Madu Pilihan Ibu
oek! oek! oek!
“Selamat atas kelahiran putri cantiknya ya ibu Inara dan bapak Abim, bayinya terlahir sehat dan sempurna semoga kelak menjadi anak yang pintar dan solehah, amin.”
Begitulah ucapan selamat yang Inara dan Abim terima begitu putri cantik mereka lahir ke dunia dengan selamat. Senyum merekah dari Abim membalas ucapan selamat dari dokter yang sudah menolong persalinan istrinya itu.
“Amin, terima kasih banyak untuk doanya dok dan sudah membantu proses persalinan istri dan juga anak saya,” sahut Abim membalas.
“Bagaimana yank, apa perasaan kamu sudah lega sekarang? Putri kita terlahir cantik sama sepertimu tanpa kekurangan sesuatu apa pun,” ucap Abim mencoba menghibur istrinya yang kini masih dalam perawatan bidan usai melahirkan.
Inara pun bergeming, sebuah buliran bening mengalir dari salah satu sudut matanya. Hal yang sangat ia takutkan pun benar-benar terjadi. Bukan tak ingin bahagia, justru Inara sangat bahagia namun kini Inara tengah di selimuti rasa ketakutan. Takut jika kehadiran putri kecilnya tidak di sambut baik oleh sang ibu mertua. Pasalnya, selama ini ibu mertua bernama Retno itu sangat menginginkan bayi berjenis kelamin laki-laki dari rahimnya.
Kini Inara tengah menjalani perawatan dari bidan, bahkan tusukan demi tusukan dari jarum jahit itu seakan tak terasa di permukaan kulitnya. Karena sesuatu yang bakal terjadi selanjutnya itu akan lebih menyakitkan lebih dari tusukan jarum jahit itu. Sampai bu bidan merasa heran, kenapa pasiennya kali ini tidak merintih kesakitan saat di jahit daerah intinya itu? Padahal tidak ada bius sama sekali di sana.
Bersamaan itu pintu ruang bersalin di klinik itu pun terbuka, menampilkan seorang wanita berumur setengah abad lebih dengan penampilan yang begitu cetar memasuki ruangan itu dengan senyum merekah.
“Bagaimana Abim? Apa cucu ibu laki-laki atau perempuan? Pasti laki-laki dong, Ibu sudah tidak sabar ingin menggendongnya,” ujar bu Retno dengan antusias sambil berjalan ke arah Inara dan juga Abim.
Wajah Inara pun menegang mendengar ujaran ibu mertuanya. Ketakutan yang selama ini hanya singgah mulai merayapi hampir sekujur tubuhnya yang saat ini lemah. Tangan Inara sampai bergetar, takut ibu mertuanya akan memaki-makinya di tempat itu.
“Mas, aku takut,” lirih Inara yang langsung di pahami oleh sang suami Abim.
“Kamu tenang saja, mas akan menjelaskan semuanya kepada ibu. Semoga ibu bisa menerima kehadiran putri kita ya sayang, doakan saja,” ucap Abim berusaha menenangkan ketakutan sang istri.
“Jahitannya sudah selesai ya bu Inara dan juga bapak Abim, kalau begitu saya permisi dulu.”
Sang bidan yang sempat menangkap sedikit dan mengerti isi pembicaraan sang pasien pun memilih menyingkir. Sebagai bidan ia sudah sering manangani pasien dari berbagai latar belakang dan masalah-masalahnya. Bidan itu berdoa dalam hati semoga sang pasiennya kali ini kuat untuk menjalani kehidupannya ke depan.
“Terima kasih banyak bu bidan,” sahut Abim.
“Sama-sama.”
Bu Retno pun sudah mendekat ke arah box bayi yang di letakkan tepat di samping ranjang Inara. Tangannya mulai terulur untuk meraih bayi itu dalam gendongannya. Pandangannya seolah tak peduli dengan sekitar, meski pun tak jauh darinya sang menantu masih terbaring lemah tak berdaya. Akan tetapi atensi bu Retno tersita penuh ke arah bayi mungil itu.
“Haduh...gantengnya cucu oma, hidungnya mancung, bibirnya tipis sama seperti dirimu Abim! Lihat, ini fotokopian kamu waktu masih kecil,” celoteh bu Retno seraya menimang-nimang cucunya yang ia sangka berjenis kelamin laki-laki itu.
“Ibu, maaf bisakah kita bicara sebentar. Hanya sebentar saja tapi jangan di sini, kita bicara di luar saja,” ucap Abim dengan sopan.
“Haduh, kamu gimana sih Bim. Ibu kan lagi asyik menggendong cucu ibu yang ganteng ini. Kenapa sih kamu Bim? Bicara di sini sajalah nggak usah di luar!” tolak bu Retno.
“Begini bu, Inara kan masih capek biarkan dia istirahat dulu sebentar. Nanti kan ibu bisa gendong lagi bayi kami,” kata Abim mencoba menjaga perasaan sang istri.
“Pokoknya ibu sekarang mau di sini! kenapa sih kamu! kalau Inara mau tidur ya sudah tidur aja tinggal merem kan beres! Ribet banget harus bicara di luar segala!” ketus bu Retno dengan kekeuh.
Abim pun menghela nafas panjangnya dengan berat. Abim mencoba mengumpulkan keberanian penuh untuk mengatakan keberannya tentang jenis kelamin putrinya di hadapan sang ibu dan juga istri tercintanya. Saat netranya bersitubruk dengan sang istri, ada rasa tidak tega saat menatap wajah ayu yang nampak kelelahan itu. Namun anggukan sang istri bagaikan sumber kekuatan bagi Abim. Seolah mendapat lampu hijau dari Inara, Abim mulai memberikan penjelasan kepada sang ibu perihal jenis kelamin bayinya dengan hati-hati.
“Begini ibu, maaf sepertinya Abim dan juga Inara tidak mampu mewujudkan keinginan besar ibu selama ini,” ucap Abim dengan nada penuh penyesalan.
“Apa maksudmu Abim? Bukankah, cucu ibu terlahir sempurna apa cacat atau bagaimana?” sorot mata wanita itu mendelik tajam ke arah Abim dan juga Inara sang menantu bergantian.
“Bukan ibu, alhamdulillah cucu ibu terlahir sempurna. Namun cucu ibu ini bukan berjenis kelamin laki-laki seperti yang ibu harapkan. Akan tetapi terlahir perempuan.”
“Apa?!!”
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Lina Zascia Amandia
Kak Anita pakabar? Maaf ya udah lama gak mampir2. Habisnya gak sempat Kak. Ini datangpun hanya nyapa doang. Ngomong2 karya ini udah dpt bab terbaik gak, wah hebat udah 83 bab nih. Semoga lolos bab terbaik supaya lelah menuangkan ide ini terbayar.
2024-10-11
1
Indah MB
maaf ya Bu Ret , emang yang paling bagus itu anak pertama perempuan... nanti bakalan bantu mama nya, jaga adek . hehe
GET MARRIED WITH UNCLE ARKHAN, mampir
iklan juga mampir
2024-08-08
1
Rini Antika
Semangat terus say, Bab awal ceritanya sudah bikin gregetan, aku pengen bgt jitak Ibu Mertuanya Inara, 🤭
2024-08-08
1