"Aku belum mencintaimu, Elin. Tapi, maukah kau menjadi ibu dari anakku? Kita akan memulai hidup bersama dan bahagia. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu sendirian." Satu buah cincin dengan permata sedang pria itu pasangkan di jari manis Elin.
Resaturant malam itu menjadi saksi mereka berdua mengikat janji untuk memulai ke jenjang lebih serius. Elin meneteskan air mata memeluk pria yang baru saja melamarnya. Sungguh rasanya sangat tidak menyangka menikah dengan pria yang baru ia kenal bahkan baru tahu namanya dari kartu nama. Hilang sudah rasa kesal yang tiap kali Elin rasakan ketika harus lagi dan lagi menghadapi cemooh dari sang ayah. Kini gadis kecil itu akan tinggal di tempat yang berbeda dari kedua orangtuanya.
"Ayah..." panggil Aditya sosok kecil yang tak mau jauh dari ayahnya.
"Aditya, sini sama tante." Elin memanggil anak Danil yang berjalan ke arah mereka berdua. Dari sedikit jarak ada wanita yang lagi-lagi Elin belum tahu siapa wanita itu.
Momen indah ini rasanya enggan ia rusak untuk bertanya pada Danil bagaimana dengan istrinya? Apakah mereka sudah bercerai? Namun, bibir Elin bungkam. Ia hanya ingin menikmati dulu masa indah malam ini. Biarkan saja masalah Danil dengan wanita yang menjaga Aditya sedari tadi mereka selesaikan berdua saja.
"No!" teriak Aditya menyingkirkan tangan Elin.
Elin terdiam. Tak berani memaksa Aditya. Danil pun mengambil sang anak membawa ke gendongannya. "Aditya, Ayah akan menikah dengannya. Belajar sopan dan memanggilnya Ibu atau Mamah. Terserah Aditya. Anak Ayah pintar kan?" bujuk Danil.
Sang anak lagi-lagi menggeleng. Mulutnya ia majukan dengan mata menatap tajam Elin. Menunjukkan tidak setuju jika Elin bersama sang ayah. Elin tetap senyum menghadapi bocah itu. Mungkin inilah ujian Elin menjadi istri Danil. Tidak akan semulus yang ia bayangkan.
"Tuan Danil, selamat atas pertunangan kalian. Dan Nona Elin, selamat yah. Semoga lancar sampai hari yang di nantikan tiba." Wanita yang barusan bersama Adiya menjulurkan tangan pada Elin.
Berdiri berhadapan bagai jari tengah dan ibu jari yang tak sepadan tingginya. Elin jauh lebih kecil di banding wanita cantik itu.
"Huuuh lagi-lagi berhadapan dengan body seperti ini. Nggak di rumah, nggak di sini saingannya selalu wanita tinggi. Tuhan, kenapa takdirku harus pendek sih? Kalau kulit sawo sih mudah tinggal suntik pemutih. Lah kalau pendek yasudah mau di apa pun tidak akan bisa. Rasanya aku jadi sangat rendah di mata Danil kalau seperti ini." gumam Elin yang memberengut kesal.
Belum lagi ketika berjabat tangan, tangan wanita itu sangat mulus. Elin di buat semakin tidak karuan. Hingga ia tersadar ada yang tidak enak di artikan dari pandangan sinis wanita itu padanya. Elin menyadari wanita itu tidak menyukai dirinya di sisi Danil.
"Terimakasih." jawab Elin memaksakan senyum dan detik berikutnya ia berteriak sekencang mungkin ketika tubuhnya di senggol oleh wanita di depannya.
"Aaaaaa!" Elin berteriak. Ia basah akibat terjatuh ke kolam yang ada di restauran itu.
"Danil! Danil, tolong aku! Danil, kenapa kau diam saja?" Elin berteriak-teriak melihat Danil dan sang anak tersenyum puas bersama wanita yang mendorongnya. Sampai Elin merasa kesusahan bernapas barulah ia bisa membuka kedua matanya yang tersiram air.
Gelagapan mengusap wajah dan mulut. "Sudah siang! Danil Danil, siapa itu? Kamu mau malas-malasan kerja, Elin?" Ayah Damian menatap tajam Elin dengan penampilan yang sudah rapi.
Tak perduli bagaimana sang putri kesulitan mengatur napas yang kaget. Mata merah akibat baru bangun dan terkena siraman air sungguh perih. Tetapi, Elin tak bersuara. Hanya kata maaf yang ia ucapkan pada sang ayah. Sebab matanya menyadari jika hari sudah beranjak siang. Dan ia terlambat bekerja hari ini. Itu tentu adalah kesalahan.
"Cepat bersiap dan pergi kerja." Dingin suara Damian memberi perintah.
Sial sepagi ini Elin harus di sambut mimpi yang indah di awal dan menderita di akhir. Melangkah ke kamar mandi, Elin hanya menggeleng tak habis pikir oleh mimpi gilanya.
"Ada-ada saja. Kalau mimpinya di malam hari bisa jadi itu ada kemungkinan akan terjadi. Tapi, kalau di pagi begini sudah pasti itu godaan saiton biar aku bangun siang dan Ayah sukses marah sama aku." rutuk Elin.
Elin tak tahu jika pagi tadi sang kakak sudah bergegas pergi dari negara Indonesia menuju kembali ke tempatnya berkarir awal. Yaitu Paris. Di sana Viera akan fokus mengembangkan bisnisnya. Meski penyebabnya bukanlah ingin bekerja secepatnya, tetapi ada hal yang membuatnya harus pergi.
"El, sarapan dulu. Ini rotinya sudah Ibu siapkan, Nak." panggil Zahra lembut.
"Elin kerja dulu yah, Bu. Sudah kesiangan. Salam sama Kak Viera. Semalam Kakak sepertinya..." Belum sempat Elin berucap, sang ibu lebih dulu menyela.
"Kakakmu ada kerjaan mendadak jadi sudah berangkat sejak pagi tadi ke Paris." Kata-kata itu membuat Elin melongo namun sang ibu segera menyadarkan dirinya untuk segera kerja. Elin pun pergi dengan pikiran bingung.
Di perjalanan Elin mengemudikan mobil kecilnya begitu lihai menyalip banyaknya kendaraan di jalan. Kembali otak kosongnya berhalusinasi dengan rotator mobil. "Kalau aku menikah dengan anggota perwira bisa tidak menemukan kesulitan di jalan kalau macet. Semua kendaraan pasti akan menyingkir mengosongkan jalan. Siapa perwiranya kira-kira? Aduh sudah lah jangan sampai otak kosong ini bikin aku mimpi sial lagi besok pagi." kekehnya merendahkan diri sendiri.
Sepersekian menit akhirnya Elin tiba di tempat kerja. Bukan pujian pagi ini yang ia dapatkan seperti seminggu belakangan. Melainkan cibiran dari teman kerja dan bosnya.
"Aelah Lin Lin...kirain rajinnya benar-benar mendarah daging buka toko pagi. Ternyata cuman seminggu doang. Jin baiknya sudah pergi yah dari tubuhmu?" ledek Dinda teman kerja Elin yang beberapa hari ini terus memuji Elin. Tentu ia merasa berkurang kerjaan karena setiap datang semua sudah di rapikan dan di bersikan Elin. Tidak hari ini. Ia bekerja sendiri.
"Lin, semalas-malasnya kamu ini tempat kerja yah? Jangan sampai datang setelat ini lagi besok-besok." pintah sang bos.
"Baik, Pak. Maafkan saya." jawab Elin patuh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments