"Katanya pulang ke Indonesia karena kangen suasana rumah. Sampai sini juga sama saja. Kakak selalu sibuk terus. Yayaya paham sih kan anak kebanggan Ayah." Sepulang bekerja, Elin bukannya menuju kamar untuk membersihkan tubuh.
Kini ia justru berbaringdi tempat tidur Viera. Gadis cantik yang bahkan Elin sendiri pun mengagumi kecantikan kakaknya itu. Wanita yang sangat gigih bekerja tanpa kenal waktu. Di posisi duduknya, Viera tersenyum melirik sang adik yang menyindirnya.
"Ada apa sih? Mau bicara apa? Aku mendengarnya, Lin. Sambil kerja nggak apa-apa yah?" lembut Viera berkata.
Elin memperbaiki posisi jadi duduk. Wajahnya terlihat malu-malu namun gelisah ingin mengutarakan isi hatinya.
"Ngomong-ngomong kamu harum banget hari ini." celetuk Viera saat mencium aroma sang adik.
Parfum yang Danil berikan pada Elin saat di toko golf tadi. Semakin memerah wajah Elin mendengar ucapan sang kakak.
"Aku jatuh cinta sama yang punya parfum ini, Kak. Aku benar-benar suka sama pembeli itu." utara Elin dengan polosnya. Sontak hal itu mengundang tawa keras dari sang kakak.
Untuk pertama kalinya ia mendengar adiknya itu berbicara tentang seorang pria. Biasanya ia hanya mencurahkan kekesalannya pada sang ayah. Hari ini Elin sepertinya sudah tumbuh jadi gadis dewasa dimana ia memiliki ketertarikan pada lawan jenis.
Viera terus terkekeh geli. "Hahaha kamu ini, Lin. Ada-ada saja sih? Jatuh cinta sama pembeli. Memangnya kamu sudah tahu orangnya? Namanya? Atau tempat tinggalnya? Jangan-jangan suami orang lagi atau ayahnya teman kamu bisa jadi. Secara tempat kamu bekerja itu pasti pembelinya orang-orang dewasa yang sudah mapan keuangannya." Elin terdiam.
Senyuman yang ia perlihatkan sejak tadi seketika sirna. Benar kata kakaknya, tidak mungkin yang pergi ke toko adalah pemuda yang masih seumuran dengannya. Raut kecewa pun tercetak jelas di wajah Elin kali ini. Ingatan ketika Danil memberikan parfum padanya.
"Dasar pria tebar pesona. Kakak benar, bisa saja dia punya istri dan menggoda banyak gadis di luar sana. Tapi, aku benar-benar jatuh cinta dengannya, Kak. Apa aku jadi istri kontraknya saja seperti di film-film gitu." Saat itu juga Viera menoyor kepala adiknya yang berbicara asal itu.
Sebagai Kakak tentu ia tidak ingin sang adik membuat kesalahan. Menikah dengan pria yang memiliki keluarga sangatlah tidak baik.
"Jangan membuat Ayah semakin murka, Elin. Kamu ini. Sudah pergi mandi sana. Kakak sibuk nggak ada waktu dengar cerita konyol kamu itu. Tunggu ada pria yang mau datang melamar kamu baru Kakak akan mendengarkan curhatanmu lagi." Sekuat tenaga Viera menarik dan mendorong tubuh Elin agar keluar dari kamarnya. Pintu pun ia kunci dari dalam.
Elin berjalan lemas menuju kamarnya. Harapannya ingin mengejar cinta Danil pun tak sebesar tadi. Meski kini hidungnya sesekali mencium baju yang ia berikan parfum Danil.
"Si parfum benar-benar bikin candu. Apa iya aku tidak bisa menjadi istrimu?" gumam Elin sangat konyol.
Sampai malam tiba usai makan malam yang hening, Elin buru-buru memasuki kamarnya. Rasanya tak sabar untuk bekerja esok hari. Mana tahu jika ia akan kedatangan pria parfum itu lagi.
***
"Wah Elin, tumben kamu datang pagi lagi. Bukan karena omelan Ayahmu kan?" tanya sang teman kerja yang juga baru tiba.
Sudah dua hari ini toko di buka dengan sangat pagi oleh Elin. Gadis itu bukan ingin bekerja sepagi itu, ia hanya menunggu kedatangan pria parfum kemarin. Mendengar hal itu Elin hanya tersenyum lembut. Sang teman bergidik melihat tingkah Elin yang berbeda.
Rambut yang biasa yang ikat satu dengan asal pun hari ini tampak tersisir rapi dengan di masukkan ke dalam ikat sanggul. Sungguh bukan Elin yang biasanya. Bahkan parfum Danil pun masih ia pakai hari ini. Semua orang di buat terheran oleh sikap Elin yang berubah sampai satu minggu berjalan membuat Elin kecewa. Pembeli yang sangat tampan itu tak kunjung datang ke tokonya.
Duduk seorang diri di samping pintu toko, Elin seolah tak rela menutup tokonya malam ini. Berharap yang ia tunggu akan datang hari ini. Meski satu minggu ia terus menunggu kedatangannya yang tak kunjung tiba.
"Lin, ayo pulang. Sudah malam nih. Mau nginap di sini?" Elin menggeleng lemas. Langkahnya mulai bergerak menuju parkiran. Mengemudikan mobil kecil pemberian sang ibu yang sangat lama itu.
Sampai tiba di rumah ia bersamaan dengan sang kakak memasuki halaman rumah. Kendaraan keduanya berbeda, namun Elin tak pernah protes. Ia sadar dirinya tak memiliki penghasilan cukup untuk memakai mobil mewah seperti sang kakak.
"Lin, baru pulang juga?" tanya Viera basa basi.
"Iya, Kak. Kakak masih kerja juga di sini?" tanya Elin balik.
"Nggak, habis party sama teman-teman alumni." jawab Viera terdengar begitu berkelas.
Sampai saat ini pun Elin tak pernah merasakan bagaimana rasanya party yang sering kali kakaknya katakan. Semua temannya seolah memiliki jalan hidup masing-masing terlebih Elin yang usaha keras bekerja demi memiliki tabungan yang cukup untuk hidupnya di masa depan.
"Gajiku bulan ini sudah cair. Apa aku beli saja parfum seperti itu yah? Ini untuk Ibu. Tidak apalah bulan ini aku menghemat lagi." tutur Elin memperhatikan ponsel yang menerima gaji dari sang bos.
"Bu, ini untuk Ibu belanja lipstik yah." Saat di dapur ia menemui sang ibu yang membuat minuman hangat untuk suaminya.
Zahra tersenyum memeluk anak gadisnya yang begitu perduli. Rasanya sesak mengingat Elin yang selalu di sudutkan di rumah ini.
"Nak, Ibu sudah cukup uang dari ayahmu. Pakailah untuk kebutuhanmu." tutur Zahra menolak halus.
Elin menggelengkan kepala. "Elin tahu nilainya tidak besar, Bu. Tapi, ijinkan Elin memberikan hasil kerja Elin pada Ibu. Terserah Ibu ingin apa kan." Zahra bahagia sekali, ia mengusap lembut kepala sang anak.
Gaji Viera memang cukup besar dari kerjanya yang mendesain baju-baju pesanan orang besar. Tapi, memberi kedua orangtuanya, Viera hampir tidak pernah jika bukan sang ayah yang meminta. Berbeda dengan Elin yang selalu memberikan ibunya tiap kali gajian.
"Terimakasih, Elin." ucap Zahra.
Besok Elin berniat akan membeli parfum sebelum pergi bekerja. Rasanya sungguh tidak sabar. Kembali bayangan wajah Danil terlihat di bola mata gadis itu.
"Ternyata begini yah rasanya jatuh cinta." gumam Elin. Tangannya sesekali meraba pipinya membayangkan ia sedang mengusap wajah tampan yang sangat halus itu. Seperti tidak memiliki pori-pori di wajah Danil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments