Tabok Aku Dengan Cintamu

Tabok Aku Dengan Cintamu

Prolog

“Jabrig! Bangsat! Kembaliin kunci motor gue!”

“Iihh kali ini aja, Kak! Please! Gue pinjam motor Lo!”

Hai, gue Reni. Cewek cantik nan manis, yang kepedeannya terlalu over dosis.

Nama panjang gue, Reni Marheni Setiani. Buset, dah! Ni semua akhir nama gue!

Sore ini gue sudah ada adegan kejar mengejar sama Adek gue. Namanya Arjuna Bima Yudistira. Namanya keren, ya? Mirip nama pewayangan. Tapi, yang gak habis pikir, kenapa dia dipanggil Jabrig? Padahal rambutnya lepek klimis. Kagak ngerti, deh gua!

Adek gue ini sudah kelas 12 SMA. Bentar lagi lulus sekolah. Gue harap, dia akan jadi manusia berguna setelah lulus sekolah nanti.

Suara motor langsung terdengar. Gue buru-buru mempercepat lari gue, mirip si Ying yang ada di kartun Boboiboy.

Sayangnya, kaki kiri gue keserimpet sama kaki kanan gue sendiri. Dan terjadilah adegan terjungkal ke depan. Gue meringis. Sudah segede ini, kalau jatuh tetap sakit ternyata.

Motor mulai dilajukan si Jabrig, dengan wajah ngeselinnya, dia cengengesan sama gue.

“Awas Lo ya, Brig! Akan gue musnahkan Lo dari muka bumi ini!”

Gue memukul tanah. Rasa kesal mulai mendera hingga ke dalam dada. Gue tuh ingin jalan-jalan sore sebenarnya di hari minggu ini. Cuma itu hiburan gue.

Karena semenjak Danika hamil dan punya anak, dia sudah gak bisa diajak nongkrong. Kesepian banget deh, gue!

Mana tambatan hati gue masih ada di Bandung lagi. Oh iya, ompol-ompol, eh salah! Omong-omong, gue sudah gak di Bandung lagi. Setelah pekerjaan gue selesai, gue balik kerja lagi di kantor pusat punya suaminya Danika.

Haaaaah, Mas Amar yang tampan rupawan. Walau orangnya pendiam, tapi kharismanya gak bisa bohong. Ingin rasanya gue selalu di dekat dia. Walaupun dia agak risih kayaknya selalu gue deketin. Hahaha, nasib!

Buktinya, gue selalu, bahkan rajin nge-chat dia melalui wa. Tapi sampai sekarang, satu pesan pun gak pernah dibalas sama dia.

Gak masalah sih sama gue. Chat-nya sudah centang biru saja, gue sudah ingin langsung terbang ke angkasa rasanya.

Oohh, Mas Amar. Semoga kita jodoh, ya? Kalau memang jodoh, dekatkan! Kalau tidak jodoh, tolong jodohkan dia pada hamba ya Allah. Eh, maksa!

Mengingat itu, gue jadi senyum-senyum sendiri. Betapa indahnya membayangkan orang yang kita taksir dan kita rindukan itu. Sampai gue gak sadar, gue sudah memejamkan mata sambil rebahan di tanah.

“Ren, Reni!”

Suara cempreng mulai mendominasi telinga. Gue langsung membuka mata gue. Musnah sudah khayalan indah gue.

“Lo mulai gila rebahan di tanah sambil senyum-senyum? Masuk sono! Bantuin Bapak lo bikin pentol!”

Gue mencebik. “Iya, Mak!”

Titah yang mulia Emak harus langsung diturutin. Kalau gak, bisa pecah gendang telinga, wkwk.

Oh iya, nama Emak gue Munaroh. Usianya sekitar 49 tahun. Kalau Emak gue sih bilang, umur dia 17 tahun kurang 2 hari. Bapak gue selalu manggil nama belakang Emak gue, Roh, Roh. Kadang Roh halus, kadang Roh Iblis waktu mereka lagi adu mulut. Suka-suka hati lambe Bapak gue, deh.

Kalau sudah begitu, Emak gue langsung sibuk masuk kamar mandi. Gak lama kedengaran suara orang lagi nyikatin lantai atau kloset.

Bapak gue terheran-heran, kenapa Emak gue langsung rajin seketika setelah mereka berdebat.

“Roh, kenapa elu rajin bener nyikatin kamar mandi setiap kali kita habis berdebat?”

“Ya iya lah, gue rajin, Bang! Orang nyikatin kloset kamar mandinya pake sikat gigi Abang!”

Sedetik kemudian Bapak gue langsung muntah-muntah. Yang parahnya, seketika itu Bapak gue langsung lemas dan harus diinfus sampai 3 botol. Etdaaaah.

Sesuai dengan titah Emak gue, akhirnya gue samperin Bapak gue di dapur. Saat gue menyibak tirai yang menutupi area dapur, di situ gue langsung terharu.

Di sana Bapak gue lagi sibuk membuat pentol. Tangan kirinya cekatan membuat bulatan adonan, dan tangan kanannya sigap memasukkan adonan bulat itu ke dalam rebusan air.

Di dalam proses pembuatan pentol, Bapak gue selalu mengutamakan kebersihan. Tangan kanan dan kirinya selalu beliau lapisi dengan sarung tangan plastik.

Gue tersenyum. Dia cinta pertama gue. Selama gue hidup, sudah 28 tahun ini, gue gak pernah mencintai siapapun lelaki selain Bapak gue. Tapi sekarang, gue sudah jatuh cinta lagi sih, sama Mas Amar. Tapi Bapak gue gak akan pernah tergeser dari hati gue. Sumpah, deh!

“Belum siap, Pak?”

Bapak gue menoleh dan tersenyum. Yang bahkan senyumnya gak kelihatan karena tertutup kumis tebal mirip Pak Raden.

“Belum, Ren.”

Gue mendekat, memperhatikan satu persatu bahan-bahan kuah pentol di atas meja.

“Jadi Reni bantuin apa, Pak?”

“Lo bantuin buat kuah aja.”

“Siap, Pak!”

Oh iya, lupa ngenalin. Nama Bapak gue Doel Marjuki. Biasa dipanggil Pak Juki pentol. Usia beliau sudah masuk 53 tahun. Dari dulu jualan pentol keliling naik motor, sudah dijalani sama Bapak gue. Dari sinilah kami bisa makan dan bersekolah. Dibantu juga sama Emak gue yang juga jualan sayur mayur di pasar pagi.

Di usianya yang sudah paruh baya, Bapak berharap banget gue bisa nikah dan ngasih dia cucu.

“Ren, kapan Lo kawin, Ren? Sudah pengen gue gendong cucu. Ingat! Umur Lo sudah 28 tahun.”

Kata-kata itu sukses membuat tangan gue yang tadinya mulai motongin cabe untuk diulek, mendadak berhenti.

Gue menoleh ke arah punggung Bapak dan tersenyum samar.

“Hehe, gimana mau kawin, Pak? Gak ada cowok yang suka sama Reni.”

Bapak gue seketika menoleh lagi dan cepat-cepat melangkah ke arah gue. Beliau menggeser kursi dengan kakinya, lalu menghempaskan bokongnya di kursi itu.

“Ren, Lo kalau ngomong yang bener, dong!”

Gue menunduk malu. Kan emang bener gak ada yang suka sama gue selama ini.

“Ren, kok Lo diam?”

Gue mengangkat wajah dan menatap sendu Bapak gue yang sudah penasaran dengan jawaban gue.

“Beneran, Pak! Kan gak ada laki-laki yang suka sama Reni.”

“Tapi Lo suka kan sama cowok?”

Gue spontan terkejut. “Etdaaah, Pak! Ya kali Reni gak suka sama cowok!”

Bapak menghela nafas lega. “Alhamdulillah. Gue kira Lo gak normal. Ya sudah, nanti Bapak cariin Lo jodoh, deh!”

“Iihhh gak mau, Pak! Nanti Reni cari sendiri aja.”

Bapak beranjak dari kursi yang beliau duduki. “Iya, terserah lo, deh. Sudah lanjutin buat kuahnya. Bapak juga mau lanjut bikin pentolnya.”

Gue langsung mengangguk dan mengiyakan.

Dalam hati ingin terus terang sih, kalau gue sebenarnya sudah punya tambatan hati. Tapi apa iya bisa dibilang begitu? Soalnya 'kan masih gue saja yang demen sama Mas Amar. Mas Amarnya kagak tahu gimana. Entah pun dia sudah ada yang punya? Haaaaah.

Apakah gue bisa merebut hati Mas Amar suatu hari nanti?

Apa gue harus berusaha kali ya?

Dan pleaseeee. Disaat gue berusaha merebut hatinya, mudah-mudahan saja dia belum ada yang punya.

Dan yah, inilah kisah gue teman-teman. Reni Marheni Setiani.

...______________*****_____________...

Terpopuler

Comments

Rini Antika

Rini Antika

semangat terus, like dan subscribe mendarat, nanti bacanya nyicil ya

2025-04-23

1

Miu Nih.

Miu Nih.

ini curcol versi nopel, lucu kak...

lanjut nanti 😫 batreku habis bree

2025-05-07

1

Anonymous

Anonymous

kapan kapan kita kenal an sama Reni biar tau resep kua pentol

2025-04-24

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!