Bab 12

"Assalamualaikum." Pandu mengucapkan salam saat memasuki rumah.

Namun, tidak ada yang menjawab suasana rumah sepi padahal baru pukul tujuh malam. Biasanya Nada menunggu di ruang tamu untuk menyambutnya.

Pandu berjalan mendekati ranjang saat melihat istri dan anaknya sudah tertidur.

"Kamu sakit?" Pandu menyentuh kening Nada.

Suhu badan Nada normal, tidak ada tanda-tanda demam membuat dia heran. Tidak biasanya sang istri sudah tidur.

Pandu duduk sendirian di meja makan setelah Minah menyiapkan makan malamnya. Rasanya sepi makan sendirian, biasanya ada Nada yang bawel menanyakan lauk yang ingin dia makan.

"Bik, apa ada sesuatu yang terjadi hari ini?" tanya Pandu.

"Tidak ada Mas, ada apa ya?" Minah balik bertanya.

"Tumben saja, Nada sama Shanum kok sudah tidur," ujarnya sembari melahap nasi di depannya.

"Capek katanya Mas, jadi habis isya langsung tidur," jawabnya seperti perkataan Nada.

"Kalau ibu sudah pulang ya?" Pandu menatap sekilas pembantunya untuk melihat respon darinya.

"Sudah, selepas Mas Pandu berangkat kerja ibu pulang," jawab Minah sedetailnya.

"Apa Nada sama ibu sempat berdebat?" Pandu menaruh sendok lalu menatap Minah. Dia merasa istrinya seperti ini pasti habis berdebat dengan ibunya.

"Sedikit, ibu yang terus mengomel sama Mbak Nada," kata Minah ragu. Dia takut di marahi oleh Pandu kalau dia menjelekkan ibunya.

Pandu menyudahi makanya dengan menyisakan makanan yang masih setengah.

Dia masuk ke selimut sembari memeluk sang istri. Kedua mata Nada terbuka lebar karena kaget. Matanya langsung menatap satu tangan yang memeluk dirinya.

Tangannya mengusap kepala Nada lembur, entah ada angin apa Pandu tiba-tiba seperti itu. Biasanya dia sangat dingin, jangankan memeluk bertatapan saja dia tidak mau.

"Apa mungkin Mas Pandu merasa bersalah soal tadi pagi? tanya Nada dalam hati.

"Jangan terlalu senang Nada, suamimu itu mudah sekali berubah," batinnya lagi.

Nada berusaha mengabaikan Pandu, walaupun dalam hati dia ingin membalas pelukannya. Dia sangat merindukan suaminya. Dia ingin nafkah batinya, tapi mengingat Pandu yang sering memakinya membuat dia menahan diri.

Mendengar suara subuh Nada terbangun, ia melihat tangan Pandu masih melingkar di tubuhnya. Nada tersenyum ternyata mereka berdua tidur masih dengan posisi berpelukan.

"Mau ke mana?" tanya Pandu sembari menarik kembali Nada agar tidak bangun.

"Sudah subuh mau salat," kata Nada.

"Nanti dulu, begini dulu sebentar," kata Pandu masih belum mau Nada beranjak meninggalkannya.Nada menurut saja, kapan lagi dia bisa seperti ini.

"Maafkan aku ya?" bisiknya.

Mendengar kata maaf dari Pandu, hati Nada trenyuh. Dia semarah apapun dia, sangat mudah tersentuh hatinya.

"Kenapa diam? Kamu masih marah?" tanya Pandu ketika Nada masih tidak menjawab.

Nada menganggukan kepalanya, istri mana yang tak marah diperlakukan seperti itu. Suaminya tak mendukung dirinya.

"Maaf ya, bagaimana kalau weekend kita jalan-jalan," ajak Pandu dia ingin menebus kesalahannya.

Nada melepaskan tangan Pandu, "Tidak usah, takutnya kamu tidak bisa menepati janji," ujar Nada sembari pergi menuju kamar mandi.

Pandu tertunduk mendengar lontaran kalimat Nada, rasanya menancap di dada.

"Kamu kok masih diam, kita solat berjamaah yuk," ajak Nada.

Pandu bergegas ke kamar mandi untuk mengambil wudhu.

"Bagaimana kalau kita pergi setelah aku pulang dari kantor?" Pandu belum mau menyerah mengajak istrinya untuk jalan-jalan.

Nada melipat mukenanya, "Kamu yakin ada waktu buat aku?"

"Iya sayang, aku janji sore ini kita akan jalan-jalan." Pandu berjalan mengekor Nada ke mana pun dia berjalan.

"Sayang, ya, kita pergi," rengek Pandu sembari memegang tangan Nada.

"Baiklah, hanya kita bertiga kan?" Nada menatap Pandu, memastikan jika tidak ada orang lain yang ikut jalan-jalan.

"Iya, kita bertiga. Hanya bertiga," jawab Pandu dengan lugas.

Pandu menarik kebawah lengan yang mengepal saat Nada menyetujui rencananya.

Menjelang sore Pandu menjemput anak dan istrinya untuk jalan-jalan sesuai janjinya. Mereka pergi ke mall untuk memanjakan sang istri.

Mengajak makan, bermain dengan anaknya dan juga belanja.

"Mas, tumben kamu ajak aki main, belanja. Kamu tidak sedang melakukan kesalahan kan?" tanya Nada, setelah dipikir-pikir lagi Nada merasa cemas dengan perlakuan baik sang suami.

"Kenapa kamu tanya seperti itu? Bikin tidak mood aja," wajahnya yang senang berubah menjadi muram.

"Maaf Mas, aku kan cuma tanya," Nada memegang lengan Pandu sembari menatap Pandu nanar.

Dia menyesal menanyakan masalah itu karena membuat suasana bahagianya menjadi panas.

"Aku yang heran sama kamu, aku ajak jalan bilang aku punya salah. Giliran aku tinggal kerja kamu bilang tidak perhatian," omel Pandu.

"Iya maaf, aku salah," katanya mencoba membujuk Pandu.

Pandu kesal, dia berjalan lebih dulu meninggalkan Nada. Moodnya sudah hancur meskipun Nada sudah minta maaf.

"Pandu," sapa Eva saat berpapasan.

"Hai, Eva, kamu sama siapa?" tanya Pandu sembari celingukan melihat teman kantornya itu datang bersama siapa?

Nada memperlambat langkahnya, dia menyipitkan matanya memandang wajah perempuan yang sedang berbicara dengan suaminya.

"Bukan kah dia yang pergi bersama kemarin?" tanya Nada kepada dirinya sendiri.

Ia bergegas menghampiri untuk mengetahui yang mereka bicarakan.

"Aku datang sendiri, ini istri kamu?" tanya Eva sembari menatap dari ujung kaki sampai kepala.

"Iya, ini ibunya Shanum," kata Pandu yang membuat jantung Nada perih.

Kenapa dia lebih memilih mengatakan ibunya Shanum daripada menjawab sebagai istrinya.

"Hai Mbak, aku Eva teman kantornya Pandu," katanya sembari mengulurkan tangannya.

"Hai, aku ibunya Shanum," kata Nada mengimbangi Pandu.

"Pantas saja Shanum sangat cantik, ternyata ibunya juga cantik," puji Eva.

"Terima kasih," jawab Nada dengan senyuman kecut. Ia tidak senang dipuji oleh Eva.

"Makasih ya Mbak kemarin memberi izin agar aku bisa bermain dengan Shanum. Aku fans banget sama Shanum," katanya sembari mencubit pipi Shanum. Dia gemas sekali dengan anak perempuan digendongan Pandu.

Nada melirik ke arah Nada, "Memberi izin bermain?"

Nada heran, kemarin dia mengatakan kalau ada acara pertemuan kantor. Tapi ternyata memang mereka datang hanya berdua.

Apa yang dia lihat ternyata sama seperti kenyataanya, ternyata dia memang sudah janjian bertemu.

"Iya, aku bawa Shanum waktu itu aku izinkan bermain bersama sedangkan aku mengobrol sama Jimmy," ucap Pandu sedikit gugup.

Dia takut istrinya salah pengertian dengan ucapan Eva. Pada dasarnya memang benar kalau dia datang khusus bertemu dengannya.

"Kalau begitu kita pulang dulu ya, assalamualaikum." Nada memberikan salam lalu menggandeng Pandu untuk meninggalkan gadis itu.

"Nada, kamu ke mobil dulu ya. Aku mau ke toilet sebentar," pamit Pandu saat sampai di lantai satu.

Nada tidak menjawab, kedua matanya mengikuti arah kepergian suaminya yang berlari cepat. "Kamu kebelet atau mau menemui gadis itu?"

Terpopuler

Comments

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

sdh ada hilal untuk pandu mengejar Eva

2024-04-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!