Ch 16

Monica duduk di ruang tamu yang megah, dikelilingi oleh lukisan-lukisan besar yang menggambarkan pemandangan kota. Aroma kopi yang baru diseduh mengisi udara, menyatu dengan suara detik jam dinding. Dia melirik kilasan cahaya matahari yang menembus jendela, mendinginkan suasana hati yang kian tak sabar.

Ketika suara derap langkah mendekat, Monica menegakkan punggungnya, menyiapkan diri untuk pertanyaan yang sudah lama menggelayut di kepalanya.

"Jacob," cetusnya tanpa menunggu anaknya masuk.

Pintu terbuka, Jacob melangkah masuk, wajahnya tampak lelah. Namun, sebaris senyum menghenatkan kelelahan itu.

"Mom," suaranya santai, tapi Monica menangkap ketegangan di balik nada itu.

“Ceritakan padaku tentang gadis itu. Yang sedang kau kejar,” Monica menggenggam cangkir kopi, jari-jarinya bergetar sedikit.

Jacob berhenti sejenak, tatapannya menghindar, seolah-olah ada yang menghimpit di dadanya.

“Gadis? Maksud Mom...,” dia mengerutkan kening, mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Gadis yang kau ajak makan minggu lalu. Jangan berpura-pura,” Monica menekan lagi, suara lembutnya terisi harap.

“Aha, Bianca,” dia akhirnya mengaku, tak bisa lagi melawan keblasan pertanyaan ibunya.

Monica menatap anaknya, merangkai setiap kata dalam kepalanya. “Bianca? Dia... siapa?”

“Cukup baru. Dia bekerja di kantor, atasan ku,” ujarnya, mengalihkan pandangan ke luar jendela seolah pemandangan bisa menyelamatkannya dari ketegangan ini.

“Biarkan aku tebak. Dia menarik perhatianmu?” Monica menyelipkan nada menggoda, berusaha mencairkan suasana.

Jacob menggeleng, matanya tetap terpaku pada gedung-gedung tinggi di luar. “Bukan seperti itu, Mom. Dia hanya... berbeda,” jawabnya, suara semakin pelan.

“Berbeda?” Monica mengerutkan dahi. “Apa maksudmu dengan berbeda?”

“Dia tidak seperti yang lain. Tidak terjebak dalam drama sosialita yang membosankan.” Jacob menggapai ponselnya, menggeser layarnya, seolah mencari jawaban konkret di dalamnya.

“Jadi, dia tidak seperti perempuan-perempuan kalanga atas dia perempua yang sederhana?” Monica tidak bisa menahan rasa ingin tahunya.

“Bisa dibilang begitu.” Dia melirik ibunya, bibirnya melengkung sedikit, lalu beralih lagi ke layar. “Mom, kenapa kita membahas ini?”

“Karena aku ingin tahu lebih banyak tentangnya. Jika dia penting, kau harus memberiku beberapa detail,” Monica menegaskan, berusaha menunjukkan kepentingan ini.

Monica menyandarkan punggung ke sofa, keningnya mengkerut, berusaha memahami. “Jadi apa dia telah memberikan jawabannya?”

Jacob memutar bola matanya. "Ya mom dia sudah memberikan jawabannya,” kata-katanya tersangkut.

“Cepat bisa apa jawabannya?” Monica mengulangi, nada suaranya mengesankan ketidaksabaran.

"Dia menerima ajakan ku" jawab Jacob cepat, seolah berusaha menutup percakapan ini.

Monica sedikit tersenyum. Persaingan antara mereka berdua sering berujung pada pertarungan pikiran. Sekarang, dia merindukan kegembiraan itu.

“Mom, semuanya baru saja dimulai,” Jacob menggerakkan tangan, seperti menepis awan yang mengelilingi pemikirannya. “Apa mommy akan menghalangi aku menjalin hubungan dengan gadis itu"

“Tidak,” dia menggeleng, matanya bersinar. “Aku tidak ingin menghalangimu. Hanya... aku ingin memastikan gadis itu baik untukmu.”

Jacob mengangkat alisnya, memandang ibunya dengan keraguan. “Mom, apa kamu tidak percaya padaku?”

“Bukan begitu,” Monica mengelak, suara lembutnya. "Mommy akan menukungmu jika kau bahagia dengan pilihanmu" monica tersenyum.

“Jadi, kau harus memberitahu mommy lebih banyak tentang gadis itu, Apa yang membuatnya spesial?” Monica menanti, merasa seolah-olah sedang memutar kunci ke dalam pikiran.

Jacob terdiam, terlihat memikirkan kata-kata yang tepat. “Dia... dia tidak seperti yang lain. Saat aku bersamanya, rasanya... semua beban hilang dan jantungku terus berdebar.”

“Dan dia terlihat hanya merekonstruksi bagian-bagian hidupku yang selama ini hilang,” Jacob melanjutkan, matanya berkilau saat menceritakan tentang Bianca.

Monica mengamati anaknya, senyumnya tumbuh lebih lebar. “Itu terdengar seperti sesuatu yang seharusnya kau kejar.”

Jacob membalas tatapan penuh harap mommy nya. “Ya, aku ingin sekali bertemu dengannya. Kenapa tidak kita rencanakan makan malam?” Monica berpikir cepat, membayangkan suasana hangat dengan tawa di antara mereka.

“Kenapa tidak kita rencanakan makan malam?” Jacob kehilangan fokus, senyumnya lebar, namun Monica dapat hampir melihat keraguan di balik matanya.

“Biarkan aku mengatur semuanya. Aku ingin mengundangnya dan melihat bagaimana dia berinteraksi denganmu,” Monica berkata, pikirannya mengalir penuh rencana.

“Mom, jangan terlalu bersemangat,” Jacob mendecak, wajahnya seolah menduplikasi kekecewaan.

“Ini bukan tentang bersemangat, Jacob. Ini tentang mengenal gadis yang akan mengisi hatimu" Monica tersenyum.

"Baiklah mom aku akan mengabarinya, aku ke kamar dlu" Jacob melangkah meninggalkan Monica yang berada di ruang tamu.

Jacob bergerak cepat menuju kamarnya, menutup pintu dengan lembut. Kamar itu seperti tempat perlindungan. "Bagaimana apa Biaca akan setuju" Jacob merasa khawatir.

Dengan mengelus ponsel di tangannya, Jacob menatap layar seolah semua jawaban ada di sana. Dia segera mengirimkan sebuah pesan pada Bianca.

"Bianca, apakah kamu punya waktu untuk makan malam bersama mommy"

Jacob menunggu, rasa cemas menekan dadanya. Detik-detik terasa melambat saat dia memandangi layar, seakan setiap detik yang berlalu terisi dengan keraguan.

Akhirnya, nada dering ponselnya memecah kesunyian yang menekan hati. Dengan cepat, Jacob menatap layar.

“Kenapa mendadak seperti ini tuan” balasan Bianca muncul seketika. Jantung Jacob berdegup kencang. Dia menghela napas dalam-dalam sebelum mengetik dengan perlahan, berusaha tidak menunjukkan kepanikan yang menggerogoti.

"Mom ingin mengenalmu lebih baik," tulisnya, jarinya berhenti sejenak, menimbang kata-kata selanjutnya. "Besok malam, apakah kau bisa?"

Jacob menunggu dalam ketegangan, matanya tak bisa lepas dari layar ponselnya. Detik demi detik berlalu sebelum notifikasi kembali muncul.

“Besok malam? Sepertinya saya tidak punya pilihan" balasan Bianca muncul, disertai emoji tertawa. Jacob menghela napas, merasa lega sekaligus khawatir.

Dia dengan cepat mengetik balasan, berusaha tampil santai. "Bagus. Aku akan mengatur segalanya. See you."

Jacob menatap layar, senyumnya merekah, tetapi seakan ada bayangan rasa cemas yang masih membayangi pikirannya. Dia merasa seolah sudah menginjak sebuah jembatan tanpa tahu seberapa kuat jembatan itu.

"Aku harap mommy tidak curiga jika aku dan Bianca hanya berpura pura" Jacob merenung, merasakannya seperti menari di atas tali yang tipis. Dia memandang jendela, berusaha mengatur ekspresinyaa.

Setelah menghubungi Bianc Jacob memutuskan untuk membersihkan dirinya terlebih dulu.

Dengan gerakan cepat, Jacob berlalu menuju kamar mandi. Dia menyalakan air hangat, membiarkannya mengalir, menghilangkan ketegangan yang menyelubungi pikirannya.

Air hangat mengalir, dan uap membentuk kabut di cermin. Jacob meraih sikat gigi, menggerakkan tangannya mekanis, mengingat senyuman Bianca yang cerah, membuat hatinya bergetar tidak terduga.

"Kenapa hatiku trus berdebar bila di dekat Bianca apa aku benar benar menyukainya" Dia mengendapkan sikat gigi, air mengalir di wajahnya, seolah menghapus keraguan yang menggumpal. Jacob menatap bayangan di cermin.

"Sepertinya aku harus menanyakan hal ini pada Reinhard dia sudah berpengalaman" Jacob menenangkan pikiran, menggulung handuk di lehernya. Dengan satu tarikan napas dalam, dia keluar dari kamar mandi dan melangkah ke kamar tidur.

...----------------...

...----------------...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!