“Mau masuk club mana?” Alif bertanya sambil meminum es teh favoritnya pada Sofi dan Nanda yang dari tadi hanya diam menatap kertas itu, setelah tur selesai mereka memutuskan untuk kekantin bersama tadi.
“Gue belum memutuskan.” jawab Sofi sambil memakan dinsum di piringnya.
“Gue juga bingung.” Anda kemudian tersenyum lebar mengarah pada sosok di belakang Sofi.
Sofi bisa menebak siapa yang membuat Anda tersenyum selebar itu, pasti seorang yang sangat populer di kampus itu.
“Hai kak Dio.” Alif menyapa laki-laki itu dengan sopan.
“Hay Lif, kamu ngambil jurusan Psikologi juga?” jawab Dio kemudian duduk di samping adiknya dengan cepat Dio mengambil garpu yang ada diatas meja itu, ia kemudian mengambil dinsum di piring adiknya tampa permisi kemudian mengunyanya.
“Kakak!” Sofi protes dengan kesal Diori tidak mempedulikan hal itu.
“Iya kak.” jawab Alif sambil menahan tawanya melihat Sofi yang kesal, ini bukanlah hal baru bagi Alif, karena laki-laki itu sudah sering melihat kedua saudara itu saling mengganggu satu sama lain.
”Ini siapa?” Diori menunjukan Anda dengan garpu di tanganya.
“Aku Nanda Kak, tapi kakak bisa memangil ku Anda.” jawab gadis itu sambil tersenyum manis, mencobah menyembunyikan kegugupannya.
Diori mengangguk lalu berkata “Diori, pangil Dio aja,” Diori kembali mengarahkan garpunya pada dinsum di piring Sofi dengan cepat Sofi menarik piringnya “Pelit amat adik kakak.” Diori menatap Sofi dengan memelas meminta dinsum di piring itu. Sofi sebenarnya kesal tapi mau bagaimana lagi ia harus memberikan Diori makannya ia juga tidak tega melihat kakaknya kelaparan.
“Ambil semuanya, aku akan beli yang baru aja.” Sofi kemudian pergi meninggalkan meja itu, Diori tersenyum kemenangan ia memang senang menganggu adiknya makan, karena setiap melihat Sofi makan dengan lahap perutnya selalu terasa lapar.
“Kakak masuk club apa?” Alif bertanya pada Diori
“Sepak bola sama satra,tekwondo juga.” Diori menjelaskan semuanya, ia masuk club sepak boleh karena senang dengan oleh raga itu kemudian beberapa temanya juga berada di sana, club sastra adalah hal menantang bagi Diori, ia sama sekali buta dengan sastra tapi menarik saat ia melihat beberapa orang mulai menggunakan beberapa istilah aneh padanya, jadi ia mengikuti club itu juga, untuk tekwondo tidak perlu di jelaskan lagi ia memasuki itu untuk belajar bela diri agar bisa menjaga Sofi.
Alif dan Anda mengangguk kompak ini menjadi reprensi untuk mereka. “Lebih baik kalian pilih club yang paling kalian suka atau paling menarik menurut kalian dan ingat jangan sampai membuat pelajaran kalian jadi tidak fokus.” Diori menjelaskan.
***
Sofi berjalan menuju etalase tempat penjual dinsum berada, ia melihat orang yang sangat ia kagumi, yang memiliki wajah sama tampanya dengan kakaknya. Aktara berdiri tepat di hadapanya, mereka sama-sama mengantri membeli dinsum itu.
“Kak.” Sofi memberanikan diri menyapa Aktara bagaimanapun ia harus berterimakasih secarah langsung karena kemarin laki-laki itu menolongnya.
Aktara menoleh sambil tersenyum lembut, seketika jantung Sofi berdetak cepat ia hampir kehabisan napas sekarang karena oksigen di sana terasa sangat sedikit atau paru-parunya mulai malas bekerja? Entalah.
“Ada yang bisa ku bantu?” Aktara membuka suaranya, suarah yang sangat tedengar lembut bagi Sofi, sama seperti kemarin suarah itu seperti nyanyian di telingahnya.
“Aku, aku, aku mau, mau dinsum.” ucap Sofi terbata-bata ia berusaha menguasai dirinya, niat awalnya ingin berterimakasih malah berubah menjadi sebuah pernyataan bodoh, semua orang tahu bahwa ia sedang mengantri untuk membeli dinsum, tanpa harus ia ucapkan.
Aktara mundur satu langkah mempersilakan Sofi untuk berdiri di bepan antrianya, kaki gadis itu terasa lemas ia tidak tahu kenapa seharusnya ini merupakan kesempatan yang baik untuknya, karena ia dapat memotong antrian dengan susah paya Sofi mengumpulkan tenaganya untuk melangkah melewati Aktara.
Sekarang laki-laki itu tepat berada di belakangnya, “Dinsumnya mau berapa?” tanya ibu penjual dinsum.
“Satu, satu porsi saja bu.” jawab Sofi yang masih terlihat gugup. Hanya menunggu dua menit dinsum yang ia pesan telah berada di tanganya sekarang, Sofi membayarnya dengan cepat, gadis itu hendak berjalan meninggalkan etalase itu, tapi matanya memilih untuk memandang laki-laki itu beberapa detik, Sofi segera menunduk saat mata Aktara bertemu dengan matanya.
***
Sofi berjalan dengan cepat menuju meja tempat kakak dan kedua temanya menunggu“Kok lama?” Diori menatap adiknya yang tampak berkeringat, padahal udara di sana tidak panas, semuanya tampak sejuk dengan kipas angin yang mengantung diatas mereka dan berputar sangat cepat.
“Antri.” Sofi menjawab dengan cepat kemudian duduk di samping kakaknya, entah mengapa nafsu makanya menjadi berkurang sekarang, ia tidak berniat memakan disum itu.
“Akh...” Diori menyodorkan dinsum kemulut adiknya, membuat setiap wanita disana iri pada Sofi, semua ingin di suapi laki-laki tampan itu termasuk Anda. Dengan malas Sofi membuka bulutnya ia mengunya dinsum itu perlahan. Ia tidak peduli pada Diori yang mengambil dinsum di pirinya, ia bahkan tidak marah lagi pada kakaknya berbeda saat sebelum ia bertemu Aktara.
***
Sofi memasuki kamarnya dengan malas dari tadi ia terus teringat Aktara, laki-laki itu mulai menari-nari di kepalanya sekarang.
“Sofi, ayo makan dek!” Diori berteriak dari dapur, ia dan Median sudah memasak makan malam, mereka memang biasa melakukan itu terutama saat Median pulang kerja lebih cepat, sebab rumah itu tidak memiliki asisten rumah tangga semuanya di kerjakan bersama-sama mulai dari membersihkan rumah, memesak bahkan mencuci.
“Iya kak!” Sofi segera melangkah ke meja makan membawah lembar kertas yang akan di kumpulkan besok, gadis itu harus minta pendapat ayah dan kakaknya.
“Jadi mau gabung club mana?” Median bertanya pada anak gadis itu.
“Belum tau Pa, bingung.” Benar Sofi sangat bingung sekarang, ia tidak mengerti mengapa kampus mewajibkan mahasiswanya harus mengikuti minimal satu club ektra selain jurusan kulia yang mereka pilih.
“Sastra aja.” Diori berucap kemudian mengunya makan malamnya.
“TIDAK AKAN PERNAH!” Sofi menjawab cepat dengan penuh penegasan, gadis itu tidak suka membaca atau menulis.
Bahkan ia pernah mendapat pengalaman buruk saat di suruh membaca puisi di kelasa waktu SMP, semua anak menertawakannya karena ia kehilangan suara saat tampil di depan, sekalipun keluar suarahnya seperti robot, pengalaman yang sangat memalukan seumur hidupnya, bahkan teman-teman SMP Sofi terus mengejek gadis itu sampai ia masuk SMA, itula mengapa Sofi tidak akan pernah bergabung dengan club itu.
“Kalu begitu yang lain saja yang Sofi suka.” Median memberikan usul pada anaknya.
“Aku mau belajar melukis.” gadis itu memang selalu mengagumi jika seseorang sedang melukis di hadapanya, tapi ia sama sekali tidak bisa mengambar atau melukis karena itu ia memutuskan untuk masuk ke club itu.
Diori terbatuk mendengarnya, “Tidak boleh!” Suarah laki-laki itu lantang, membuat Sofi dan Median terkejut kemudian menatap Diori bersama-sama.
“Kenapa?” suarah Median dan Sofi bersamaa.
“Pokoknya tidak boleh!” Diori menjawab cepat, ia tidak akan membiarkan adiknya masuk klub itu karena Aktara adalah ketuanya, itu akan membuat Sofi semakin dekat dengan pria itu.
“Kamu bisa masuk club tari atau vokal dan yang lainya, tapi tidak dengan lukis.” Diori menjelaskan.
“Kak aku kan gak bisa nari atau nyanyi, kakak aneh.” Sofi tampak kesal, ia mengunya makan malam itu dengan tidak semangat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Dede Riski Zarusman
nyimak
2019-09-14
1
Kitty Muetzmuetz
kasih saran aja thor sblm up periksa lagi tulisannya kadang ada yg salah kaya mulut bulut td aku bacanya.. sayangkan novel bagus tulisan hurupnya salah😊
2019-06-25
2
maniak komik
aku suka
2019-06-24
4