Bab 5

Walaupun hatinya mencelos, Lastri akhirnya melangkah masuk ke dalam kamar. Di sana, abang itu sudah duduk bersila di atas kasur, menggenggam sebuah kotak ponsel yang dijanjikannya.

"Nah, ini buat Lastri. Duduk sini samping abang..." ujarnya sambil tersenyum.

Mata Lastri berbinar-binar melihat kotak ponsel dengan merek yang sangat terkenal. "Wah, beneran, Bang? Itu merek terkenal lho...? Pasti mahal..."

"Benarlah. Buat Lastri, ponsel semahal apa pun pasti abang belikan," jawab Ryan dengan nada meyakinkan.

Lastri duduk di sampingnya, lalu dengan antusias membuka kotak itu. Matanya berbinar melihat ponsel keluaran terbaru tergeletak di dalamnya.

"Wihh, keren, Bang! Aku boleh nyalakan, ya?" pintanya tak sabar.

"Nyala kanlah, Sayang... Nah, abang ke belakang dulu, ya. Ponsel itu sudah penuh baterainya, sudah diisi kartu SIM dan kuota. Kamu tinggal unduh saja game kesukaanmu..." kata Ryan sambil beranjak.

"Aduh, abang baik sekali sama aku. Terima kasih ya, Bang. Tapi aku belum tahu nama abang lho..." celetuk Lastri.

Sesaat, senyum tipis menghiasi bibir Ryan. "Nama abang Ryan. Jadi, panggil saja Bang Ryan..."

"Oh, begitu... oke deh, Bang Ryan. Terima kasih ya..." ucap Lastri riang.

"Sama-sama. Nah, abang ke dapur dulu. Kamu nikmati saja dulu ponsel barumu itu sepuasnya. Nanti kamu boleh bawa pulang," kata Ryan sebelum melangkah keluar kamar.

Ryan kemudian menuju dapur untuk menyiapkan nasi goreng untuk Lastri. Sementara itu, Lastri yang teramat senang dengan ponsel barunya langsung merebahkan diri di kasur dan mulai menjelajahi fitur-fiturnya. Beberapa game favoritnya telah terpasang, dan dengan antusias ia mulai memainkannya.

Saat Lastri tengah asyik dengan dunianya, Ryan datang membawa dua piring nasi goreng. Aroma gurih langsung menyeruak, menggugah selera Lastri. Ternyata, nasi goreng buatan Ryan sangat lezat hingga ia melahapnya sampai habis tak bersisa. Setelah makan, Lastri kembali melanjutkan petualangannya di dunia game.

Saking asyiknya, tanpa terasa hari mulai beranjak sore. Lastri sama sekali tak menyadarinya. Hingga saat Ryan membawa sebuah bangku ke dalam kamar dan meletakkannya tepat menghalangi pintu, Lastri tak menaruh curiga sedikit pun.

"Bagaimana, Lastri? Apa kamu senang hari ini, Dek?" tanya Ryan sambil duduk di bangku itu.

Lastri sedikit terkejut melihat Ryan tiba-tiba duduk menghalangi pintu. Namun, hatinya masih belum merasakan firasat buruk.

"Senang sekali aku, Bang! Hehe... Sekarang Lastri bisa main sepuasnya di rumahku. Bang, aku mau pulang. Aku takut ibu khawatir..." kata Lastri dengan nada riang.

Kening Ryan berkerut, tampak sedikit kesal mendengar perkataan Lastri. "Kenapa harus buru-buru? Kan abang belum minta imbalan..."

Mendengar itu, Lastri terheran-heran. "Imbalan? Apa maksud Bang Ryan? Aku tidak paham, Bang..."

"Loh, tidak apa-apa kan abang minta sedikit imbalan atas semua yang abang beri untukmu, Dek?" jawab Ryan dengan nada ambigu.

Kembali Lastri merasa bingung dengan jawaban Ryan. "Abang bagaimana sih? Katanya cendolnya gratis, ponselnya gratis. Tapi kok sekarang abang minta imbalan? Aku tidak punya uang, Bang..."

Tiba-tiba, Ryan terkekeh pelan. "Hehehe... Abang tidak minta uang kok..."

"Lalu, abang mau apa?" tanya Lastri polos.

"Buka bajumu, Dek... pasti kamu gerah kan?" pinta Ryan dengan tatapan aneh.

Lastri terkejut mendengar pertanyaan itu. Apa maksud Bang Ryan ini? Begitulah pertanyaan yang berkecamuk dalam benaknya. "Tidak mau, Bang. Tidak gerah kok..."

"Lastri, kamu jangan bikin abang kesal ya. Abang cuma minta kamu buka bajumu. Apa susahnya?" desak Ryan.

"Ya, orang Lastri bilang tidak mau ya tidak mau!" jawab Lastri dengan nada mulai meninggi.

"Oke... sini balikin ponselnya... abang tidak jadi kasih ke kamu..." ancam Ryan.

Mendengar itu, Lastri menjadi cemas. Ia sudah terlanjur senang dengan ponsel itu. Ia tak rela harus mengembalikannya. "Hmm... jangan, Bang... Lastri suka sama ponselnya..."

"Nah, kalau begitu, apa susahnya Adek buka baju?" tanya Ryan dengan senyum licik.

"Oke lah, Bang... Adek buka baju Adek," jawab Lastri pasrah.

Perlahan, Lastri membuka kancing bajunya satu per satu. Lalu, ia melepaskan bajunya hingga tubuhnya yang putih dan mulai beranjak dewasa membuat mata Ryan berbinar-binar.

"Wah... dadamu sudah mulai jadi ya, Dek. Hehe... Mulusnya kulitmu, Dek. Nah, sekarang buka celanamu, Dek..." pinta Ryan lagi.

Deggg

Bagai disambar petir, Lastri benar-benar terkejut. Kegelisahan dan ketakutan mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. "Tidak, aku tidak mau, Bang. Ini ponselnya, aku juga tidak mau lagi. Sekarang aku mau pulang, Bang. Antarkan aku, Bang, tolong..."

Wajah Ryan menunjukkan kekecewaan. "Kau telah membuatku kecewa, Lastri. Sekali lagi abang minta. Buka celanamu... cepat!" Ryan mulai membentak. Namun, Lastri tetap bersikeras menolak.

"Tidak mau... Lastri tidak mau buka. Lastri mau pulang..."

Ryan mulai memasang muka garang. "Oke... kalau kamu tidak mau..."

Ryan bangkit dan membuka lemari di kamar itu. Di dalamnya terdapat toples besar yang ternyata berisi ular sungai. Ia meraih ular itu dan melilitkannya di lengannya. Pemandangan itu jelas membuat Lastri semakin ketakutan.

"Nah, ini teman abang. Lastri mau kenalan tidak sama teman abang ini? Jangan takut. Tidak beracun kok. Tapi kalau digigit ya sakit juga hehehe..." kata Ryan sambil mendekati Lastri.

"Jangan, Bang... jangan, Lastri takut ular... jangan..." pinta Lastri dengan suara bergetar.

"Nah, kalau begitu... buka celanamu, Dek..." desak Ryan lagi.

"Tidak... Lastri tidak mau..." jawab Lastri dengan air mata mulai mengalir di pipinya.

Dengan perasaan kecewa dan marah, Ryan mendekatkan ular itu ke arah Lastri. Dengan gerakan cepat, ular itu mematuk dada Lastri.

"Sssst... clab"

"Awww... sakit, Bang... ampun..." jerit Lastri sambil menangis histeris. Namun, suara gemuruh sungai yang deras menelan suaranya.

Darah segar langsung mengucur dari dadanya.

"Nah, sakit kan, Dek? Coba kalau Adek mau menuruti kata-kata abang. Sekarang buka celanamu..." kata Ryan dengan nada dingin.

Namun, Lastri masih menggelengkan kepalanya, menolak. Hingga Ryan kembali mendekatkan ular itu. Dua gigitan ular kembali bersarang di tubuhnya. Darah semakin deras mengalir dari tubuh Lastri. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia tak menyangka ternyata Bang Ryan adalah orang jahat.

"Berteriaklah, Lastri. Tak akan ada yang mendengarmu di sini. Nah, apa kau masih mau digigit atau buka celanamu?" ancam Ryan.

"Baiklah, Bang... Adek buka celana Adek..." Lastri pasrah, sambil terisak ia membuka celananya. Ryan menjilat bibirnya melihat paha mulus Lastri dan bulu halus yang mulai tumbuh di sekitar area pribadinya.

Tanpa menunggu lebih lama, Ryan ingin menyentuh paha dan area sensitif Lastri. Namun, baru saja jari-jarinya menyentuh kulit Lastri, tiba-tiba terdengar langkah kaki cepat menuju kamar. Ryan dengan sigap menoleh, namun terlambat. Sebuah papan kayu tebal menghantam wajahnya dengan keras.

"Brakkkk..."

Saking kuatnya hantaman itu, papan kayu yang tebal itu hancur berkeping-keping. Ryan tersungkur ke lantai sambil memegangi wajahnya yang berdarah. Kepalanya terasa berputar, dan kesadarannya mulai menghilang. Namun, sebelum pingsan, ia sempat melihat seorang pria yang mengenakan hoodie hitam dengan topeng wayang di wajahnya berdiri di ambang pintu.

Terpopuler

Comments

Sia A

Sia A

Hayo lohhhh, dah di bilang lari/Sweat//Panic/

2025-05-16

2

Sia A

Sia A

Ohh Ryan namanya/Left Bah!//Skull/

2025-05-16

2

Sia A

Sia A

Aduh gimana nasib Lastri ya

2025-05-16

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!