SS - 1

Semua mata tertuju pada seorang gadis yang baru datang dengan tergesah-gesah, terutama para senior yang ada di sana. Gadis itu langsung berdiri setelah mencari dimana barisan untuk jurusan yang dia ambil berdiri.

“Apa kamu yakin dia adik Dio? Gadis itu gak cantik sama sekali.” bisik Anis wanita yang bergaya agak tombai dan di takuti karena dia memiliki sabuk hitam dalam bidan karate dan tekwondo. Jesy hanya tersenyum mendengar perkataan sahabatnya.

Jesy adalah wanita yang cantik dengan rambut hitam sebahu, berwajah oriental dengan mata sipit, hidung mancung kecil dan bibir tipis, ia juga memiliki sepasang lesung pipi kecil, membuat ia terlihat semakin cantik, selain itu Jesy juga sudah mengejar Diori sejak tiga tahun lalu.

Jesy hanya diam menatap Sofi, anak itu memang terlihat cupu dengan kacamata besar di sana dan sebuah behel gigi berwarna hitam, rambutnya juga di kuncir dua dan mukanya terlihat lugu dan polos. Jesy tahu kacamata itu hanya tipuan untuk menutupi wajah cantik Sofi. Satu hal yang membuat Jesy yakin kalau gadis itu adik Dio adalah warna mata mereka sama-sama coklat dan senyum yang terukir di bibir Sofi sama dengan Diori, senyum yang membuat hatinya lulu seketika.

“Hai Jesy.” ucap seorang laki-laki yang sangat tampan mendekatinya “Gue dengar adik Diori masuk di kampus ini apa lo uda liat?” Aktara mulai melihat kearah barisan di hadapanya,

“Uda itu yang pakai kacamata.” Jesy menunjuk pada Sofi yang sedang berdiri di tengah barisan bersama mahasiswi baru.

Aktara mulai menajamkan matanya mengikuti arah telunjuk teman baiknya itu “Menarik adiknya jauh dari kata cantik.” Aktara bergumam pelan namun bisa di dengar Jesy.

”Dia sangat cantik Tara, apa lo buta? biasa juga lo yang lebih tahu kalau liat cewek, walaupun tuh cewek pake topeng.” Jesy lalu berjalan menuju barisan sambil mengeleng memandang Aktara sesaat, Jesy tahu Aktara adalah tepe laki-laki yang bisa menilai orang lain dengan baik dari pada dirinya.

Aktara hanya tersenyum sesaat mendengar perkataan Jesy.‘Ya, dia sangat cantik, bahkan terlalu cantik, tapi sayang kenapa dia harus menjadi adik Diori.’Aktara berbisik dalam hatinya.

***

“Kamu yang pakai kaca mata, pakai ini.” Aktara memberikanya sebuah kalung tanda pengenal, semua mahasiswa dan mahasiswi baru telah mendapatkannya dan segera memakainya, begitu juga Sofi.

“Tulis nama kalian masing-masing agar teman-teman kalian bisa mengenal kalian!” Aktara berucap sambil melangkah, laki-laki itu adalah wakil ketua dalam ospek dan Diori adalah ketuanya, walau mereka bermusuhan, tapi dalam hal tugas kampus mereka selalu di sandingkan karena kepintaran mereka. Terkadang Diori yang menjadi wakil Aktara begitu juga sebiliknya seperti kali ini dan mereka selalu bekerja sama kalau menyangkut tugas yang di berikan, mereka akan membuang ego masing-masing.

***

“Jangan coba-coba dekati adik gue.” bisik Diori pada Aktara ketika mereka berpapasan. Aktara hanya diam tidak menjawab apapun, ia memutuskan untuk pergi meninggalkan lapangan, ini bukan saat yang tepat untuk berdebat dengan Diori, mereka akan berakhir di ruang dosen atau klinik kesehatan, jika Aktara meladeninya dan itu akan memberikan contoh yang tidak baik untuk mahasiswa dan mahasiswi baru.

***

Sofi tanpa malu maju kedepan ia bersama beberapa teman lain di hukum karena kalah dalam game yang di berikan panitia, ”Baikla, kalau begitu kalian akan mengambil salah satu kertas yang ada dalam toples ini, masing-masing kertas memiliki sebuah nama senior dan kalian harus berusaha mendapatkan tanda tangan kemudian berpoto bersama.” Anis menjelaskan.

“Apa tidak apa-apa Sofi di hukum seperti ini?” Jesy bertanya pada seorang laki-laki yang sedang duduk disalah satu kursi yang ada di dekat lapangan sambil memantau kelancaran acarah osfek berlangsung. Diori tersenyum mendengarnya ia juga melihat Sofi yang berdiri di bagian depan lapangan itu.

“Gak apa-apa, gue enggak akan beda-bedahin adik gue dengan mahasiswa baru lainya, mereka sama kok. Lagi pula semua bagian dari acarah adalah kesepatan kita bersama.” Diori menjelaskan.

***

Sofi mengambil kertasnya setelah tiga temanya selesai mengambil kertas itu satu-persatu, Sofi bisa melihat ekspresi binggung dari ketiga temanya itu setelah membaca nama siapa yang terterah pada kertas yang mereka ambil tadi, begitu juga dengan dirinya setelah membaca nama siapa di sana, nama yang sangat unik pikir Sofi, sama seperti nama kakaknya.

“Oke, sekarang kalian harus mencari senior yang mananya sudah di tangan kalian, tunjukan kertas itu lalu mintahla tanda tangan dan potonya, kalian di beri waktu lima belas menit ya.” Anis menjelaskan setelah mencatat masing-masing nama siswa baru dan senior yang ada di kertas itu.

Sofi mulai berjalan menelusuri kampus sambil bertanya pada senior lain dimana keberadaan orang yang di carinya, ia memutuskan tidak meminta bantuan kakaknya, karena itu akan tidak adil untuk yang lain.

“Maaf kak saya Sofi, mahasiswa baru, saya sedang di hukum mencari senior yang bernama kak Aktara,” ucap sofi sopan pada seorang pria berkulit hitam dan rambut keriting.

Laki-laki itu menoleh lalu memperhatikan gadis yang mengajaknya berbicara, tidak ada yang menarik dari gadis berpenampilan cupu itu, “Gue Danu, itu orang yang loe cari.“ laki-laki itu menunjuk sebuah pohon besar.

Sofi menyerengit heran “Pohon itu?” gumam Sofi pelan. Apa senior disini suka mengerjai juniornya?

“Bukan pohonya cupu, tapi di belakang pohon itu, Tara suka molor di sana.” Danu menarik napas dalam kemudian pergi meninggalkana gadis itu sambil mengeleng tanpa memperdulikan ucapan terimakasih Sofi.

Sofi berjalan menuju pohon itu, ia melihat sosok laki-laki yang memberinya papan nama tadi sedang bersender sambil memejamkan matanya, Sofi mulai ragu dan takut kalau ia akan menganggu Aktara, tapi kalau dia tidak berhasil meminta tanda tangan dan berpoto bersama maka ia akan di hukum lagi, gadis itu diam cukup lama sambil memandangi wajah Aktara, hampir lima menit ia diam di tempat sambil menatap was-was pada jam tanganya ia benar-benar takut waktu yang di berikan habis.

***

Aktara membuka matanya karena merasa sedang di perhatikan, sebenarnya dari tadi ia hanya pura-pura tidur, ia tahu ada seorang yang mendekat. Aktara sengaja berdiam untuk menunggu reaksi orang itu, laki-laki itu cukup jengkel karena orang itu hanya diam menatapnya akhirnya Aktara memutuskan untuk membuka matanya.

Mata coklat itu menatap manik mata hitam pekat milik laki-laki yang dari tadi tertutup.

“Ma, maaf kak menganggu, saya Sofi mahasiswa baru, saya di hukum untuk meminta tanda tangan dan poto kakak,” Sofi memberikan sebuah kertas kecil pada Aktara yang terdapat namanya, laki-laki itu menatap Sofi sesaat kemudian mengambil keratas itu.

“Mana kertasnya?” Aktara bertanya, Sofi lupa dia tidak membawa kertas lain lagi, sedangkan kertas kecil tadi sudah di ambil Aktara dan disimpanya di dalam saku.

“Maaf kak saya lupa.” Sofi berencana pergi mengambil bukunya, tapi itu tidak mungkin jaraknya dengan tempat tas di kumpulkan cukup jauh, mungkin waktu tidak akan cukup, Sofi sudah terlalu lama menghabiskan waktu hanya untuk mencari Aktara dan menungguinya tidur tadi.

“Aku harus tanda tangan di mana?” Aktara bertanya sambil menatap Sofi yang sedang berpikir, sunggu wajah gadis itu terlihat lucu saat sedang kebingungan, membuat Aktara susah payah menahan senyumnya.

“Disini saja.” Sofi menyodorkan punggungnya yang masih memakai seragam putih hitam.

“Kamu yakin?” Aktara ragu.

“Iya, tidak apa-apa kak.” jawab Sofi cepat.

Aktara mengoreskan tanda tanganya di punggung bagian kiri gadis itu, seketika jantung Sofi berdebar cepat, merasakan tangan Aktara menyentuh punggungnya.

“Sekarang ponselnya.” Aktara memintanya gadis itu untuk mengeluarkan ponselnya, ia tidak ingin berurusan dengan Sofi terlalu lama, ia takut Diori akan marah lagi.

“Kak bisa aku pinjam ponsel kakak tidak? ponselku ada di tas.” Sofi berkata jujur karena semua anak di larang mengunakanya saat osfek.

Aktara membuang napas pelan lalu mengeluarkan ponselnya, Sofi dengan cepat mendekatkan tubunya pada Aktara lalu tersenyum.

“Bawah ini pada Anis, kamu bisa mengembalikan padaku saat makan siang di sini, aku akan menunggumu.” Aktara berucap.

Sofi sangat berterimakasih pada Aktara karena dia sangat baik padanya, sungguh senior yang satu ini seperti malaikat bagi Sofi, bukan hanya wajahnya yang tampan tapi juga hatinya juga baik.

***

Sofi kembali ke lapangan itu sambil berlari hingga tepat dua menit sebelum waktu yang di tentukan habis.

“Ini kak.” Sofi menunjukan potonya dengan Aktara. Bahkan nafasnya masih tersengal-sengal saat ini.

Anisa menatap heran pada gadis itu, bagaimana bisa Sofi dengan mudah berpoto dengan pria itu, hampir semua wanita menginginkanya, tapi Aktara selalu menolak dan cuek. Tadinya Anis berpikir kalau Sofi tidak akan berhasil menjalankan hukuman ini, maka Anis berencana memberikan hukuman lain.

“Tanda tanganya?” Anisa bertanya, Sofi dengan cepat menunjuk punggung kirinya. Anis tersenyum sambil mengangguk begitu juga panitia lain.

***

“Sofi, kita harus bicara!” Diori mendekati adiknya saat semua siswa di bubarkan untuk istirahat makan siang.

“Ada apa kak?” tanya Sofi polos lalu mengikuti langkah kakaknya.

“Kamu tidak boleh dekat dengan Tata maksudku Aktara, kakak tidak suka!” Diori menjawab dengan tegas.

Sofi menatap heran pada kakaknya itu, ini pertama kalinya Diori terlihat kesal dan marah padanya hanya karena dia berpoto bersama senior tampan itu. Demi tuhan itu adalah alasan yang tidak masuk akal menurutnya.

“Tapi kak, tadi itu karena aku kalah game dan kak Aktara yang membantuku, dia tidak macam-macam kak.” Sofi menjelaskan dengan jujur kejadian sebenaranya.

“Pokoknya mulai sekarang kamu harus menjaga jarak dengan dia! Sini biar kakak yang mengembalikan ponselnya.” Dengan cepat Diori mengambil ponsel yang tadi di gengam Sofi di tangan kananya. Gadis itu hanya bisa terdiam tidak bisa berkata apapun ia masih tidak percaya Diori akan menceramahinya prihal Aktara.

***

Suasanan di taman itu tampak ramai beberapa mahasiswa berlalu lalang di sana, Aktara masih menunggu seseorang untuk mengembalikan ponsel kesayanganya.

“Ini ponsel lo,” Diori berdiri di hadapan Aktara menatap laki-laki itu dengan tatapan tidak suka “Dan jangan dekati adik gue!” tambah Diori.

Aktara tersenyum tipis “Gue gak ndeketin adik lo, dia yang datang ke gue.” Aktara menjawab kemudian mengambil ponselnya dengan kasar “Jaga adik lo baik-baik, jika lo takut gue nyakiti dia.” Aktara kemudian pergi. Tanpa perduli jika Diori sangat marah saat ini.

Diori mengepal tangannya dengan kuat membuat bukul-bukul tangannya terlihat jelas, ia sedang menahan emosinya. “Tidak akan gue biarkan lo nyakitin adek gue lagi, lo akan nyesel Aktara.” laki-laki itu bergumam dalam hatinya.

***

Diori membawa adik kesayangnya menuju kantin untuk makan siang, sebelum mereka melanjutkan osfek hingga sore hari.

“Dek, mau makan apa?” Diori bertanya dengan lembut.

“Ayam bakar aja kak.” Sofi menjawab dengan antusias karena cacing dalam perutnya sudah berteriak tidak sabar minta diisi, karena tadi pagi Sofi hanya mengunya selembar roti gandum ia juga tidak menghabiskan susunya.

Terpopuler

Comments

Dhita Tata

Dhita Tata

mantaf

2020-09-24

1

Thari

Thari

aku mulai baca ni.....

2020-08-19

0

Nona L.

Nona L.

diawal ini ceritanya menarik. semoga tetap menarik sampai akhir. semangat berkarya author 😊😊

2020-05-03

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!