Beberapa siswa memasuki kelas dengan berjalan melenggang. Seakan bunyi bel tanda masuk tadi tak begitu berarti bagi mereka.
Beberapa yang lain malah asik bercanda di teras kelas.
Lily melihatnya dari jendela kaca dengan jengah. Pemandangan sehari-hari yang selalu dilihatnya.
Anak-anak perempuan dan lelaki berbaur, bercanda. Kadang candaan mereka terasa berlebihan menurut Lily.
Bagaimana tidak, seorang anak lelaki dengan mudahnya merangkul seorang anak perempuan dan kadang tanpa rasa malu, mengecup pipinya.
Dan hal itu juga yang dilihat Lily sekarang.
Beuh!
Menjijikan sekali. Apa mereka udah gak punya lagi rasa malu? Gerutu Lily dalam hati.
Lily segera memalingkan wajahnya. Jengah sekali melihat pemandangan anak-anak yang tak berakhlak.
Tatapan mata Lily bertabrakan dengan tatapan mata Lavender. Teman yang tadi memberitahukannya soal pemanggilan kepala sekolah.
Lily mencoba tersenyum ramah, sebagai wujud ucapan terima kasihnya. Meski dipanggil kepala sekolah tadi bukanlah hal yang baik baginya.
Lavender hanya menatap Lily sebentar, lalu memalingkan wajahnya. Sorot matanya datar, seolah tak ada siapapun di dekatnya.
Lily hanya menghela nafas panjang. Hal yang biasa dia terima dari teman-temannya.
Masih mending cuma diabaikan, kadang malah Lily dijadikan bahan bully-an. Lily dianggap seperti binatang peliharaan yang diajak bermain tuannya.
Suasana kelas masih sepi. Karena baru beberapa saja yang masuk kelas.
Kruk!
Cacing-cacing di perut Lily berbunyi nyaring. Mereka seakan protes kalau sudah saatnya diberi makan.
Lavender yang mendengarnya, spontan menoleh. Lalu menatap Lily dengan tatapan heran.
"Kentut, ya?" tanya Lavender sambil mengernyitkan alis. Lalu spontan tangannya menutupi hidung.
"Enggak. Itu...itu tadi suara cacing-cacing di perutku," jawab Lily.
Mata Lavender terbelalak.
"Cacing di dalam perutmu?" tanya Lavender heran.
Lily mengangguk.
Karena begitulah suara yang sering dia dengar dari dalam perutnya. Dan kata ibunya, itu suara cacing yang minta dikasih makan.
"Kamu memelihara cacing di perut?" Lavender semakin heran.
Lily tak kalah herannya dengan pertanyaan Lavender.
Bagaimana mungkin dia memelihara cacing-cacing yang bisanya hanya makan saja di dalam perutnya?
Belum sempat mereka menyelesaikan tanya jawab yang tidak penting itu, seorang guru masuk ke dalam kelas.
"Selamat siang anak-anak!" sapa guru bahasa Indonesia yang bernama Septy.
"Siang, Bu!" jawab anak-anak yang sudah berada di dalam kelas.
"Mana yang lainnya?" tanya Septy melihat tak sampai setengah dari jumlah siswa yang ada.
Dengan kompak mereka mengangkat bahu. Mereka tak akan pernah saling melaporkan atau memberitahukan dimana yang lainnya suka ngumpet.
"Gimana sih ini? Bel kan udah berbunyi dari tadi?" gumam Septy dengan kesal.
Septy tak pernah tahu kenapa kalau dia mengajar, banyak sekali siswa yang membolos. Atau terlambat masuk ke dalam kelas.
Padahal menurutnya, pelajaran bahasa Indonesia itu termasuk pelajaran yang paling mudah dipahami. Karena sebagai bahasa pengantar mereka sehari-hari juga.
Dua orang siswa masuk. Anak perempuan dan lelaki. Si anak lelaki merangkul si anak perempuan.
"Siang, Bu," sapa si anak lelaki dengan cuek.
"Siang," sahut Septy sambil melihat mereka yang masih berangkulan.
"Lepasin tangannya. Ini di kelas!" ucap Septy dengan nada tinggi.
Bagaimanapun sebagai pengajar dan orang yang lebih tua, dia merasa tidak dihargai.
Si anak lelaki dengan santainya melepaskan rangkulan. Dan mereka dengan santai juga melenggang ke bangku masing-masing.
Dasar anak jaman sekarang, enggak ada sopan-sopannya sama guru. Untung kalian anak orang-orang kaya yang sumbangannya ke sekolah banyak, kalau enggak...aku laporin kelakuan kalian ke guru BK. Rutuk Septy dalam hati.
Septy menghela nafas panjang. Lalu dia duduk di kursinya.
"Bu. Kenapa pelajarannya enggak dimulai?" tanya Lavender.
Septy mendongak dan menatap ke arah Lavender.
"Saya akan memulai pelajaran kalau bangkunya sudah penuh," jawab Septy.
Busyet...kayak naik angkot aja, nunggu sampai bangkunya penuh. Batin Lily yang sering naik angkot.
Lavender mengangguk. Dia juga cuma basa-basi saja. Berusaha mencari perhatian guru, biar dianggap siswa baik.
Hampir setengah jam mereka menunggu siswa yang lain masuk ke kelas. Hingga beberapa sudah mulai menguap.
Beberapa yang lain asik bermain gadget. Selebihnya ngobrol dengan teman sebelahnya.
Lily yang tak memiliki ponsel, tak memiliki teman ngobrol, mulai mengantuk. Beberapa kali dia menguap.
Dan rasa kantuknya seakan tak bisa ditahan lagi. Hingga...
Dug!
Kepala Lily jatuh ke atas meja.
Septy yang melihatnya, menjadi geram.
"Heh, kamu!" bentak Septy sambil melemparkan spidol yang dipegangnya ke arah Lily.
Pletak!
Spidol itu tepat mengenai kepala Lily.
"Aw!"
Lily terkesiap dan spontan memegang kepalanya.
"Pelajaran baru aja mau dimulai, malah tidur!" lanjut Septy.
"Hu...!" teriak teman-teman Lily bersamaan.
Lily yang masih tersentak hanya bisa nyengir.
Malu? Enggak!
Malah kesal. Karena hanya dia yang diperlakukan seperti itu oleh para guru yang sudah tahu kondisi ekonomi orang tuanya.
"Diam yang lainnya!" ucap Septy.
Siswa yang lain spontan diam. Dalam hati, mereka terkejut. Karena jarang sekali pengajar berteriak pada mereka.
"Kamu!" Septy menunjuk ke arah Lily.
"Kalau mau tidur, silakan keluar!" lanjutnya.
"Maaf, Bu. Saya mengantuk sekali. Apa boleh saya ke toilet sebentar? Saya mau membasuh muka," pinta Lily.
"Mandi sekalian, biar enggak bau!" sahut salah seorang anak lelaki yang suka sekali membully Lily.
Lily menatap tajam ke arah anak itu. Hatinya sangat kesal mendengarnya.
Sebenarnya Lily bisa saja melawan. Bahkan untuk berkelahi pun, Lily tak takut.
Tapi siapa yang akan membelanya kalau dia kalah? Bahkan misalnya Lily yang menang pun, Lily pasti akan disalahkan.
"Di kamar mandi ada sabun. Biar wangi tuh badanmu yang bau!"
Ditatap dengan tajam oleh Lily, bukannya membuat anak itu sungkan. Malah semakin menjadi.
Teman-teman Lily yang lainnya tertawa terbahak. Mereka seolah ingin ikut menjatuhkan mental Lily.
Lily mengepalkan tangannya. Wajahnya menyimpan kemarahan pada semua temannya. Terutama pada anak lelaki yang mulutnya lemes itu. Tapi dia tak bisa melawan.
Karena melawan mereka sama saja dengan bunuh diri.
Lily bakal digiring ke ruang BK. Dan sudah bisa dipastikan Lily lah yang akan menerima hukuman. Tanpa dilihat dulu siapa yang salah.
Dengan masih menyimpan kemarahan, Lily berdiri dan melangkah keluar kelas.
"Heh! Mau kemana kamu?" tanya Septy yang hanya membiarkan saja Lily dibully teman-temannya.
Lily terus saja melangkah tanpa mempedulikan pertanyaan Septy.
Kesal juga Lily mendengar pertanyaan itu. Karena tadi kan dia sudah mengatakannya.
"Mau bunuh diri, Bu. Loncat dari lantai lima!" sahut teman Lily yang lain.
Semakin panas telinga Lily mendengarnya. Lily pun semakin mempercepat langkahnya.
Dengan kasar Lily menarik handle pintu. Dan dengan kasar pula dia menghempaskan daun pintunya.
Blum!
"Lily...!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Shuhairi Nafsir
Mohon Thor jadikan Lily anak yang tegas . jenius lagi bisa bela diri
2024-05-15
0
Anita Jenius
Salam kenal kak. 3 like mendarat buatmu thor. semangat ya
2024-04-19
1