Keesokan harinya, suasana riuh kembali mewarnai lingkungan sekolah saat bel istirahat berdentang. Sebagian murid memilih lapangan untuk melampiaskan energi dalam berbagai permainan, sementara yang lain berhamburan menuju gerbang, siap membelanjakan uang saku mereka untuk aneka jajanan yang menggoda.
Di antara kerumunan itu, tampak Lastri. Meski tanpa sepeser pun uang di saku, langkah kakinya tetap membawanya ke luar gerbang sekolah.
Dalam hatinya, ia berharap abang tukang cendol akan kembali memanggilnya seperti hari kemarin. Ia berdiri di depan gerbang, berpura-pura menanti ibunya, padahal pagi tadi sang ibu sudah berpamitan tak bisa datang ke sekolah.
Dan benar saja, tak lama kemudian, suara familiar itu terdengar memanggil namanya.
"Lastri, sini Dek... panas di depan gerbang itu. Mending duduk sini samping abang, adem di bawah pohon..."
Dengan sedikit malu, Lastri menghampiri. Ia duduk di bangku plastik yang disodorkan tukang cendol itu, sementara sang abang dengan sigap mulai menyiapkan segelas cendol untuknya.
"Bang, kali ini pun aku tidak bisa bayar. Tidak usah, Bang. Lastri masuk kelas saja..." ujarnya lirih.
"Loh, abang lagi buatin ini cendolnya. Nah, sudah jadi. Lastri harus habiskan nih cendolnya. Tenang saja. Abang tidak memungut bayaran khusus buat kamu. Bahkan kalau besok-besok Lastri ingin lagi, pasti abang buatkan gratis untuk Lastri..."
Hati Lastri kembali berbunga-bunga mendengar perkataan itu. Ia membatin, kini ia tak perlu lagi merasa iri dengan teman-temannya yang bisa jajan seenaknya.
"Abang kok baik sekali sama aku? Lastri jadi tidak enak kalau dibikinin terus tiap hari tanpa bayar..." ucap Lastri dengan nada sungkan.
"Hmm... Lastri tidak boleh bicara begitu. Tahu tidak, kalau Lastri itu sudah abang anggap seperti adik sendiri. Jadi, jangan takut. Abang tidak akan meminta bayaran," balas abang itu lembut.
Senyum merekah di bibir Lastri. Ia sangat senang mendengar perkataan abang itu. Di rumah, ia hanyalah anak semata wayang, sehingga ia merasa tersanjung dan bahagia dianggap sebagai adik. Kini, ia merasa memiliki seorang abang, seorang abang yang begitu baik hati.
"Lastri senang kalau abang menganggapku adik. Hehe... abang baik. Jadi, Lastri senang deh mendengarnya..."
"Benarkah Lastri mau jadi adik abang?" tanya abang itu, tersenyum.
Lastri menganggukkan kepalanya dengan mantap.
"Nah, kalau begitu, besok-besok Lastri tidak usah khawatir lagi ya kalau ke sini. Pasti abang buatkan gratis buat kamu..."
Bel tanda istirahat usai kembali berbunyi, mengiringi langkah murid-murid yang bergegas masuk ke kelas masing-masing.
"Terima kasih banyak ya, Abang. Lastri senang deh sekarang. Hehe... Lastri masuk dulu ya, Bang?" pamit Lastri riang.
"Iya, Sayang. Cepatlah, nanti kau dicari gurumu," balas abang itu lembut.
Lastri pun berlari menuju kelasnya. Hari-hari berlalu, dan Lastri semakin sering mengunjungi penjual es cendol itu. Hubungan mereka semakin akrab, layaknya ayah dan anak. Sering kali Lastri bercerita tentang teman-temannya yang memiliki ponsel. Ia sangat ingin memilikinya juga, terutama saat ia dipinjami temannya untuk bermain game favoritnya. Keinginan untuk memiliki ponsel semakin kuat dalam benaknya.
Hal ini rupanya tak luput dari perhatian tukang es cendol itu. Hingga suatu hari, ia menawarkan sesuatu yang membuat mata Lastri berbinar. Namun, Lastri harus mau mampir ke rumahnya.
"Lastri, sebenarnya abang paham kalau Lastri itu ingin sekali punya ponsel. Nah, Lastri mau tahu tidak, abang punya apa untukmu?" tanya abang itu dengan nada misterius.
Lastri mendelik penasaran. "Punya apa, Bang?"
"Hmmm... abang sudah membelikan ponsel untukmu," bisik abang itu.
"Wah, benarkah, Bang? Ah, abang bohong ah. Jangan bercanda, Bang!" seru Lastri tak percaya.
"Tidak kok. Abang tidak bercanda," jawab abang itu sambil tersenyum.
"Lalu, mana ponselnya?" tanya Lastri antusias.
"Hmmm... abang tidak bawa. Takut dicuri orang kalau dibawa ke sini. Jadi, masih di rumah abang. Nah, kalau mau, Lastri ikut abang nanti sore sepulang sekolah. Bagaimana, mau tidak, Lastri?" tawar abang itu.
Sejenak Lastri berpikir. Keinginan untuk memiliki ponsel memang sangat besar.
"Aduh... Lastri harus pamit dulu ke ibu kalau begitu..." ucap Lastri ragu.
Tukang cendol itu mengerutkan keningnya.
"Kenapa harus repot-repot, Lastri? Rumahmu kan jauh. Nanti kamu capek bolak-baliknya. Mending ke rumah abang dulu. Nah, nanti kalau Adek mau pulang, abang antar pakai motor abang."
Lastri senang mendengar tawaran itu. Ia mengangguk setuju. Ia sudah tidak sabar untuk menjajal game favoritnya di ponsel barunya nanti.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Sia A
Cepet banget dah, udah dianggap adek ajaa/Chuckle/
2025-05-16
2
Sia A
Jangan mau lastri/Gosh/
2025-05-16
2
范妮
ini ma ad udang d balik cendol wkwkw
2024-09-19
1