Beberapa pandang mata menatap mereka dengan penuh selidik, semua orang di kantin itu mulai berbisik membicarakan Sofi dan Diori, mereka tidak percaya Sofi adalah adik Diori. Laki-laki populer di kampus itu mempunyai adik jelek dan cupu seperti Sofi.
Tentu saja mereka berharap Sofi akan tampil lebih cantik dari pada itu, walau tubuh sofi cukup ideal untuk mewujudkan itu.
“Kamu duduk disini, kakak pesen makananya dulu.” Diori mendudukan Sofi pada salah satu meja kosong, kemudian meninggalkannya.
Sofi mulai tidak nyaman dengan tatapan orang-orang itu, ia memilih menunduk sambil menunggu kakaknya kembali membawa makan siangnya. Jari mungil Sofi mulai bertautan, hal itu biasa ia lakukan kalau merasa kurang nyaman.
“Hai, boleh gabung?” suarah seorang wanita yang terdengar lembut, ia berdiri sambil membawa sebuah nampan di tanganya, wanita itu tersenyum.
Sofi memperhatikan orang yang mengajaknya bicara, wanita berwajah oriental berkulit putih yang sangat cantik dengan sepasang lesung pipi yang manis, bahkan sangat manis, matanya tampak terpejam saat tersenyum karena sipit.
Sofi tersenyum kaku lalu mengangguk dua kali. “Gue Jesy, kamu Sofikan adiknya Dio?” wanita itu duduk lalu mengulurkan tanganya, Sofi merai tangan itu sambil mengangguk lagi.
“Iya kak.” Suarah Sofi terdengar pelan.
“Jangan takut gue gak jahat kok.” Jesy berucap mencobah mencairkan suasana, Sofi mulai terkekeh mendengarnya. Ya, mana mungkin Jesy akan berbuat jahat dengannya, sementara Diori juga ada di kantin itu.
“Kakak kamu tampan ya.” Jesy melihat Diori yang tersenyum lebar ke arah Sofi, sambil membawa sebuah nampan di tanganya, senyum yang selalu membuat hati Jesy menghangat.
“Kakak, suka kak Dio?” gadis kecil itu bertanya tanpa ragu, ia memang biasa ceplas-ceplos kalau berbicara, tapi ia lupa Jesy adalah orang yang baru di kenalnya, seharusnya ia tidak menanyakan hal itu, melihat wajah Jesy yang mendadak jadi merah Sofi langsung tahu jawabanya tanpa harus wanita itu menjelaskannya.
***
“Hay Jes, tumben gak sama Anis.” Diori meletakan nampan di meja itu, ia memberikan satu piring nasi lengkap dengan ayam bakar dan sambel serta lalapan untuk adiknya ia juga memberikan segelas es jeruk.
“Anis lagi ada pertemuan di club karate.” Jesy menjelaskan sambil berusaha menguasai dirinya agar tidak terlihat guggup di hadapan Diori, tadi Anis meminta izin pada sahabatnya karena pertemuan itu.
Mereka akan membahas beberapa hal penting seperti, persiapan keanggotaan baru untuk siswa yang berniat bergabung di club itu dan tentu saja trik untuk memikat siswa baru yang berminat, mulai hari pertama ospek Anis sudah menempel beberapa poster tentang club karate dan tekwondo di mading kampus.
“Kakak kok gak makan?” Sofi bertanya pada Diori, laki-laki itu hanya meminum jus mangga sambil memperhatikan Sofi menyuap nasi kedalam mulutnya.
“Siapa bilang? Ahkk...” Diori membuka mulutnya minta di suapi Sofi, gadis itu ingin melakukannya tapi ia ragu, takut semua orang menertawakan tingkah kakaknya yang gila menurutnya.
Sebenarnya Diori sering minta di suapi kalau sedang sakit, tapi sekarang laki-laki itu sedang sehat dan tidak sakit, mungkin sakit hati karena sempat marah pada Sofi tadi?
Sofi mengeleng tidak mempedulikan permintaan kakaknya, ia menoleh pada pria yang sedang membawah sebotol air mineral di tangangya yang berjalan menuju meja lain. Seketika senyum terukir di bibir Sofi, ia harus berterimakasih langsung pada Aktara nanti.
“Hei, adik kakak mulai jahat padak kakak ya, awas kamu nanti kakak kutuk.” Diori membuka suaranya, membuat Sofi menoleh cepat pada laki-laki itu.
“Iya-iya, dasar manja.” gumam Sofi lalu menyendokan nasi, terlintas pikiran jahilnya, ia menyembunyikan banyak sambel tepat di bawah nasi itu, Sofi tahu Diori tidak suka pedas berbeda dari padanya.
“Ini kakak ku yang paling tampan sedunia.” Sofi memuji kakaknya dengan nada yang di buat-buat, seketika Diori tersenyum lembut lalu mengelus kepala adiknya dengan sayang.
“Pintar, begitu dong sayang.” jawab Diori kemudian membuka mulutnya, ia membuka mulutnya lebar menerima suapan adiknya.
“Satu, dua, tiga, empat dan ...” Sofi bergumam pelan dalam hatinya sebuah senyuman terukir di bibirnya.
“Sofi, ini, ini sangat, sangat pedas!” Diori berucap sambil meniup-niup mulutnya, ia segera meminum jus mangga di gelasnya dengan cepat. Sofi tersenyum puas, beberapa orang di sana mulai menatap mereka melihat Diori seperti kebakaran jengot.
Jesy menatap Diori dan Sofi bergantian, ia tidak tahu kalau gadis polos itu sangat jahil pada kakaknya.
“Elo gak apa-apa?” Jesy segera memberikan minumamnya saat Diori mencobah mencari air karena jus di gelasnya sudah habis.
“Minum ini.” Jesy menyodorkan jus lemon dengan cepat Diori mengabiskanya, ia baru saja meminum jus lemon sisa Jesy melalu sedotan yang sama, Jesy tersenyum dalam hati secara tidak sengaja mereka berciuman melalui sedotan itu.
Sofi melanjutkan makan siangnya tanpa merasa bersalah ia malah tertawa melihat kakaknya kepedasan.
Diori mulai murkah ini bukan pertama kalinya Sofi menjahilinya “Kau, adik nakal, aku mengutukmu mulai sekarang!” Diori berucap, Sofi melotot pada kakaknya.
“Jangan lagi.” ucap Sofi dalam hati, beberapa bulan yang lalu sebelum kelulusan Diori juga mengutuknya karena menganggunya mengerjakan tugas, Sofi berpura-pura baik memberikanya segelas kopi dan saat Diori meminumnya ia langsung memuntahkanya karena rasa kopi itu asin dan guri.
Sofi sengaja memberikan garam dan penyedap rasa pada kopi itu, Diori marah besar padanya, beruntung ayah mereka mererai pertikaian itu dan berakhir dengan sebuah kutukan dari kakaknya.
Diori mengukuk Sofi, dan pada besok harinya Sofi berteriak keras saat bercermin karena sebuah jerawat besar tumbuh di keningnya, jerawat itu mirip sebuah bisul, bahkan Sofi harus ke dokter kulit karena jerawat itu tidak hilang bahkan hampir satu bulan, Sofi percaya jerawat itu adalah kutukan Diori.
“Jangan!” gadis itu segera menyilangkan kedua tanganya, menangkis kutukan kakaknya “Jika kakak mengutuku lagi aku akan mencari kakak baru.” Sofi mengancam,
Diori terkekeh mendengarnya begitu juga Jesy, dari tadi ia menahan tawah karena tingkah kedua kakak beradik itu.
“Siapa yang ingin menjadi kakak mu selain aku? Tidak ada kakak yang sebaik aku di dunia ini.” Diori tersenyum sambil mengejek.
“Ada, aku bahkan akan menikahinya.” Sofi mulai melihat sekeliling kantin ia mencari seseorang agar Diori menarik kutukannya.
“Itu!” Sofi menujuk laki-laki yang sedang menegak air meneralnya, seketika laki-laki itu tersedak membuat basah orang di depanya.
***
”Hei, lo membasahi muka gue!” Dafa berucap kesal dengan cepat Aktara memberikanya beberapa helai tisu dan meminta maaf, Aktara mendengar semua percakapan itu dari tadi karena jarak mereka hanya berbeda satu meja.
Diori dan Jesy menoleh pada laki-laki yang di tunjuk Sofi, Jesy tersenyum tapi tidak dengan Diori, seketika raut wajah laki-laki itu berubah datar melihat Aktara yang duduk diam di meja itu.
“Tidak boleh, tidak ada yang boleh merebut adikku.” Diori berucap dalam hatinya.
Sofi tahu kakaknya marah tapi dia tidak ambil pusing, nanti juga Diori sendiri yang akan memulainya mengajak bicara.
“Kalau begitu cabut kutukannya sekarang!” Sofi menatap Diori dengan tatapan menantang.
“Oke, aku Diori mencabut kutukan itu pada adikku Sofi.” Diori mencobah tersenyum lembut pada Sofi, tapi dalam hatinya ia merasa harus mengawi adiknya lebih ketat, ia tidak ingin Sofi berdekatan dengan laki-laki itu, apapun akan di lakukan Diori demi adik kesayanganya.
***
Ruangan televisi itu akan selalu gaduh saat tiga orang sang empuh rumah berkumpul di sana menghabiskan waktu bercerita satu sama lain.
“Pa, tadi seru banget osfeknya, tadi Sofi di hukum, terus Sofi juga kenalan dengan kakak cantik,” kemudian Sofi mendekatkan mulutnya sabil berbisik pada Median ayahnya “Namanya kak Jesy, ia suka sama kak Dio.” suarah Sofi terdengar pelan.
“Benarka?” Median menatap Sofi dengan terkejut teteapi juga senang, gadis itu mengangguk cepat.
“Jangan mulai lagi Soso-fifi sapi.” Diori mengejek adiknya, Sofi akan marah jika di panggil dengan sebutan itu, sebutan yang paling di bencinya.
Gadis itu membuang mukanya, ia kembali menonton acarah yang sedang berlangsung di salah satu siaran televisi itu dengan bibir mancung kedepan, Diori senang karena adiknya mulai diam setidaknya itu membuatnya merasa damai walau sesaat.
“Pa aku juga ketemu cowok ganteng loh.” Sofi kembali menatap papanya sambil tersenyum seperti orang gila. Sofi memang selalu dekat dengan ayahnya, ia akan bercerita apa saja pada Median, karena Sofi sudah tidak memiliki ibu sejak kecil jadi Medianlah yang berperan sebagai ayah sekaligus ibu untuk Diori dan Sofi, ia selalu bisa menengahi kedua anaknya itu.
“Wah, anak papa sudah mulai jatuh cinta.” Median tersenyum jahil pada Sofi seketika muka gadis itu memerah.
Diori tidak suka itu, bukan bearti ia mengidap sister complex, tapi ia tidak suka karena Sofi terlalu dini untuk mengenal cinta pada lawan jenis, ia takut adiknya tidak fokus pada pelajaran dan yang paling utama ia tidak suka jika adiknya jatuh cinta pada Aktara.
“Sofi, bukanya, kita sudah membahasnya tadi siang.” Diori membuka suarahnya dengan suarah datar.
“Aku gak ingat.” jawab Sofi santai, ia hanya berpura-pura lupa karena tadi Diori memarahinya habis-habisan di mobil yang pertama soal sambal dan yang kedua soal Aktara.
Sofi mulai merasa aneh dengan sikap Diori yang berlebihan dengan Aktara, Diori berkali-kali mengingatkan agar tidak mendekati laki-laki itu karena ia tidak suka, Sofi tidak menjadikan masalah jika Diori tidak suka yang penting ia menyukai Aktara dan masalah selesai.
Diori menarik napas dalam, “Pa, tolong jelaskan pada adikku yang bodoh ini, kalau dia belum boleh pacaran sebelum menamatkan kulianya, dan ia harus fokus pada pelajaranya.” Diori memohon pada Median, laki-laki paru baya itu mengangguk cepat.
“Sofi dengarkan kakakmu.” Median membuka suarahnya.
“Pa, tolong bilang pada kakakku yang sok tampan itu, bahwa aku sudah tujuh belas tahun dan aku akan belajar dengan baik, kalau menunggu aku lulus kulia baru pacaran aku akan menjadi perawan tua.” jawab Sofi tidak mau kalah.
Median kembali mengangguk ia juga membenarkan apa yang Sofi katakan, ia tidak mau anak gadisnya menjadi perawan tua, mungkin tidak masalah Sofi mulai mengenal namanya cinta asal tidak melewati batas, ia tidak pernah mengekang anak-anaknya untuk pacaran.
Median membebasakan mereka dengan syarat mereka harus mencerikakan siapa orang mereka sukai dan memperkenalkannya pada Median. “Diori dengarkan adikmu.” jawab Median membuat Diori melotot pada ayahnya
“Pa!” Diori bersuarah keras, tidak percaya ayahnya akan membela Sofi.
“Diori ingat kesepakatan kita, kalian boleh pacaran, asal...“
“Sudah berumur diatas tujuh belas tahun, tidak melewati batas dalam aturan agama, perkenalkan pacarmu pada papa dan tetap harus fokus dalam belajar.” jawab Diori dan Sofi bersamaan.
“Anak-anaku sangat pintar.” Median tersenyum begitu juga Sofi. Diori hanya diam, ia tidak bisa berkata apa-apa lagi, karena ia juga memulai pacaran di usiah tujuh belas tahun. Waktu ia masih menduduki bangku SMA di semester akhir mendekati Ujian Nasional dan Median tidak marah saat itu, ia memberikan syarat yang baru saja mereka sebutkan tadi dan semua sepakat dengan semua itu. Median bukan hanya ayah dan ibu bagi mereka tapi juga sahabat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
Dede Riski Zarusman
keluarga yg rukun
2019-09-14
1
Charming Olshop
Suka bgtttt pengen ketawa trus
2019-08-21
1
lintang
😂😂😂ampek gk kuat nahan tawa
2019-08-06
2