***
Waktu berputar begitu cepat sehingga tanpa Nara sadari, dia dan Juna menjalani LDR sudah tiga bulan. Mengingat hal itu, entah kenapa Nara sangat sedih bahkan sangat merindukan Juna. Komunikasi mereka selama ini masih terbilang lancar, tapi perasaan Nara tidak bisa dipungkiri. Dia ingin bertemu, memeluk, dan mencium pria itu agar rindu yang menumpuk banyak dihatinya bisa terlepas.
Sepanjang malam dia menangis dan menyebut nama pria itu berkali-kali, juga bibirnya tidak pernah bosan untuk mengatakan jika dia rindu kepada Juna. Sedih sekali kisah cintanya, mata gadis itu terlihat sembab sampai tidak berani keluar kamar pagi ini. Niatnya ingin mengurung seorang diri dan tidak ingin diganggu tapi...
"Nara, bangun nak! Ibu sudah buatkan sup kesukaan mu, ayo sarapan!" sayang sekali, tujuan ingin menenangkan diri pun gagal saja, suara ibunya nyaris membuatnya kesal. Ingin sekali memarahi wanita itu, tapi tidak! Nara harus bersabar. Dia tidak mau jadi anak durhaka, terpaksa lah dia bangun dan menuruti keinginan ibunya untuk sarapan pagi itu.
"Loh kok berantakan sekali, ini lagi kenapa mata mu sembab?" mata ibu Dini melotot kearah anak gadisnya yang seperti singa kelaparan, heran saja karena sebelum-sebelumnya Nara tidak seperti ini. "Apa yang terjadi pada mu Nara?" Ibunya mengusap seluruh wajah juga membenari rambut Nara, sebelum gadis itu menjawab ibu Dini pun sudah bisa menebak apa yang sedang dialami anaknya itu.
"Aku baik-baik saja ibu, berhentilah mengkhawatirkan ku!" jawabnya ketus, karena suasana hati masih tidak baik Nara sedikit kasar menepis tangan ibunya lalu beranjak dari sana. "Kenapa sih anak ini, heran deh!" gerutu ibu Dini, ingin marah tapi kasihan. Mau tidak mau terpaksa diam mengikuti Nara yang sudah hampir sampai di dapur.
Disana terlihat ayahnya tengah duduk sambil meniup-niup sop sebagai sarapan mereka di pagi itu. Ayah Niko juga sampai heran melihat anak gadis nya itu.
"Ayo Nara coba sop kesukaan mu, ibu telah membuatkan untukmu," ucap ayah Niko, dia tidak mempertanyakan yang terjadi agar Nara tidak bertambah kesal padanya. "Iyah ayah, aku akan sarapan sekarang!" seberat apa pun masalah yang dialami Nara, dia tidak mau emosi harus tetap tenang karena mengingat kedua orang tua nya sangat menyayangi dan juga sudah mendidiknya dengan baik. Jadi patang sekali baginya untuk melawan atau membentak kedua orang tua itu.
"Jangan terlalu memikirkan Juna nak, lihat lah tubuhmu sampai tidak keurus!" ucap ibu Dini, dia harus mengingatkan Nara agar anak gadisnya tidak berharap terus dengan apa yang masih belum pasti.
"Ingat yah sayang, laki-laki bisa saja berubah pikiran dalam hitungan detik. Apa yang pernah dia ucapkan saja bisa lupa, jadi kamu sebagai gadis yang masa depannya masih panjang cobalah untuk tidak terlalu menaruh harapan penuh pada Juna!" teguran ini sebenarnya bukan untuk mematahkan hati Nara, ibu Dini mengatakan hal tersebut hanya untuk mengingatkan anaknya. Dia kasihan kepada Nara jika kenyataan nanti Juna menghianati dan meninggalkannya.
"Aku lagi gak mood ibu, tolong jangan beri aku nasehat dulu!" ini bentuk keras kepala Nara yang tidak bisa dia rubah, jika sesuatu yang membuatnya tidak nyaman detik itu juga dia bantah. "Bu, sebaiknya kita makan dulu. Biarkan Nara menikmati sop nya dengan santai," disini ayah Niko yang paling mengerti, memberi teguran kepada sang istri saja begitu berhati-hati sekali.
Ibu Dini menghela nafas panjang sambil mengangguk, dia tidak lagi berbicara atau pun mengomel dengan segera dia melahap makananya. Kini suasana di meja makan agak sedikit membaik, Nara masih terlihat galau tapi untung saja dia masih bisa menghabiskan makanannya.
Setelah menyelesaikan sarapan, Nara tidak langsung beranjak dari sana. Ingin duduk sebentar, tapi dering ponsel milik Nara sedari tadi berbunyi. "Nara, sepertinya ponsel mu berdering dari tadi. Coba periksa siapa!" Ayah Niko yang duluan menyelesaikan makanannya memilih untuk pergi dari dapur tapi dering ponsel Nara mengharuskannya untuk kembali disana.
"Iyah yah," Nara masih terlihat lesu, berjalan saja rasanya dia tidak sanggup.
Segera mengambil benda pipih itu membuka layar untuk memeriksa siapa yang menghubungi nya. Seketika senyum dibibirnya merekah sempurna saat tahu yang menghubungi adalah Juna, buru-buru dia mengangkat.
"Halo sayang, kok baru angkat?"
"Hem, maaf yah tadi aku lagi sarapan,"
"Oh jadi udah selesai?"
"Iyah udah, kamu udah sarapan kan?"
"Udah kok,"
"Nara, aku merindukan mu!"
Deg! Mendengar suara serak-serak Juna semakin mendebarkan hati Nara, bersorak hore karena nyatanya pria itu peka terhadap apa yang dirasakannya. "Hem, aku juga sangat merindukan mu Juna. Asal kamu tau satu malam aku menangis ingin sekali berjumpa dengan mu," jujur apa adanya, tidak tau seberapa lebay dia mengatakan hal itu yang pasti apa yang dia rasakan Juna harus tau.
"Astaga sayang kenapa sampai segitunya, sabar dong kita juga baru pisah baru beberapa bulan!" ucap Juna pura-pura biasa saja walau kenyataan rindunya hampir sama dengan apa yang dirasakan oleh Nara. "Aku ingin ketemu Juna," seketika tangis gadis itu pecah, mendengar suara Juna malah semakin membuatnya sedih.
Sementara pria itu terdiam seribu bahasa, hatinya terasa sesak mendengar tangisan sang kekasih. Seandainya jarak diantara mereka bisa dilampauhi dengan cepat mungkin Juna sudah menghampiri dan menenangkan gadis itu.
"Nara sayang, berhentilah menangis. Aku tidak ingin kamu sakit, bersabar lah kita pasti bisa melaluinya bersama-sama,"
Sebagai kekasih yang sangat dia sayangi, Juna tidak ingin sesuatu terjadi kepada Nara jika terus menangis seperti itu. Dia harus menegur Nara sebisa nya agar gadis itu menghentikan tangisannya.
Hampir dalam satu jam kedua pasangan itu menghabiskan waktu untuk mengobrol, hitung-hitung untuk melepas rindu. Kini Juna mengakhiri sambungan telepon, tapi sebelumnya Juna mengingatkan agar Nara tidak menangis terus karena memikirkannya.
Ibu Dini sedikit mengumping, saat itu juga dia mengelus dada. Rasa kasihan terhadap Nara tidak bisa dia sembunyikan, entah kenapa naluri ibu Dini selalu berkata jika nanti anak gadisnya itu pasti merasakan sakit yang luar biasa. Berkali-kali ibu Dini memberi peringatan namun Nara tetap kekeuh dengan pendiriannya.
"Udah yah sayang, aku tutup telfonnya. Jangan lupa jaga diri baik-baik!" ucap Juna, tak lupa memberikan ciuman dari jauh. "Hem love you," balas Nara, suasana hati gadis itu sedikit membaik sehingga dengan senang hati dia pun membalas ciuman dari jauh sang kekasih.
"I love you too baby," kata terakhir Juna setelahnya dia memutuskan sambungan itu.
"Huft," Nara menghela nafas begitu lega, rasa rindu dihati sedikit terobati. Wajahnya yang sedari tadi terlihat murung kini kembali cerah.
***
BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Morna Simanungkalit
jangan terlalu memikirkan juna terus ,tetap jaga kesehatan dan tetap berdoa agar hubungan kalian tetap langgeng.
2024-06-07
2
LDR itu membutuhkan kepercayaan yg tinggi dan kuat, benar2 yakin bisa melalui kalau ada satu yg lemah. ya sudah biasanya hancur
2024-04-05
2
menguping kak bukan mengumpil. aku bacanya ibunya lagi mengupil hidung /Facepalm//Facepalm//Facepalm/tapi kadang aku juga suka kepleset kata
2024-04-05
2