Teringat akan lelaki yang masih dia cintai untuk kesekian kalinya. Senyum penuh kepedihan terukir di bibirnya.
"Dia pasti lagi enak-enakan jadi pengantin baru," gumam Aqis pedih.
Aqis kembali menghela napas kasar. Sakit jangan ditanya. Perih apalagi. Kedua orang tua Aqis pun pasti sudah tahu. Namun, mereka sengaja tak membahas karena mereka mengerti bagaimana perasaan Aqis.
Benar kata sang baba, cinta bisa merusak logika. Aqis baru menyadari itu semua setelah kenyataan pahit dia terima. Hanya sebuah kata andai yang kini ada di benak Aqis.
Masih bergelut dengan hati dan pikiran, suara pintu terbuka menyadarkan Aqis dari lamunan yang tak berkesudahan.
"Waktunya sudah habis."
Aqis tersenyum dan mengangguk pelan. Dia segera mengemasi barang-barang yang dia bawa. Sedangkan sang paman sudah duduk di tepian tempat tidur memperhatikan sang keponakan yang tengah hancur.
"Apa rencana kamu?"
Pertanyaan baba Radit membuat Aqis menghentikan kegiatan tangannya. Dia terdiam untuk beberapa saat sebelum dia menatap sang paman yang begitu serius.
"Aqis ingin ke luar Kota, Ba," ucapnya dengan begitu pelan.
"Ke mana?"
Aqis menggeleng. Dia sendiri belum tahu ingin pergi ke Kota mana. Dia ingin mencari suasana baru untuk menata hati dan harinya.
"Aqis juga gak yakin ketiga kakak Aqis, ayah dan bunda setuju kalau Aqis pergi dari Kota ini," lirihnya.
"Baba akan bantu kamu." Sontak Aqis terkejut.
"Kebetulan kafe di Bandung kekurangan pegawai. Kalau kamu mau, kamu bisa kerja di sana. Tapi, jadi pelayan."
Bukannya marah Aqis malah terlihat bahagia. Dia pun tak henti bilang mau karena sesungguhnya dia bosan menjadi manager kafe di Moeda Kafe.
"Tapi, jangan buka identitas Aqis yang sebenarnya."
"Nanti kamu malah dikhianati lagi," balas baba Radit dengan sedikit menyindir.
"Ck!"
Baba Radit pun tertawa. Dia mengusap lembut rambut Aqis yang sudah dia anggap seperti anaknya sendiri.
"Justru Aqis ingin tahu orang-orang tulus," tukasnya.
Baba Radit menyampaikan keinginan Aqis kepada kedua adik iparnya di rumah Daddy Aksa. Ayah dari Aqis hanya menghela napas kasar.
"Adek gak bisa melepasnya, Bandit," ucap ayah Aska dengan nada penuh keberatan.
Baba Radit menatap kembaran dari ayah Aska yang terlihat masih santai meneguk wine yang tersedia di atas meja.
"Aqis cuma ke Bandung, bukan ke kutub Utara," celetuk Daddy Aksa.
Ayah Aska pun menatap sang Abang dengan tatapan tajam. Namun, yang ditatap masih tetap santai.
"Gua udah pernah jauh dari anak gua, Bang. Masa sekarang gua harus jauh lagi dari anak gua?"
Daddy Aksa mulai menatap sang adik dengan tatapan tak terbaca.
"Apa lu mau ngeliat anak bungsu lu terus-terusan tenggelam dalam kesedihan tinggal di Kota yang begitu kejam kepada kisah cintanya?"
Ayah Aska pun terdiam. Dia melihat jelas bagaimana keadaan Aqis sekarang. Tersenyum palsu di depannya juga sang bunda.
"Anak lu ke luar Kota bukan tanpa pengawasan," tekan Daddy Aksa.
Akhirnya, ayah Aska pun setuju dan semuanya dia serahkan kepada baba Radit. Urusan bicara kepada bunda Jingga itu urusan yang mudah.
.
"Lu serius?"
Aqis, Apang dan Ahlam tengah berada di kedai kopi di mana mereka selalu berkumpul di sana.
"Aqis ingin berada di tempat baru, Kak. Syukur-syukur dapat jodoh di sana," candanya.
Apang menoyor dahi Aqis hingga membuatnya tertawa. Beda halnya dengan Ahlam yabg terus menatap sang adik dengan begitu dalam.
"Melupakan itu gak mudah, Qis."
Kalimat Ahlam membuat Apang dan Aqis menoleh. Melihat tatapan sang Abang membuat mata Aqis memerah.
"Aqis tahu, Bang. Tapi, Aqis juga gak mau terus tenggelam," sahutnya dengan wajah yang tak bisa berdusta.
"Aqis harus bisa move on. Sekalipun itu mustahil, Aqis harus bisa."
Apang yang berada di samping Aqis langsung memeluk tubuh sang adik. Bulir bening pun menetes membasahi wajah Aqis. Pelukan kakaknya membuat Aqis terharu.
"Kapan berangkat?"
Ahlam tidak ingin adiknya semakin menangis dengan mengganti topik pertanyaan.
"Nunggu Baba hubungi Aqis."
Baru juga selesai berbicara, ponsel Aqis berdering dan nama sang paman yang tertera di sana.
"Baba," ucap Aqis.
Ahlam dan Apang dapat melihat raut wajah Aqis yang berubah. Mereka saling pandang dan meyakini jika Aqis akan segera berangkat ke Bandung.
"Lusa Aqis ke Bandung. Ayah, Bunda dan Daddy udah setuju."
Sebagai kakak, dua lelaki itu hanya mengangguk. Mereka akan mendukung setiap keputusan adik mereka. Dan juga mereka akan terus memantau adik perempuan satu-satunya.
.
Keesokan harinya, Aqis datang ke rumah sang paman. Baru juga masuk, tubuhnya menegang ketika melihat siapa yang sudah ada di sana.
"M-mas Dalla--"
Lelaki itu sudah berdiri dan merentangkan tangan. Aqis segera berlari dan memeluk erat tubuh Dalla dengan begitu erat.
"Maafin Aqis," lirihnya.
Dalla tak menjawab apapun. Dia mengusap lembut punggung Aqis yang bergetar. Semua penyesalan Aqis tumpahkan. Dalla memundurkan tubuh Aqis. Menghapus jejak air mata yang membasahi pipinya.
"Sudahi sedihnya, ya."
Aqis mengangguk mantap ketika mendengar kalimat yang begitu lembut keluar dari mulut kakak pertama. Di balik masalah pasti ada hikmah.
Sekarang Aqis sudah mendapat ijin dari semua anggota keluarga untuk tinggal di Bandung, bekerja di kafe baba Radit. Mencoba hidup mandiri di sana.
Ayah Aska dan bunda Jingga terlihat bahagia ketika melihat keempat anaknya sudah akur kembali. Meskipun, Aqis akan pergi meninggalkan mereka, mereka masih bisa menjenguk Aqis karena masih berada di negara yang sama.
"Bunda dan Ayah gak akan rindu Aqis. Soalnya semenjak Seyna dan Seyla hadir, kalian lebih sayang sama mereka."
Kedua orang tua Aqis pun tertawa mendengar ucapan sang putri penuh cemburu.
"Tahta tertinggi sekarang itu si little twins," ujar Apang.
.
Aqis meminta untuk tidak diantar keluarga. Dia ingin pergi sendiri. Keluarga pun harus setuju.
"Jaga kesehatan, dan jaga diri."
Petuah dari sang bunda untuk putri tercinta. Aqis pun mengangguk dan memeluk tubuh bunda Jingga dengan begitu erat.
"Aqis berangkat, ya."
Ternyata baba Radit yang akan mengantar Aqis ke Bandung. Jadi, semua keluarga pun dapat bernapas lega.
Di tengah jalan, mobil yang dibawa baba Radit berhenti. Aqis menatap bingung ke arah sang paman yang sedang menerima panggilan telepon. Terlihat wajah sang paman begitu serius dengan dahi mengkerut. Seperti ada hal yang tidak beres.
"Qis, Baba gak bisa antar, ya."
"Ya udah gak apa-apa, Ba. Aqis naik taksi online aja," sahut Aqis.
Namun, sang paman menggeleng dengan tegas. Kini, dahi Aqis yang mengkerut. Pandangan Aqis teralihkan ketika mendengar klakson mobil. Baba Radit pun turun. Aqis malah semakin bingung. Rasa penasaran mulai hadir. Aqis menurunkan kaca jendela pintu mobil. Dia tertegun ketika melihat sang baba berjalan dengan pria tampan menghampiri dirinya.
"Kamu ke Bandungnya bareng Rio."
...***To Be Continue***...
Boleh minta komennya?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Rahmawati Abdillah
nah kan masih penasaran sama Rio,ini Rio yang kita kenal kah😂
2024-04-17
1
Tanti Retno Wati
wahhhh jodoh Rio si iqis
2024-04-14
0
Ida Farida
kak rio donkkkk
2024-04-14
0