Sehabis dari danau, mereka berdua beranjak pulang, Maya yang selalu menatap buku yang selalu digenggam oleh Atma menanyakan “Kenapa buku puisimu selalu kamu bawa?” Tanya Maya di depan gerbang taman.
“Karena kita tidak tahu kapan pikiran dan hati ini merasakan perasaan yang sama, ya, bisa dibilang inspirasi saat menulis itu datang secara tiba-tiba” Jawab Atma sambil membuka bukunya.
“Sudah berapa banyak puisi yang sudah kamu buat?” Tanya Maya.
“Banyak sih, ini buku diary yang baru aku beli juga” Jawab Atma.
“Banyak? Seberapa banyak?”Tanya Maya yang penasaran.
“Hmm... kalau kamu mau, datang aja ke rumahku dan kamu bebas membacanya” Jawab Atma dengan lembut
.
“Boleh?Takutnya orang tuamu tidak menerima tamu” Ucap Maya dengan senyuman.
“Hahaha... Aku tidak tahu siapa orang tuaku, Aku di besarkan oleh Almarhumah nenekku” Ucap Atma yang menundukkan kepalanya.
“Hmm... Maafkan aku yaa, aku tidak tahu soal itu, Maaf ya” Ucap Maya sambil memegang tangannya karena merasa bersalah.
“Tidak apa-apa, Besok datang aja kerumah, kalau kamu mau juga” Ucap Atma sambil tersenyum.
Maya yang mengetahui latar belakang dari Atma sontak kaget dan kebingungan “Kenapa dia bisa tersenyum secara dia hidup dengan kesendirian?” Ucap Maya dalam hati.
Matahari pun terbenam, mereka pun berjalan untuk pulang dengan arah yang berlawanan, Maya berjalan pulang dengan rasa hati yang sedih mendengar perkataan Atma tentang keluarganya, Maya melirik kebelakang untuk melihat Atma kembali.
Maya pun memanggil Atma, Atma berhenti dan menoleh kepadanya, Maya yang berlari memutuskan untuk pergi kerumahnya hari ini, mereka berdua memiliki kesamaan tentang keluarganya, Maya yang ditinggal oleh kedua orang tuanya karena perceraian dan Maya hidup dengan kesendirian karena kedua orang tuanya pergi dengan keluarga baru mereka.
“Kenapa?” Tanya Atma.
“Itu... Hmm... Aku boleh sekarang aja ke rumahmu?” Tanya Maya.
“Yakin? Nanti kedua orang tuamu khawatir loh” Ucap Atma.
“Udah jangan hiraukan mereka, Ayo... lagian aku juga belum tau rumah mu dimana, bukan” Ucap Maya yang sambil menarik tangannya.
“Maya...” Panggil Atma melihat tangannya di tarik oleh Maya.
“Apa? Astaga Maaf-Maaf” Ucap maya yang merasa malu.
“Sekarang sudah berani megang tangan aku yaa” Ucap Atma mengejeknya.
“Apaan sih” Maya yang salah tingkah.
“Masa tangan aja yang di pegang, rangkulan dong, hahaha...” Ujar Atma sambil tertawa tipis.
“Ogah” Ucap judes Maya sambil menundukkan kepalanya.
“Yasudah kalau gitu, ayo jalan, nanti jangan kaget isi dari rumah ku berantakan yaa” Ucap Atma sambil.
menggenggam tangannya.
Mereka berdua berjalan di tengah kehangatan yang tersisa oleh mentari yang kian tenggelam, mereka bercerita dan tertawa seakan masalah yang mereka sembunyikan tidak pernah terjadi, mereka menyembunyikan kepahitan pada masa lalunya.
Sesampainya di rumah Atma, Maya melihat rumah itu berantakan sehelai kertas yang bertebaran dimana-mana, Maya yang mengutip kertas-kertas itu dan merapikannya, Atma yang melihat itu tersenyum kepada Maya.
“Maaf ya, sangat berantakan dan membuatmu kerepotan” Ucap Atma yang membantu mengutipnya.
“Dasar laki-laki, kenapa kamu tersenyum?” Tanya Atma Maya sambil melihat senyuman Atma.
“Tidak, Terimakasih yah” Sambil mengarahkan tangannya ke arah kepala Maya.
Maya dengan sontak menghindari dan menutup matanya saat Atma mau mengelus kepalanya, Atma bertanya-tanya kenapa dia menolak, Atma mengira dia tidak suka di elus, apalagi baru menjalani pertemanan “Maaf ya” Ucap Atma.
“Tidak apa-apa, berantakan banget rumah ini ya, seperti kapal yang pecah” Maya yang menggerutu sambil tersenyum.
Mereka membereskan semua yang berantakan, tak sengaja Maya melihat foto-foto Atma, foto Atma hanya sendirian tidak ada foto bersama keluarga dan neneknya, Maya melihat ada tulisan “Jika aku menemukan ayah dan ibuku suatu saat nanti, aku akan memaafkan apa yang mereka lakukan, sayang dan cintaku melebihi rasa benciku terhadap ayah dan ibu, izinkan aku untuk memeluk kalian untuk satu kali saja, aku ingin merasakan peluk hangat dari ayah dan ibu, aku percaya suatu saat nanti akan ada dimana kita saling memeluk dan penuh akan cinta”. Maya ingin menanyakan tapi tidak sekarang, Maya mengambil kertas itu dan menyimpannya dikantong.
“Oiya, ayok kita keruangan puisi” Ajak Atma.
“Hmm... Ayo” Ucap Maya sambil melirik ke lemari penuh dengan foto.
Sesampainya di ruangan itu, Maya takjub dengan isi ruangan, ruangan puisi penuh dengan tulisan puisi Atma bisa dikatakan seperti perpustakaan tiga lemari penuh dengan puisi dan dua lemari lagi penuh dengan setumpuk kertas, ditengah ruangan ada tempat duduk lesehan dan ada meja belajar yang berhadapan dengan jendela dan pemandangan.
“Wah ruangan ini nyaman sekali, aku bisa menghabiskan waktu membaca nih” Ujar Maya yang takjub akan suasana ruangannya.
“Ternyata kamu suka membaca ya” Ucap Atma sambil menyalakan musik suara hujan.
“Waduh, suara hujan, ini menenangkan banget sih” Ujar Maya.
Maya mulai melihat sekeliling ruangan dan lemari, disetiap rak memiliki judul besar dari puisi-puisinya, Separuh jiwa, Menari dengan hati, Terbang lah Hati yang terkurung, Bersedih dalam Sunyi, dan Puisi yang terlupakan, Maya bertanya kepada Atma “Apa maksud Puisi yang terlupakan?”.
“Itu adalah puisi yang tidak ingin aku ingat lagi, itu tentang kepedihan, penderitaan, dan menyalahkan diri sendiri, Aku tidak mau berada di ruang lingkup kesedihan yang begitu menyiksaku saat itu, maya”. Jawab Atma sambil duduk dan memperhatikan Maya.
“Terus kenapa masih disini?” Tanya Maya.
“Puisi-puisi yang terlupakan itu suatu saat akan menuntun seseorang menemukan cahaya, dan puisi-puisi itu akan menemukan pembacanya selain diriku” Jawab Atma.
“Tapi boleh aku membacanya?” Tanya Maya dengan suara lirih.
“Tentu, baca aja sepuasnya, Kamu mau susu atau kopi?” Tanya Atma.
“Hmm... Aku pengen lihat kamu buat kopi supaya aku bisa buat kopi seenak dirimu” Jawab Maya menghampiri Atma.
“Baiklah” jawab Atma.
Mereka pergi ke dapur Atma, Maya mengira Dapurnya lebih berantakan akan tetapi dapurnya sangatlah rapi dan tertata, Maya memperhatikan Atma membuat kopi.
“Begini caranya, pertama bubuk kopi ditaruh di kertas filter yang sudah dipasang diatas dripper, seduh kopi dengan cara menuangkan air secara perlahan ke filter. Tunggu sejenak sampai air merembes dan menetes ke gelas” Ucap Atma sambil mencontohkan kepada Maya.
“Kenapa ribet banget sih? Bukannya bubuk ini dimasukin langsung terus dikasih air padas dan gula” Tanya Maya yang kewalahan mencontoh Atma.
“Udah jangan banyak protes, selanjutnya, tunggu seduhan kopi selama 30 detik, nah setelah 30 detik, tetesan dari kopi itu memenuhi gelasnya dan tinggal di sedih, kalau mau manis tinggal ditambahkan gula sesuai selera, tapi jangan di tambahkan gula sebanyak 1 kg juga, ya” Ucap Atma sambil mencolek pipi Maya dengan kopi di jarinya.
“Apaan sih, kalau 1 kg gula bukan kopi namanya, itu nambah penyakit” Ucap Maya yang menggerutu.
Maya pun mencoba hasil dari yang ia buat “Wah, enak banget, sama seperti yang kamu bikin”. Atma pun menyeduh kopi sambil melihat Maya menari karena gembira.
Atma pun menghidupkan musik instrumen romantisnya dan melihat Maya menari dengan gembira, Maya pun menarik Atma yang sedang meminum kopinya, merekapun menari bersama dengan gembira.
Kegembiraan itu membuat suasana kebebasan hati yang mereka rasakan, Maya tertawa dan melupakan kenangan masa lalunya walaupun itu bersifat sementara, Atma yang melihat kegembiraan yang menghampiri Maya, ia juga melepaskan bebannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
🍾⃝ʙͩᴜᷞʟͧᴀᷠɴͣ sᴇᴘᴀʀᴜʜ
puisi tanpa kopi ibarat ambulans tanpa wiu wiu 😮💨🤌
2024-07-04
0