MULAI MENGGODA

Demi menjalankan misi yang diberikan oleh Raya, Tasya rela pulang paling akhir. Dia memastikan Bagas sudah pulang terlebih dahulu sebelum menemui Rahman.

Sesekali tatapan Tasya tertuju ke jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. Perutnya sudah mulai keroncongan minta diisi, tetapi yang ditunggu tidak kunjung muncul juga.

"Mana sih om Rahman? Lama banget keluarnya. Padahal gue udah mastiin ke kelasnya kalau dia ngajar hari ini." Tasya menggerutu sendirian.

Gadis itu mengedarkan pandangannya ke sekitar kampus untuk sekedar menghilangkan kebosanan. Sudah hampir satu jam dia berdiri di lorong yang letaknya tidak jauh dari parkiran untuk sekedar menunggu Rahman.

"Kamu belum pulang, Sya? Kenapa?"

Akhirnya orang yang ditunggu Tasya muncul juga. Gadis itu langsung berbalik ke arah sang pemilik suara. Mendadak jantungnya berdetak lebih cepat. Tasya hanya bisa harap-harap cemas, semoga saja omnya tidak curiga dengan trik yang akan dia pakai.

"Tadi aku abis ngerjain tugas di perpus, baru aja kelar. Sekarang aku emang lagi nungguin Om Rahman," ucap Tasya memulai karangan ceritanya.

Padahal dia tidak dari perpustakaan. Sejak keluar dari kelas, dia langsung berdiri di situ untuk menunggu Rahman pulang.

"Tumben kamu nungguin om. Ada apa, Sya? Mau nebeng pulang?" tebak Rahman.

Jantung Tasya semakin berdetak tak beraturan. Haruskah dia bohong kali ini? Kalau tidak melakukan ini, Raya pasti akan ngamuk. Gadis itu mengumpulkan keberaniannya, dan setelah menghela napas pelan, Tasya akhirnya menyampaikan tujuannya.

"Anu ... bukan, Om. Aku bukan mau nebeng pulang. Sebenarnya aku nungguin Om Rahman karena mau minta kontaknya pak Bagas. Ada yang mau aku tanyain terkait tugas yang harus dikumpul besok, Om."

Selesai. Tasya sudah menyampaikan cerita karangannya. Rasanya badan gadis itu mendadak panas dingin. Kalau bukan karena Raya, dia tidak akan mau sampai seperti ini.

"Owalah, kamu perlu kontaknya Bagas? Sebentar, om cariin di grup dosen. Dia baru, jadi om belum nyimpen kontak dia. Nah, tuh. Udah om kirim ke kamu."

Terdengar bunyi pesan masuk di ponsel Tasya. Setelah dia cek, benar saja. Rahman sudah mengirimkan kontak Bagas.

"Eh iya, udah masuk, Om. Terima kasih banyak ya, Om. Maaf, gara-gara aku, jam pulang Om Rahman jadi ngaret."

"Enggak masalah, Sya. Terpotong sebentar, tantemu nggak akan ngomel. Kamu nggak mampir ke rumah Om?" tawar Rahman pada akhirnya.

"Kapan-kapan deh, Om. Aku lagi banyak tugas, nih."

"Ya sudah kalau begitu. Salam buat Mas Yoga, dan Mbak Tresna, ya."

"Oke, Om. Nanti aku sampein ke papa mama. Sekali lagi makasih, Om."

"Iya, Sya. Om duluan, ya."

Rahman berjalan meninggalkan Tasya yang sekarang bisa bernapas lega. Gadis itu langsung mengirimkan kontak Bagas ke Raya. Dia tidak mau membuat sahabatnya itu menunggu. Walaupun cara Raya sedikit ekstrim untuk mendapatkan pasangan, Tasya tetap mendukung sepenuhnya.

***

Di rumahnya, Raya yang sedang bersantai sambil menikmati jus jeruk di sebelah kolam renang tersenyum puas saat melihat pesan dari Tasya. Dia langsung menyimpan kontak dosen incarannya itu dengan nama "Calon Ayang". Tidak hanya sampai di sana, Raya juga langsung mengirimkan pesan pertamanya pada sang dosen.

"Halo, Pak Dosen Ganteng, sedang apa?"

Raya mengirimkan pesan itu sambil tersenyum sumringah. Dia bisa membayangkan bagaimana wajah sebal Bagas saat menerima pesannya. Dosen itu pasti akan mengomel.

"Siapa?"

Balas Bagas singkat. Bukannya itu menurunkan semangat Raya, gadis itu justru semakin bersemangat untung menggodanya.

"Ih, gercep banget balesnya, makasih ya, Pak. Ini Raya, Pak Ganteng. Mahasiswi Bapak yang tadi terpesona sama kegantengan Pak Bagas. Masih ingat, kan?"

Raya cekikikan. Dia tidak pernah sesenang ini saat mengirimkan pesan kepada seseorang.

"Oh, kamu. Ada perlu apa? Jangan kirim pesan saya kalau tidak ada kaitannya dengan pelajaran. Saya juga tidak suka dengan panggilan kamu. Itu tidak sopan, Raya!"

Bagas membalas pesannya dengan jutek, tetapi itu justru memacu adrenalin Raya. Dia tidak akan mundur sedikit pun, sampai dia bisa meluluhkan hati dosennya itu.

"Jangan galak-galak, Pak Ganteng. Takutnya ... kalau  Bapak galak begini, saya jadi makin suka."

"Lihat aja, gimana nanti reaksi dia abis baca pesan gue. Pasti dia langsung ngamuk. Entah kenapa di bayangan gue pak Bagas malah hot banget kalo lagi ngamuk gitu. Kayak tadi pas dikelas. Bawaannya pengen ngajak dia ke KUA," ucap Raya bicara sendirian.

Dia menunggu balasan dari Bagas. Mata gadis itu terus tertuju pada layar ponselnya. Dia sangat berharap dosennya itu segera mengirimkan balasan dari pesan yang dikirimnya.

"Ck, mana sih. Kok nggak dibalas-balas? Apa perlu gue spam?"

"Pak, kenapa nggak dibalas. Saya nungguin, loh."

"Pak Bagas,"

"Pak Ganteng, bales dong pesan saya, Pak."

Raya mengirimkan tiga pesan sekaligus. Dia berharap itu bisa membuat Bagas segera membalas pesan yang dikirimkannya.

"Astaga! Raya, stop! Jangan bicara sembarangan. Saya ini dosen kamu. Tidak seharusnya kamu bicara seperti itu."

Raya sangat senang. Akhirnya pesannya dibalas juga oleh Bagas. Dia tidak akan berhenti walaupun Bagas memintanya untuk berhenti. Tidak ada kata mundur dalam kamus Raya saat menemukan sosok yang menjadi idamannya.

"Memangnya kenapa kalau Pak Bagas dosen saya? Tidak ada aturan tertulis yang menyatakan kalau Dosen dilarang memiliki hubungan khusus dengan mahasiswinya. Intinya saya suka sama Pak Bagas. Titik. Dan ... Pak Bagas tidak berhak untuk melarang saya jatuh cinta sama Bapak."

"Terserah kamu. Intinya saya tidak akan membalas lagi pesan kamu kalau tidak ada hubungannya dengan pelajaran."

"Simpan saja perasaan kamu. Lebih baik kamu suka dengan orang lain. Karena saya tidak bisa membalas perasaan kamu, Raya."

Lagi-lagi Raya tertawa saat membaca balasan pesan dari Bagas.

"Jangan terlalu terburu-buru mengambil keputusan, Pak. Kita baru bertemu sekali, mana bisa Bapak memutuskan kalau Bapak tidak bisa membalas perasaan saya."

"Justru karena baru sehari, saya tidak percaya kalau kamu jatuh cinta pada saya."

"Oh, begitu? Baiklah. Saya akan membuktikan kalau saya benar-benar menyukai Pak Bagas. Beri saya kesempatan untuk membuktikan kalau saya memang mencintai Bapak dengan sungguh-sungguh."

"Bagaimana?"

"Bapak tidak keberatan, kan?"

"Terserah, tetapi ingat ... kamu jangan berharap banyak. Jangan salahkan saya juga kalau nantinya saya tidak akan merespon apa yang kamu lakukan."

Raya tersenyum lebar. Dia mulai menyusun strategi untuk mendapatkan perhatian Bagas. Raya ingin membuktikan kalau dia bisa mendapatkan apa yang diinginkannya.

"Oke, lihat aja nanti. Gue akan luluhin hati Lo Pak Bagas. Gue akan buat Lo jatuh cinta sejatuh-jatuhnya sama gue."

Gadis itu kemudian meletakkan ponselnya ke atas meja. Dia kembali menikmati jus yang berada di tangannya. Sebuah senyuman menghiasi wajah Raya. Seolah kemenangan sudah berada di depan mata.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!