POV Author
Daniel menghempaskan pantat di sofa setelah berhasil memasuki kamar. Gedoran di pintu kamar tak juga berhenti.
"Buka Daniel! Mama harus tau penyebabnya kamu ingin membatalkan pertunangan ini! Kamu akan mencoreng nama baik keluarga! Sudah mama bilang tak usah kamu dirikan perusahaan absurd! Tinggal teruskan perusahaan ayahmu! Seperti anak miskin saja kamu bikin perusahaan sendiri!"
Daniel memasang headset di telinga kemudian mulai mengemil keripik sambil mendengung-dengungkan kepala mengikuti alunan musik.
Hantaman di belakang kepala membuatnya reflek berdiri memasang kuda-kuda untuk melawan. Ibunya berdiri di hadapannya memasang wajah garang dan bertolak pinggang. Rupanya pintu kamar berhasil didobrak, beberapa pembantu tampak berdiri di ambang pintu.
Daniel berlari menghindar, kemeja belakangnya ditarik dan tubuhnya terjengkang dan terduduk kembali di sofa.
"Durhaka sekarang kamu, ya!"
"Saya harus menjelaskan apa, Ma? Mama juga lebih percaya pada omongan orang tua Falisa dan ucapan Falisa sendiri!" Daniel mendengus.
"Setidaknya kamu jelaskan dulu penyebabmu ingin memutuskan pertunangan sepihak!" Dilbara berteriak, Daniel sampai menutup telinga.
"Falisa selingkuh Ma." Bibir Daniel bergetar. Matanya berkaca-kaca. "Saya mencintainya tapi ia menodai cinta ini." Daniel menunduk.
Bukannya simpati, Dilbara malah menjewer telinga putranya itu. "Pintar berdrama sekarang kamu, ya! Ngarang cerita kamu, ya! Sudah jelas-jelas Falisa gadis baik-baik!"
Daniel menarik kepala dari tangan ibunya dan berdiri. "Sudah saya bilang, mama tidak akan percaya, ya sudahlah!" Daniel melenggang ke luar ruangan.
"Mau ke mana kamu?" Mama menyusul Daniel keluar rumah.
Daniel menaiki motor sportnya dan tak menghiraukan panggilan ibunya di belakang.
Lelaki itu menembus jalanan ramai kota, entah mau ke mana. Yang jelas, pikirannya kalut, ia butuh sesuatu untuk menghibur diri.
***
Daniel berhenti di tepi jalan, dekat lapangan. Tampak para pedagang makanan gerobak berjajar memenuhi tepian lapangan. Banyak para pengunjung sekadar duduk-duduk di sekitar lapangan itu.
Ia memarkirkan motornya kemudian melangkah mendekati gerobak baso.
"Mang basonya satu!" Daniel duduk di bangku panjang bertopang dagu. Beberapa perempuan yang duduk di dekatnya terus melirik sambil berbisik-bisik.
Daniel mengabaikan mereka berusaha fokus pada diri sendiri. Pada saat itulah wajah perempuan yang tak asing muncul, memasuki tenda baso dan duduk di sampingnya.
"Mang saya pesan baso satu, ya." Gadis itu berteriak. Daniel menutup telinga mendengar teriakannya. Ia pun menggeser duduk.
"Basonya sudah habis, Teh." Kang baso menjawab.
"Yah kok habis, sih? Padahal uangku hanya cukup buat beli bakso."
Daniel dapat mendengar gumaman kecilnya dan melihat gadis itu menghitung receh di tangannya.
Tibalah pesanan Daniel, ia menolak dan meminta bakso itu diberikan pada gadis itu. Kang baso menurut.
"Ya Allah, baik banget, siapa yang ngasih, Mang?" Gadis itu merasa terharu. "Saya harus berterimakasih padanya."
Kang baso menunjuk lelaki yang melangkah ke luar tenda. Gadis itu menyusul sambil membawa bakso. Ia mendahului langkah lelaki itu.
Raut wajah gadis itu berubah masam saat mengetahui siapa lelaki di hadapannya.
"Bos?" ujarnya.
"Ada, apa, Dilara?" Daniel menyahut malas.
"Anda mentraktir saya?"
"Gak! Bayar sendiri, saya tak selera makan baso melihat wajahmu!" Karena suasana hati yang tak nyaman, Daniel sensitif menanggapi ucapan orang.
"Oh gitu, ya. Pegang saja nih baksonya, saya juga gak selera makan baso dari lelaki sombong!" Gadis itu menyerahkan mangkok baso ke tangan Daniel.
Daniel hendak mengembalikannya, tetapi gadis itu tak mau membuka telapak tangannya. Malah cemberut.
"Terima baso ini, kamu menyusahkan sekali sih, gak di mana-mana!" Daniel masih berusaha meraih telapak tangan Dilara sambil menyodorkan mangkuk baso pada gadis itu.
"Saya bilang gak mau, ya gak mau!" Dilara nyolot, ia mendorong kasar mangkuk itu sehingga isinya hampir tumpah.
"Astaga! gadis menyusahkan!" Rahang Daniel mengeras dan menyodorkan mangkuk itu lagi.
Melihat keributan dua orang tersebut, kang bakso keluar tenda, khawatir mangkuknya jatuh dan pecah.
Adapun Dilara, karena merasa jengkel, ia mendorong sekuat tenaga mangkok yang disodorkan lagi padanya. Isi mangkok pun langsung muncrat ke wajah Daniel, pria itu sampai memejamkan mata.
Dilara membalikkan badan dan langsung memasang seribu langkah untuk kabur. Daniel menarik ujung kerudungnya, ia terjengkang dan terduduk di pangkuan lelaki itu.
Orang-orang yang melihat kekakuan mereka berdua tertawa, ada yang mengabadikan dengan memotret dan video camera.
"Kalau tengkar jangan di muka umum, malu-maluin!" Salah seorang perempuan muda berujar. "Seharusnya sepasang kekasih itu menyelesaikan masalahnya dengan kepala dingin."
Daniel mendorong tubuh Dilara dari pangkuannya, ia berdiri dan menjadikan jilbab belakang Dilara lap wajahnya.
Gadis itu langsung berteriak-teriak berusaha melepaskan jilbabnya dari tangan usil Daniel.
Hantaman di perut membuat Daniel melepaskan kerudung Dilara, gadis yang telah meninju itu langsung berlari kencang menjauhinya.
Lelaki itu meringis kesakitan, pukulan Dilara lumayan menyakitkan.
***
Dilara mengendap-endap memasuki kantor khawatir berpapasan dengan Daniel. Berhasil memasuki ruang kerjanya, ia mengelus dada merasa lega.
"Dilara, nanti ada film keluaran terbaru, loh. Nonton yuk!" Arsi mengajak.
"Aku banyak kerjaan kamu, saja." Dilara menyahut.
"Kamu tak asik, ih. Tak pernah makan di kafetaria, tak pernah jalan-jalan."
"Kalau kamu yang biayain aku mau!" Dilara nyengir.
"Ish! Memangnya gajimu buat apa, sih?"
"Aku belom gajian kan baru masuk. Kalaupun gajian dikirim ke kampung, orang tuaku tak ada penghasilan." Dilara berbicara apa adanya. Agar teman-temannya berhenti mengajaknya pergi. Bukannya ia tak mau pergi, mengingat penderitaan orang tua di kampung, ia tak tega hura-hura sendiri.
Said mendengarkan perbincangan tersebut, ia menoleh dan memperhatikan punggung Dilara.
"Aku kerja emang buat biayain adik-adik dan ibuku, kamu kerja kan hanya hobi." Tanpa rasa malu Dilara menceritakan ekonomi keluarganya.
Arsi menghela napas, ia memang kerja untuk dirinya sendiri, dan hobi.
Setelah sekian lama berkutat dengan pekerjaan. Dilara pun merentangkan tangan, ia meraih tasnya dan pergi meninggalkan ruangan. Seperti biasa, kantor telah sepi, ia yang terakhir pulang.
Sampai di luar kantor, sebuah mobil berhenti, keluar darinya beberapa lelaki mengenakan masker langsung membekap mulut Dilara dan membawa gadis itu ke dalam mobil.
Said yang melihat hal tersebut langsung berlari mengejar. Barusan ia sengaja berjalan di belakang Dilara.
Dilara diseret ke gang sempit kemudian ditodong pisau.
"Kau ingin mulutmu robek?" tanya lelaki itu sambil mengarahkan pisau ke mulut Dilara.
Dilara yang terduduk ketakutan menggeleng, air mata membanjiri pipinya.
"Kalau begitu, jangan dekati Bos Daniel, kalau kau ingin hidup!" Lelaki itu meneruskan ucapan.
"S-a-a-ya tak dekat dengan Daniel_"
Belum sempat Dilara menyelesaikan ucapan, tinjuan mendarat di pipinya, darah segar langsung muncrat dari mulutnya, telinganya berdenging.
"Jangan banyak bacot, atau kau mati!"
"Jawab, kau tak akan dekati Daniel?!"
Dilara terpaksa mengangguk, ia tak mengerti apa yang terjadi padanya sekarang.
Para lelaki itu pun pergi meninggalkan gang, Falisa tampak berada dalam mobil yang terparkir di pintu masuk gang itu. Gadis itu tersenyum sinis padanya. Tanpa orang beritahu pun, Dilara tahu siapa yang melakukan ancaman tersebut padanya.
Dilara berjalan terseok-seok bertelanjang kaki merasa takut. Tiba-tiba saja sebuah motor berhenti di pinggirnya, sebelum menyadari siapa orang tersebut. Dilara telah hilang kesadaran.
Said menangkap tubuh Dilara dan menelpon taksi. Tak lama berlalu, taksi datang. Ia menitipkan Dilara pada taksi tersebut dan dirinya mengikuti taksi itu.
Begitu sampai depan pagar rumah, Said bergegas turun dari motor dan mengambil Dilara dari dalam taksi. Ia menggendong Dilara menuju rumahnya dan meletakkan perempuan itu di sofa.
Pipi kiri Dilara lebam, sesuatu yang negatif pasti terjadi pada gadis itu. Tadi, saat membuntuti, ia kehilangan mobil yang membawa Dilara. Hati Said sakit melihat perempuan tersebut terluka.
Said membawa air hangat dan mengompres lebam di pipi Dilara dengan hati-hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Santi Sofianti
seru,lanjut
2021-06-17
3
Sofhia Aina
Yang nolong Dilara itu Sait pa Daniel sich ...😇😇😇😇😇😇 nie......
2021-06-15
5
DiAs AsDi
Suka banget critanya Thorrr ... seru habis 👌👍😬❤️
2021-06-15
1