Bianca menatap layar laptopnya. Berita tentang Jacob menghiasi halaman utama—kekasih barunya, seseorang di dunia glamor, terungkap. Ia menarik napas, mengingat kembali semua panggilan telepon yang mereka lakukan.
“Bianca,” suara Jacob menginterupsi pikirannya. Pria itu berdiri di ambang pintu, matanya memancarkan kegelisahan.
“Ya, Bos?” Bianca menoleh.
“Apa kau suda memikirkan nya?” Ia melangkah lebih dekat, suara makin pelan.
“Ya saya sudah memikirkannya semalaman tuan?” Bianca gelisah.
Jacob terdiam sejenak, mengamati ruangannya yang tertata rapi. “Jadi apa jawaban mu Bi.”
“Saya akan membantu tuan.” Bianca mengatur napasnya.
“Sungguh” Jacob terkejut sekaligus gembira mendengar jawaban yang di berikan oleh Bianca.
Bianca mengangguk, perasaannya campur aduk.
"Terima kasih,” Jacob menyunggingkan senyum lebarnya lalu memeluk Bianca.
Bianca yang sedang menahan detak jantungnya, mengerutkan dahi. “Tapi, Bos, kita harus menetapkan batasan.”
Jacob menarik mundur melepaskan pelukannya "Sorry"
“Batasan?” Jacob mengulang, suaranya serak.
“Batasan? Seperti apa?” Jacob mendesak dengan tatapan tajam, tidak bisa menyembunyikan rasa keingintahuannya.
“Dalam hal apa yang kita tunjuk kan sebagai pasangan. Kita tidak boleh melewati batas profesional, bukan?" Bianca berkata sambil menatap bibirnya, berusaha menjaga fokus.
“Profesional,” Jacob mengulangi kata itu seperti meneliti, pikirannya berputar seiring dugaannya.
“Maksud kamu, kita tampil seperti kekasih di depan mommy tetapi tetap menjaga jarak di belakangnya?”
“Persis.” Bianca meluruskan punggungnya, merasa sedikit lega.
“Kita perlu meyakinkan nyonya, tetapi itu bukan tentang kita sebenarnya.”
Jacob mengangguk, seolah memahami, tetapi keraguan masih membayangi wajahnya.
“Jadi, dimulai dari mana?” Ia melipat tangannya, bersandar pada meja.
“Barangkali kita bisa merencanakan makan malam berdua untuk.sedikit membangun hubungan palsu ini,” Bianca menyarankan, memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada.
“Setuju. Harus ada chemistry di antara kita, kalau tidak, semua ini hanya akan berantakan,” jawab Jacob, menyentuh dagunya sambil tersenyum.
“Chemistry?” Bianca menaikkan alisnya.
“Ya, kita harus terlihat alami,” Jacob menjawab, matanya menyala dengan semangat. “Kita harus terlihat seolah-olah kita benar-benar saling menyukai.”
Bianca menahan napas, membayangkan bagaimana rasanya berpura-pura. Meski hatinya berdebar, ia memaksakan diri untuk tetap tenang.
Begitu juga dengan keadaan Jacob yang tak jauh berbeda dengan Bianca, jantungnya terus berdebar tak karuan.
“Baiklah, jika kita akan memulai ini, kita butuh skenario yang jelas,” Bianca memulai, mengumpulkan pikiran.
“Rencana saja, Bianca,” Jacob menjawab , membenarkan posisinya di kursi. “Kamu lebih berbakat dalam merancang detail.”
“Baik, pertama-tama, kita harus saling mengetahui apa yang disukai dan yang tidak di sukai satu sama lain tuan" Jacob mengangguk setuju, meraih selembar kertas dari meja.
“Apa kamu suka sushi?” ia bertanya, mengernyit.
“Lumayan,” jawab Bianca. “Tapi saya lebih suka pasta. Dan tuan”
“Pasta,” Jacob menyeringai, “Kita sama, berarti. Ini mudah.”
Bianca mencatat di kertas, menggambarkan satu garis di bawah judul "Makanan Favorit".
“Berita bagus,” katanya sambil menulis. “Dan hobi? Apa yang tuan lakukan di waktu luang"
Jacob menggelengkan kepala. “Sejujurnya, aku lebih banyak bekerja daripada bersenang-senang. Tapi, jika ada waktu, aku suka bersepeda atau mendaki".
Bianca mencatat, lalu bertanya, “Bersepeda? Di sini?”
“Iya,” Jacob menjawab dengan senyum tipis, matanya bersinar ketika ia memikirkan yang menyegarkan.
“Ada rute favorit yang sering aku jalani. Melintasi taman danau—kamu harus coba suatu saat nanti.”
Bianca berfikir apa keputusan yang dia ambil sudah tepat.
“Sepertinya menyenangkan,” jawab Bianca, mengatur proses pikirnya. “Mungkin kita bisa jalan bersama setelahnya. Pura-pura menjadi pasangan yang aktif.”
Jacob mengangguk, “Bisa juga.” Senyumnya mengembang. “Seolah kita baru saja jatuh cinta.”
Bianca merasakan sesuatu yang asing menyelip di dadanya. Ia berusaha menahan senyumnya, namun tidak bisa menahan tawa kecil yang terlepas. “Kalau begitu, kita harus menjalani setiap langkah dengan hati-hati. Setiap detail.”
Jacob memperhatikan Bianca yang tertawa kecil itu membuatnya semakin berdebar.
"Dia sungguh manis" dalam pikiran Jacob menatap Bianca.
Jacob menatap Bianca, benak dipenuhi oleh gambaran lebih dalam tentang wanita di depannya.
“Aku rasa kita bisa mulai dengan sebuah makan malam,” ucapnya, berusaha memfokuskan kembali pikirannya. “Makan malam romantis di restoran favoritku.”
Bianca menyeringai, mengingat desas-desus tentang restoran itu. “Kau yakin? Itu tempat yang cukup terkenal. Kita mungkin akan menarik perhatian.”
“Lebih baik untuk kita. Semakin banyak orang yang melihat kita, semakin nyata hubungan ini terasa,” Jacob mengusulkan, matanya mencuri pandang pada jam tangannya.
“Benar juga,” sahut Bianca, mencatat nama restoran di kertasnya. “Tapi kita harus menyiapkan jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan yang mungkin muncul.”
“Seperti apa?” Jacob bertanya, terdengar serius.
“Seperti bagaimana kita bertemu, atau apa yang menyatukan kita,” jawabnya, menunjuk pada catatannya.
Jacob mengerutkan dahi. “Oh, itu pasti. Bayangkan jika ibuku bertanya. Dia pasti akan mengorek lebih dalam.”
“Jadi bagaimana, apa yang harus aku jawab"
"Katakan saja sejak kau menjadi sekertarisku setahun ya lalu aku mulai tertarik padamu Bi" Jacob menjawab pertanyaan Bianca.
"Apa nyonya akan percaya begitu saja" Bianca ragu
Jacob tersenyum manis "Kita bisa mengemasnya dengan sedikit romantis"
“Romantis?” Bianca menatapnya curiga. “Apa tuan yakin kita tak berlebihan? Kita hanya berpura-pura.”
Jacob memperlihatkan raut wajah penuh harapan. “Serius, Bianca. Untuk membuatnya meyakinkan, kita harus benar-benar menyelami karakter ini.”
Bianca menghelakan napas, berusaha mencerna ide itu. “Jadi kita harus berakting seperti pasangan sejati?”
“Persis,” jawab Jacob, mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan. “Berbagi momen kecil, seperti berpegangan tangan atau saling mencuri pandang saat berbicara.”
Bianca menggigit bibirnya, membayangkan kedekatan itu dan bagaimana rasanya menyentuh tangan Jacob. “Itu bisa agak sulit. Kita harus membuatnya tampak natural.”
Jacob mengedipkan mata, wajahnya menampilkan ekspresi bermain-main. “Ayo saja. Kamu sudah pernah melakukan ini sebelumnya, bukankah?”
Bianca mengingat kejadian di kantin saat dia menarik tangan Jacob untuk segera keruangan nya. "Itu karna keadaan darurat tuan"
Jacob menyelipkan tangannya ke saku celananya, menyandarkan punggungnya di kursi. “Baiklah, itu bukan pengalaman yang sama.” Ia tersenyum.
“Memang tidak,” jawab Bianca, meremas kertas di tangannya. “Tapi kita bisa melatihnya. Mungkin di depan cermin?”
Jacob mengerutkan dahi, berusaha membayangkan saran Bianca. “Cermin? Mencoba berakting di depan cermin? Apakah itu berhasil?”
“Kenapa tidak?” Bianca memberikan senyumnya yang menenangkan. “Kita butuh kepercayaan diri sebelum beraksi di depan orang lain.”
Jacob mengangguk perlahan, makna dari kalimat itu mulai meresap. “Mungkin kamu benar. Pasti lucu melihat diriku berlatih berpegangan tangan.”
“Lalu kita juga bisa berbagi kisah sayang yang klise,” Bianca menambahkan, sedikit bersemangat. “Terutama saat membahas bagaimana kita bisa saling jatuh cinta. Siapa tahu itu bisa membantu kita.”
Jacob tertawa kecil, “Kisah klise? Apa kita bisa membuat yang lebih baik dari itu?”
“Cobalah, Bos,” Bianca menantang sambil menyilang tangan. “Tapi ingat, kita tidak cuma berusaha menarik perhatian nyonya. Kita juga harus meyakinkan orang lain di sekitar kita karen nyonya pasti mengorek informasi dari karyawan yang lain.”
“Baiklah,” Jacob bersiap, seolah memulai babak baru. “Mungkin kita bisa membuatnya lebih terkesan dengan sedikit drama.”
“Drama?” Bianca mengingatkan kembali, matanya menilai. “Apa maksud anda tuan? Kita bukan aktor di panggung.”
“Biarlah. Anggap saja ini sebuah pertunjukan,” Jacob berkilau, matanya bersinar. “Kita bisa berbisik-bisik saat tertawa. Ekspresi keceriaan yang mendalam.”
“Jadi semacam… ‘Kisah Cinta Rahasia’?” Bianca menyeringai, sambil membayangkan situasi tersebut.
“Ya! Biasanya ada kesulitan yang membuat orang lain penasaran,” jawab Jacob, menggoyang-goyangkan tangannya seolah menggambarkan sebuah plot. “Misalnya kita terlambat bertemu saat jam kerja, dan kita harus berpura-pura terburu-buru ketika nyonya menanyakan.”
Bianca mengangguk mengerti apa yang di maksud oleh atasannya itu
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments