Bab 19

"Sayang, apa kamu sengaja ingin balas dendam denganku?" Pandu melepaskan gandengan tangan yang sejak tadi diperlihatkan di depan keluarga Nada.

"Balas dendam soal apa?" Nada melepaskan kerudungnya.

Ia berganti baju tidur di atas lutut, dia ingin merayu suaminya meskipun dia sedang sakit. Memastikan dia masih diinginkan oleh suaminya.

"Kamu mengatakan banyak hal, kata-kata kamu itu menyudutkanku. Seolah aku tidak mampu membiayai suster untuk Shanum," ucapnya panjang lebar. Dia merasa diremehkan oleh Nada di depan keluarganya.

Nada tersenyum, ia tak segera menjawab justru meminum obat dari rumah sakit yang dia sembunyikan dari keluarganya.

"Memangnya kamu mampu?" ucap Nada sembari menyimpan obat di tasnya.

"Maksud kamu apa?" ujar Pandu dengan kedua mata yang melotot.

Harga dirinya diinjak-injak oleh Nada malam ini, biasanya Nada tidak banyak bicara. Namun, di rumah ini Pandu pikir istrinya lebih berani.

"Mas, kamu pikir uang bulananmu itu sangat banyak?" katanya dengan tawa meremehkan.

"Nada, istri yang pandai mengatur uang. Seberapa pun pasti cukup," dalih Pandu dia tidak mau menambah uang bulanannya.

Nada membuka mulutnya lebar mendengar lontaran kalimat Pandu yang diluar nalar Nada. Suaminya semakin ke sini sangat pelit kepadanya.

Padahal untuk keperluan keluarga kecilnya, tapi Pandu sangat perhitungan kepadanya.

"Begini saja Mas, kamu tidak perlu beri uang aku. Kamu belanjakan saja kebutuhan setiap bulannya," kata Nada memberikan ide kepada suaminya.

"Ini kamu yang ngomong sendiri lho, jangan sampai nanti aku dengar kalau aku tidak memberikan nafkah padamu," Pandu mewanti-wanti Nada.

"Iya, aku tidak akan ngomong, semua kamu yang mencukupi." Nada berjalan mendekati Pandu, dia duduk dipangkuan Pandu dengan merangkulkan tangannya di leher.

Malam ini Nada berlagak agresif untuk menarik suaminya, sudah berbulan-bulan Pandu mengabaikannya.

Kedua netra mereka saling berpandangan, suasana yang mendadak hening membuat mereka bisa mendengar napas masing-masing.

Nada memiringkan kepalanya, perlahan mendekatkan kepalanya untuk mencium Pandu lebih dulu.

"Sayang, kenapa kamu memakai pakaian seperti ini. Kamu masih sakit kan," kata Pandu saat jarak bibir mereka hanya tinggal beberapa centi saja.

Nada menarik mundur kepalanya, lalu melepaskan tangannya yang mengalungi leher Pandu. Nada turun dari pangkuan Pandu tanpa berkata apa-apa.

Dia telah mendapatkan jawabannya, saat ini sang suami memang tak menginginkan berhubungan suami istri dengan dirinya.

"Sayang, kamu kamu kan sedang sakit. Jadi, aku tidak mau tambah sakit." Pandu melihat Nada yang meninggalkan dirinya menuju kasur sisi kanan.

Nada mengabaikan ucapan Pandu, dia masuk ke dalam selimut dengan memiringkan tubuh dengan membelakangi Pandu.

"Sayang, kamu jangan salah paham. Bukan aku tidak mau, aku hanya tidak mau kamu begadang," ucapnya seolah dia sangat perhatian.

Nada memutar tubuhnya sehingga berhadapan dengan Pandu. "Sebenarnya aku ini apa bagimu?" katanya dengan meneteskan air mata.

"Kamu istriku, kenapa kamu pakai tanya lagi?" Pandu hendak mengusap air mata Nada tapi di tepis dengan cepat oleh Nada.

Dia kembali duduk, "Kalau aku memang istrimu, kenapa tidak pernah mau menyentuhku?" tatapan Nada pada Pandu sayu. Air matanya terus mengalir.

"Aku sudah bilang, aku bukan tidak mau menyentuhmu. Ini bukan waktu yang tepat." Pandu terus mengatakan jika waktu yang diminta Nada kurang tepat.

"Lalu kapan waktu yang tepat?" Nada mengusap air matanya. Dia ingin menunggu waktu yang dikatakan Pandu tepat.

"Nanti sayang, kalau kamu sudah sehat," kata Pandu sembari mengusap kepala Nada.

"Basi Mas, ngomong saja kamu sudah tidak menginginkanku," wajah Nada muram.

"Kamu ngomong apa sih, aku itu cuma mau jaga kamu. Biar tidak sakit," katanya dengan senyuman manis yang pandu punya.

Dengusan dari Nada terdengar nyaring di telinga Pandu, "Apa ada perempuan lain di luaran sana? Kamu sudah lama tidak menyentuhku."

"Kamu terus menuduhku selingkuh, padahal aku bekerja keras untuk keluarga kita," wajahnya memerah, dia kesal Nada tidak mau mengerti keinginannya.

Nada mengusap air matanya, "Maaf Mas."

Nada merebahkan tubuhnya menarik selimut sampai dada. Dia memejamkan matanya.

Malam ini, adalah malam terakhir dia meminta-minta dengan Pandu. Tidak akan pernah lagi dia mengemis tidur bersama dengan suaminya itu.

Malam menjelang pagi, Nada belum juga tertidur. Dia mengambil ponsel Pandu untuk mengeceknya.

Apa yang sebenarnya terjadi? Apa dia selingkuh atau memang sudah bosan?

Entah mengapa Nada lebih cemburu melihat chat dari Pandu dan Ayu. Lebih mesra daripada dengan dia.

Nada mengeratkan tangannya membaca chat Ayu. Hatinya kembali diluluh lantahkan oleh suami dan adik iparnya.

Pandu memang lebih pantas menikah dengan ayu daripada dirinya.

Dia memberikan rumah dengan gampangnya, sekarang menyetujui membelikan mobil sebagai hadiah. Pandu tidak pernah membicarakan semua ini kepadanya.

Dia sering kekurangan uang, tapi dia berikan semuanya kepada keluarganya. Ayu adalah orang ketiga yang sebenarnya.

Dia lebih mengerikan daripada Eva yang tipis-tipis minta perhatian dari Pandu.

Nada menaruh ponselnya, ia pergi mengambil wudhu untuk salat malam.

Keluarga Pandu sendirilah yang ingin menghancurkan keluarga kecilnya. Rasanya masih tidak percaya, seorang ibu terus meminta anaknya untuk bercerai.

Nada menadahkan kedua tangannya, air matanya mengalir sangat deras.

"Ya Allah, Nada sudah capek. Maafkan Nada jika memilih jalan yang Engkau tidak sukai. Tapi, ini terlalu sakit," katanya dengan sesenggukan.

Sudah lama dia bertahan dari gempuran mertua, ipar sekarang ditambah perempuan lain.

Nada tidak kuat lagi, dengan bulanan pas-pasan yang masih sering diomeli oleh ibu mertunya karena boros membuat Nada tekanan batin.

Nada berdiri masih dengan memakai mukena, "Mas, kamu yang mulai semua ini," katanya dengan menatap lurus ke wajah suaminya.

Nada tidak jadi menginap lagi di rumah orang tuanya. Dia akan memberesi semua masalah yang terjadi dalam hidupnya.

"Terima kasih sayang, kamu sudah mau pulang denganku," kata Pandu saat sampai di rumahnya.

"Kamu tidak perlu berterima kasih, aku pulang ke sini bukan karena kamu. Tapi, karena ini rumahku," kata Nada menekankan jika dia pemilik rumah ini.

Nada yang membeli rumah sebelum menikah dengan Pandu. Bahkan, seluruh perabotan yang ada di dalam rumah pun yang membeli Nada.

Pandu hanya membawa diri saat masuk ke rumah itu. Dia berjanji membelikan rumah untuk mereka berdua tinggal. Nyatanya dia lebih memilih membelikan rumah keluarganya.

"Nada, aku tahu kamu marah. Tapi jangan ngomong kasar seperti itu. Aku memang belum bisa membeli rumah." Pandu tersinggung dengan ucapan Nada.

"Ya, kamu memang tidak pernah bisa membelikan apapun untuk aku. Tapi beda kan untuk keluargamu," Nada menatap Pandu lalu berjalan memasuki kamarnya.

Ia menoleh sebentar, "Jangankan rumah, planet pun kau beli untuk keluargamu."

Pandu terpaku mendengar ocehan istrinya, "Apa dia mengetahui sesuatu?"

Terpopuler

Comments

G** Bp

G** Bp

sebaik baiknya kamu simpan bangkai baunya akan tercium juga...

2024-11-27

1

Akbar Razaq

Akbar Razaq

sudah berkali kali di bohongi lo jadi jangan kaget.

2024-11-29

0

Arieee

Arieee

si pandu tunggu aja penyesalan u

2024-04-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!