Delapan Belas

"Din, sebaiknya kamu ikut karena tamunya wanita," imbuh omnya Medina, membuat gadis yang sebelumnya telah bersiap memberikan jawaban untuk Hamam itu pun segera beranjak.

"Ayo, Kang!" ajak Medina, antusias.

Sementara Hamam sendiri nampak kebingungan, siapa tamu wanita untuknya itu.

"Siapa, Gus?" tanya Umi Aida berbisik, sebelum sang putra beranjak.

"Hamam juga ndak tahu, Umi."

"Ya, sudah, temui sana! Pesan umi, jangan sampai sampean buat Nak Dina salah paham!"

"Nggih, Umi."

Hamam kemudian segera beranjak. Pemuda itu kemudian berjalan beriringan bersama Medina untuk menemui tamunya. Tiba-tiba, Aksa pun menyusul beranjak.

"Mau ke mana, Bang?" tanya sang papa.

"Menyusul mereka, Pap, agar jangan sampai ada perang dunia ketiga."

Setelah menjawab demikian dengan senyuman jahil khasnya, Aksa segera berlalu untuk menyusul sang adik, dan Hamam ke ruang tamu. Sementara itu di ruang tamu, wajah Medina nampak masam ketika menyapa dan berkenalan dengan tamunya Hamam yang cantik nan anggun .

"Maaf, ya, Ir, kalau aku datang ke sini menyusul kamu," kata gadis berhijab maroon itu, setelah dipersilakan untuk duduk kembali oleh Medina.

Panggilan gadis itu terhadap Hamam yang tak biasa, membuat hati Medina serasa terbakar. Tatapan putri bungsu Papa Mirza itu terus menyelidik, ingin mengetahui siapa sebenarnya gadis cantik yang duduk di hadapan. Apalagi sikap Hamam pada gadis itu terlihat ramah dan hangat. Tak seperti jika berhadapan dengan dirinya, yang senantiasa dingin dan misterius.

"Iya, Ra. Jujur aja aku terkejut. Enggak nyangka kamu nekad menyusul datang kemari. Kupikir, kamu masih di Semarang karena kemarin kamu bilang mau mampir mumpung lagi ada acara keluarga di sana, kan?"

Ya, kemarin gadis itu menghubungi Hamam dan mengatakan jika ingin berkunjung ke pesantren mumpung dia sedang berada di Semarang bersama kedua orang tuanya. Namun, Hamam menjawab jika sedang tidak di rumah, tetapi berada di Jakarta.

"Iya, Ir. Papi sama Mami masih di sana karena memang acara keluarga belum selesai. Aku izin pulang terlebih dahulu karena ada yang ingin aku diskusikan sama kamu."

"Tentang apa, Ra? Kalau tentang kuliah, bisa via chat, 'kan?"

"Enggak enak, Ir. Enakan juga ketemu kayak gini," jawab gadis yang bernama Zara, teman kuliah Hamam di Mesir. "Kalau ketemu kayak gini 'kan, bisa lihat wajah kamu yang ngangenin itu," lanjutnya pelan lalu menunduk malu.

"Bisa aja kamu, Ra," kata Hamam dengan senyuman lebar terulas di bibirnya.

Mendengar perkataan terakhir Zara, Medina nampak semakin cemburu. Apalagi jawaban Hamam berikutnya yang seolah bahagia dikangenin sama Zara, hati Medina semakin membara.

Melihat wajah sang adik yang menahan emosi, Aksa yang tadi menyusul, angkat bicara. "Mbak Zara ini, teman kuliahnya Kak Hamam, ya?"

"Benar. Kami juga diterima di kampus yang sama untuk pasca sarjananya. Tapi, aku tidak melalui jalur prestasi seperti Irsyad. Dia 'kan cerdas," terang Zara dengan netra berbinar penuh kekaguman, menatap Hamam Al Irsyad.

"Zara ini juga cerdas, Aksa. Hanya saja, dia suka merendah," puji Hamam kemudian, membuat Medina ingin menyumpal mulut pemuda itu agar tidak dapat lagi memuji gadis lain.

Selanjutnya, obrolan tersebut didominasi oleh Zara yang nampak antusias bercerita pada Hamam. Apa saja yang dia lakukan setelah pulang ke tanah air, dia ceritakan. Sesekali, Hamam menimpali dengan senyuman yang terus tersungging di bibirnya.

Sesekali pula, mereka berdua tertawa bersama mengenang kebersamaan masa kuliah. Seolah, di sana hanya ada mereka berdua. Menafikan keberadaan Aksa dan Medina.

Untuk menghibur sang adik, Aksa mengajak Medina nonton film kartun di layar ponselnya. Akan tetapi, Medina tidak dapat menikmati tontonan lucu yang membuat Aksa terus saja tertawa. Karena lirikan mata Medina, terus tertuju pada dua orang yang sedang asyik bercengkrama dengan bahagianya.

"Oh, ya, Ir. Kedatanganku menemui kamu ke sini sebenarnya mau menanyakan, kamu jadinya mau tinggal di mana kalau kuliah kita udah mulai masuk nanti?"

"Gampang, Ra. Masih dua bulan lagi, 'kan? Masih banyak waktu untuk nyari kost-kostan atau kontrakan," balas Hamam.

"Setahuku, sih, Kang Hamam mau tinggal di rumah calon istrinya, Mbak," sahut Medina yang seketika berhasil mengalihkan perhatian Hamam, lalu menatapnya dengan lekat.

Sementara Zara nampak salah tingkah. Gadis itu pun lalu tertunduk malu. "Apa benar seperti itu, Ir?" tanyanya, masih dengan kepala tertunduk.

"Iya, Ra."

"Makasih, ya, Ir. Aku bahagia sekali."

bersambung ...

Terpopuler

Comments

Daila Crosey

Daila Crosey

nah kan... maksud kata²nya Medina diartikan lain nih sama Zara...
jangan ge-er dulu ya neng Zara 😄

2024-05-06

1

heni diana

heni diana

aduch zara salah tanggap tuch...
semoga dina kepanasan biar makin yakin hatinya buat kang hamam..yakin mau d siasiain modelan kang hamam gth dina..??hehhe

2024-05-03

1

Deswita

Deswita

terimakasih up nya Thor

2024-05-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!