DIIKAT PERJODOHAN

"Raya, dandan yang cantik. Malam ini papa sama mama mau kenalin kamu ke anak teman kami," perintah Ningrum yang tiba-tiba saja muncul di kamar anaknya.

Raya memang tidak menutup pintu, jadi wajar ibunya bisa langsung masuk tanpa mengetuk pintu.

"Kenalin? Maksudnya? Papa sama mama mau jodohin aku, gitu?" Raya menanggapi apa yang dikatakan mamanya sambil tertawa.

Lucu. Usianya sekarang masih dua puluh dua tahun. Dia juga baru kuliah masuk semester tiga. Bagaimana ceritanya, tiba-tiba orang tuanya mau menjodohkan dia dengan seseorang.

"Mama bilang kan ngenalin, Ray. Kami nggak akan maksa kalau setelah pertemuan ini kamu ngerasa nggak cocok sama dia. Ya ... walaupun feeling mama kamu bakalan nggak nolak, sih."

"Mama kepedean, deh. Bener ya, nggak ada pemaksaan. Soalnya Raya udah punya, Ma. Jadi kalau dipaksa, aku nolak dari sekarang." Raya berujar tegas.

Dia memang tidak akan mundur apapun yang terjadi. Selama Bagas belum menikah, dia akan terus mencari celah supaya bisa menjadi kekasih dosen mudanya tersebut.

"Punya apa? Punya pacar? Mana? Kok nggak dikenalin ke mama?"

Ningrum mencecar putrinya dengan beberapa pertanyaan itu. Dia memang belum pernah sekalipun melihat Raya membawa pulang seorang pemuda.

"Belum pacar, sih. Baru gebetan aja." Raya menjawab sambil nyengir.

"Baru juga gebetan, udah kayak apa aja. Belum tentu juga kalian bisa jadian," ledek sang mama.

"Mama jangan remehin Raya, deh. Lihat aja, kurang dari sebulan juga dia bakalan luluh sama aku. Nanti aku bakalan kenalin ke mama, dan mama pasti langsung setuju."

"Tadi ngatain mama, sekarang kamu yang kepedean."

"Soalnya selera kita sama, Ma. Jadi nggak mungkin Mama nggak setuju sama pilihan Raya," ucap gadis itu yakin.

"Benar juga. Kamu memang jiplakan mama banget. Okelah, ayo kita lihat, siapa yang bakalan kamu pilih. Pemuda yang mama kenalkan, atau bertahan sama pilihan kamu."

"Oke, siapa takut."

***

Malam pun tiba. Raya menuruti keinginan orang tuanya. Walaupun dia tidak tertarik dengan perjodohan, gadis itu tetap berusaha untuk tampil maksimal. Dia percaya apa kata Ningrum. Ini hanya perkenalan, bukan pemaksaan perjodohan.

Saat sampai di restoran, mereka bertiga sudah ditunggu oleh kedua orangtuanya pemuda yang katanya akan dikenalkan pada Raya. Mereka menyambut dengan ramah.

"Jeng Tyas, seneng akhirnya bisa bertemu setelah sekian lama." Ningrum mengajak wanita bernama Tyas itu untuk mengobrol.

Sementara fokus Raya justru tertuju pada lelaki yang kini tengah bercengkrama dengan ayahnya. Reza Adiwangsa, pemilik kampus tempatnya kuliah sekarang.

Dia mengingat kembali apa yang dikatakan oleh Tasya. Tentang fakta bahwa Bagas merupakan anak dari pemilik kampus tempat mereka kuliah.

Jangan-jangan ... yang mau dikenalin ke dia itu ...

"Nah, ini Dan, anakku. Bagas, salam sama om Danu, dan tante Ningrum."

Bagas. Ya, Bagas Adiwangsa. Dosen muda yang jadi incaran Raya. Kalau tahu sejak awal dia dijodohkan dengan lelaki itu, Raya sudah pasti akan langsung mengiyakan. Ini merupakan sebuah kebetulan yang memang Raya inginkan.

Bagas tampak menyalami kedua orang tua Raya dengan sopan. Kini tibalah dia menatap sosok yang akan dijodohkan dengannya. Seketika wajah Bagas menegang. Dia sudah menjadikan perjodohan ini sebagai alat untuk mengusir Raya dari kehidupannya, tetapi justru wanita itulah yang dijodohkan dengannya.

"Bagas," ucap Reza memberi kode pada Bagas untuk sekedar berkenalan dengan Raya.

Dengan terpaksa, lelaki itu mengulurkan tangannya ke arah Raya.

"Bagas," ucapnya singkat memperkenalkan diri.

Raya dengan nakal menggenggam tangan Bagas lumayan erat.

"Raya," balasnya dengan senyum penuh isyarat.

Setelah acara makan malam selesai, Reza memerintahkan kepada Bagas untuk mengantarkan Raya pulang. Dia beralasan akan melanjutkan acara ke tempat karaoke. Mengingat nostalgia mereka saat masih sekolah. Dengan kata lain, orang tua Bagas dan Raya merupakan teman satu sekolahan dulunya. Mereka Mengadakan pertemuan kali ini bukan hanya untuk mengenalkan Bagas dengan Raya, melainkan juga untuk reunian.

Bagas yang sudah menyanggupi keinginan ayahnya, dia pun bersedia mengantarkan Raya pulang. Di sisi lain Bagas tahu maksud dari sang ayah, beliau ingin Bagas memulai pendekatan dengan Raya. Padahal gadis itu merupakan seseorang yang paling ingin dihindarinya.

Selama beberapa menit perjalanan, suasana begitu hening. Raya menunggu Bagas mengajaknya bicara, sementara sang dosen justru memilih diam seribu bahasa. Bagas tampak begitu enggan untuk memulai percakapan dengan gadis yang duduk di sampingnya tersebut.

"Pak, tau nggak sih, kita itu memang sudah ditakdirkan bersama. Mau kemana pun Pak Bagas lari, pasti akan ketemu sama saya juga."

Raya yang sudah lelah menunggu Bagas mengajaknya bicara akhirnya membuka suara. Dia begitu puas dengan apa yang terjadi malam ini. Setidaknya takdir merestuinya bersama Bagas, walaupun dia masih belum melihat perubahan sikap apapun dari lelaki itu.

"Kamu tidak usah terlalu percaya diri. Semua ini hanya kebetulan, dan saya juga mau dijodohkan karena saya menghargai ayah saya. Kamu jangan berharap lebih, karena saya belum tentu bisa mencintai kamu. Justru akan lebih baik kalau kamu menolak perjodohan ini, dan mencari lelaki lain untuk masa depan kamu," ucap Bagas dingin.

Berharap Raya menolak? Itu sangat tidak mungkin. Setelah berusaha menarik perhatian Bagas, mana mungkin gadis itu akan melewatkan kesempatan berharga ini? Dia justru akan memanfaatkannya semaksimal mungkin.

Raya tetap pada keyakinannya, dia pasti bisa membuat Bagas jatuh cinta.

"Bapak yakin, minta saya untuk mundur? Nggak akan nyesel? Padahal dapetin mahasiswi populer seperti saya ini susah loh, Pak. Masa Pak Bagas mau sia-siain kesempatan ini, sih?"

"Saya sangat yakin, Raya. Saya akan sangat berterima kasih kalau kamu mau memenuhi permintaan saya. Kamu itu masih muda, justru karena kamu populer, saya tidak ingin kamu terjebak pernikahan dini ini."

"Sayangnya saya nggak akan mundur, Pak. Saya tidak akan menyesal menikah muda dengan Pak Bagas. Karena apa? Karena Pak Bagas itu idaman saya."

"Tapi Ray ..."

"Coba aja Pak Bagas bilang sama ayahnya Pak Bagas kalau memang mau menolak," saran Raya.

"Itu tidak mungkin, Raya. Satu-satunya yang bisa berusaha untuk membatalkan pertunangan ini itu kamu. Makanya saya minta kamu untuk mengajukan pembatalan perjodohan."

"Tapi saya nggak mau, Pak. Saya mau tetap dinikahkan sama Pak Bagas. Gimana dong?" tanya Raya meledek.

Bagas mendesah frustrasi. Dia meraup wajahnya dengan tangannya sendiri. Memang benar, dia tidak bisa mengandalkan Raya. Karena gadis itu memang sangat terobsesi terhadap dirinya.

"Memang tidak ada gunanya meminta kamu meminta untuk membatalkan perjodohan ini. Ya sudah, kalau kamu mau tetap menerima perjodohan kita. Satu hal yang harus kamu ingat baik-baik, Raya. Jangan sampai ada satu pun mahasiswa yang tahu soal perjodohan kita ini. Kalau tidak, saya akan bicara dengan ayah kamu untuk meminta ayah saya membatalkan perjodohan kita."

"Itu sih soal gampang, Pak. Nggak sabar nikah sama Pak Bagas. Pokoknya nanti saya akan meminta pernikahan kita dipercepat. Saya tidak mau ada yang merebut Pak Bagas dari saya."

"Raya, jangan lakukan itu. Setidaknya kasih saya kesempatan untuk bisa menerima perjodohan ini sepenuh hati."

"Kelamaan, Pak. Kalau Pak Bagas selalu judes sama saya, mau sampai kapan saya nunggu? Nanti kita belajar saling menerima sambil menjalani pernikahan kita. Coba Pak Bagas bayangkan, seru nggak sih, Pak?"

"Aargh! Bisa gila kalau kelamaan bicara sama kamu."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!