruti semua perintah yang ada di kertas itu? Ok, makam kakakmu akan siap besok pagi kalau kau tidak mau menerimanya. " Ucap Rendy dengan santai sambil mengambil ponselnya berusaha memanggil seseorang di seberang sana untuk membunuh Ariel, Linda langsung mengiyakan apa yang pemuda itu inginkan agar kakaknya selamat. Sebenarnya Rendy sangat senang melihat wajah panik Arlinda itu. Dan itu semua hanya ancaman belaka, ponselnya saja belum sempat menyala ketika Rendy meletakkan benda pipih itu ke telinganya.
Untuk hari ini, Linda hanya akan menyiapkan air untuk Rendy mandi dan menyajikan makan malam padanya. Itu semua dilakukan dengan baik oleh Linda. Setelah semuanya berlalu, mereka kembali ke kamar dan Linda masih harus mengganti bajunya dengan piyama, ketika ia ingin mengambil piyamanya, ia kaget melihat sepotong kain yang sudah tergantung rapi di lemari itu, piyama itu sangat pendek, Linda bisa masuk angin kalau tidur setiap hari dengan piyama seperti itu. Memilih mengesampingkan akibatnya, ia langsung mengambil piyama sepasang dengan warna coklat berbahan satin dengan celana yang hanya menutupi separuh pahanya, membawa piyama itu ke kamar mandi dan memakainya dengan cepat, setidaknya malam ini, ia bisa tidur tenang untuk yang terakhir kalinya sebelum esok hari bencana baru akan tercipta, ya meskipun tidak ada jaminan ia akan tidur nyenyak di rumah penyanderanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
DeputiG_Rahma
like like kiriman dari DEBU ORBIT..
semoga bisa saling dukung ya hehe
2020-11-30
0