Gibran babak belur

Gibran tersungkur akibat pukulan yang di layangkan oleh Ghani, Widya langsung berlari meraih tubuh Gibran membantunya untuk bangun. Kemarahan anak sulung memang sangat menakutkan, tidak ada yang berani melerai maupun membalas kemarahannya. Ghani berjalan mendekat kearah Gibran, dia menarik kerah baju pria polos itu dengan tatapan nyalangnya.

"Hentikan! Ghani, Mama bilang Hentikan!" Widya berusaha melepaskan tangan Ghani dari baju Gibran, ia menggigit tangan kokoh itu sampai terlepas, kemudian ia menyembunyikan Gibran di belakang tubuhnya.

"Minggir, Ma!" Tangan Ghani terkepal melihat adiknya malah bersembunyi di belakang tubuh Ibunya dengan ketakutan.

Ghani berjalan mengitari tubuh ibunya, dia kembali menarik Gibran menjauh dan melayangkan pukulan di perutnya.

Bughhh .. Bughhh...

"Ghani! Hiks.. Hentikan, Nak.. Hentikan!" Widya meraung-raung melihat Gibran yang tak berdaya.

Ganesha menahan tubuh Ibunya agar tidak terkena pukulan sang Kakak, Gibran sama sekali tak melawan meskipun tubuhnya lebih besar dari kakaknya yang tengah meninjunya.

"Ghani Mahardika!" Suara bariton menggelegar memenuhi seluruh ruangan.

Ghani menghentikan aksinya, dia merapikan kembali jas yang menempel di tubuhnya. Sementara Gibran sudah di buat babak belur olehnya, Widya segera berlari memeriksa kondisi Gibran yang begitu memprihatinkan.

"Apa yang kau lakukan, hah?!" Tanya Wiratma dengan tegas dan dingin.

"Dia pantas mendapatkannya." Jawab Ghani tak kalah dinginnya.

"Apa tidak ada cara lain selain menggunakan kekerasan? Apa aku mengajarimu seperti itu, jawab!" Suara Wiratma meninggi begitu melihat wajah Putra bungsunya.

Ghani diam tak menjawab, dia merutuki kelemahan dirinya yang mudah tersulut emosi.

Wiratma berjalan kearah putra sulungnya, dia menatapnya dengan tatapan mengintimidasi. Selama ini tak pernah sekalipun Wiratma mengajari anaknya menyelesaikan maslah dengan menggunakan kekerasan, selagi masih bisa di bicarakan tak perlu tangan yang membalasnya, begitulah prinsipnya.

"Katakan." Ucap Wiratma dengan tegas.

"Perempuan yang kita cari sudah di temukan, dia anak bocah yang ada di panti itu. Gadis yang di nodai oleh Gibran secara tak sadar, setelah kami telusuri gadis itu tinggal di kampung, tapi saat dia ketahuan hami oleh warga di usir secara paksa dari kampung karena dianggap aib bagi kampungnya." Bukan Ghani yang menjawab, melainkan Ganesha yang menjelaskan semuanya.

"Berarti anak itu, Cucuku?" Tanya Wiratma meyakinkan.

Ganesha menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, Widya mengernyitkan dahinya mendengar pembahasan ketiga pria yang tengah berbincang serius itu.

"Cucu? siapa yang hamil, Pa?" Tanya Widya.

"Anggi, Bawa Gibran ke kamarnya dan obati lukanya." Titah Wiratma pada kepala pelayan yang berdiri tak jauh darinya.

"Baik, Tuan besar." Anggi lantas membawa Gibran di bantu oleh dua bodyguard yang selalu ikut bersama Wiratma, Gibran di gotong menuju kamarnya.

Wiratma membawa Widya untuk duduk, dia menjelaskan apa yang tengah dia bahas bersama dua anak lelakinya. Istri Ghani dan Ganesha pun ikut bergabung, mata Widya membulat sempurna begitu mendengar penuturan suaminya.

"J-adi---" Widya mengerjapkan matanya berkali-kali, rasa tak percayanya begitu mendominasi karena siapapun pasti akan beraksi sama seperti Widya kala anak yang berpenampilan culun tiba-tiba memiliki anak.

"Karena kepolosannya dia di jebak oleh teman-temannya, dan sialnya hal tersebut seperti sudah di rencanakan dengan matang. Cctv dan bukti tidak bisa di dapatkan, kita kesusahan mencari perempuan yang menjadi sasaran pelampiasan Gibran, dan aku yakin saat itu Gibran dalam pengaruh obat perangsang sehingga kecil kemungkinan dia bisa mengingatnya." Jelas Wiratma.

Ya Allah, batin Widya.

Beberapa kali Widya mengelus dadanya, dia membayangkan bagaimana nasib Laras yang harus membesarkan anaknya dan memikul beban itu sendirian.

"Pa, ayo kita ke Panti. Mama mau ketemu sama cucu Mama dan Ibunya, kita harus meminta maaf juga sama keluarganya." Widya menarik-narik tangan Wiratma mengajak suaminya untuk menemui Ayu dan Raja, begitupun dengan keluarganya.

"Kita akan pergi bersama Gibran." Ucap Wiratma menahan tangan Widya.

Widya menangis tergugu karena ia mengingat masa lalunya, nasibnya dulu hampir sama dengan Laras, bedanya dia sampai kehilangan calon anaknya karena tak kuat dengan gunjingan dan cibiran tetangga sekitarnya. Pendarahan hebat, detak jantung janin yang melemah sampai akhirnya tiada.

Cinta terhalang restu membuat Wiratma kehilangan akal, orangtuanya menuntut untuk melepas Widya sampai melakukan berbagai cara untuk memisahkannya, tanpa sadar Wiratma menodai Widya sampai mengandung benihnya. Setelah kepergian kedua orangtuanya, Wiratma kembali mencari Widya yang saat itu masih dalam kondisi terbalut luka, seiring berjalannya waktu mereka pun menikah sampai saat ini masih tetap bersama.

Sore harinya.

Gibran sudah mendengarkan penjelasan Ayahnya setelah dia selesai di obati, jujur saja dia sendiri terkejut karena Wiratma mengatakan dia sudah memiliki anak. Setahunya, memiliki anak hanya untuk orang yang sudah memiliki pasangan dan terjalin dalam ikatan pernikahan.

Ghani sudah meminta maaf atas perlakuannya pada Gibran, Gibran pun tentunya memaafkan Kakak tertuanya sebab ia tahu kalau Ghani emosi itu seperti apa.

"Kak, emangnya aku punya anak beneran, ya?" Tanya Gibran berbisik pada Ganesha.

"Tentu saja, makanya Kak Ghani sampai marah." Jawab Ganesha.

"Cara membuatnya itu seperti apa?" Gibran dengan polosnya membuat Ganesha mengusap wajahnya kasar.

Ganesha menggaruk tengkuknya yang tak gatal, dia menyenggol lengan Kakak tertuanya karena bingung harus menjelaskan seperti apa pada Gibran yang pastinya tidak akan sampai pikirannya pada adegan Ranjang.

"Caranya, ya S*n9* dulu." Celetuk Ghani.

Rania memelototi suaminya itu, bisa-bisanya dia menjawab dengan frontal bahkan tanpa wajah bersalah.

"Anjir, ngakak, hahaha." Ganesha justru terbahak mendengar jawaban si kulkas.

"S*n9* itu seperti apa?" Tanya Gibran lagi.

"Sudah, Nak. Jangan dengerin Kakakmu, sesat." Ucap Widya sambil melempar tatapan kesal pada Ghani, jika rasa penasaran Gibran terus di jawab nantinya tidak akan ada ujungnya, bak anak kecil yang akan terus penasaran dengan apa yang ingin di ketahuinya.

Kini semuanya bersiap masuk ke dalam mobil, kecuali Rania dan Sherly. Tujuan utamanya adalah panti asuhan, dimana tempat Raja dan Ayu tinggal.

Terpopuler

Comments

💗AR Althafunisa💗

💗AR Althafunisa💗

Sepolos polosnya kalau otaknya ga ada kecelakaan apa-apa mah hanya krna didikan Oma nya, koq sampe segitu awam nya ya 🙄😩

2024-05-22

0

💥💚 Sany ❤💕

💥💚 Sany ❤💕

Kayaknya klu mahasiswa paling pinter otaknya gak kan sepolos Gibran dech.

2024-04-20

0

💥💚 Sany ❤💕

💥💚 Sany ❤💕

Waduh Gib...., itu sich bukan polos tapi Oon.

2024-04-20

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!