Tiba-tiba Dilamar Ceo Dingin
Sebelum membaca cerita, catat baik-baik dalam hati, kisah di bawah hanyalah fiksi, sekadar untuk hiburan, jadi, jika terbawa suasana dan emosi harap jaga kata-kata, ya.
Berkomentar yang sopan dan baik sebagaimana Anda suka orang berkata baik pada Anda.
Jika tak suka dengan cerita, cukup tinggalkan cerita ini tak usah meninggalkan jejak di kolom komentar dengan komentar tak menyenangkan.
Sebagai author cerita ini, saya tak membutuhkan para pembaca julid (Jika alur cerita tak sesuai keinginan langsung menghina author atau berkata-kata merendahkan cerita di kolom komentar)
Selamat membaca, semoga terhibur, enjoy mengikuti alur cerita 😍
__________________
Saat aku memberanikan diri hendak menyeberang jalan raya, hampir saja sebuah mobil menyerempet ku, jika saja aku tak sigap mundur lagi ke tempat semula.
Keluar dari mobil itu, lelaki tinggi berbadan tegap mengenakan kaca mata hitam. Ia berjalan lebar ke arahku yang masih shock, begitu sampai di hadapanku ia langsung menyambar lenganku kasar.
"Mau cari mati kau?" bentaknya.
"Ti-d-a-k." Aku menggeleng kemudian menunduk merasa takut. Cengkraman tangannya di lenganku begitu kuat, semakin lama menimbulkan rasa pedih.
Pria itu membuka kaca matanya, mengangkat daguku sehingga pandangan kami bertemu.
"Jangan sekali-kali asal menyebarang seperti tadi, paham kau?"
Alih-alih menyahut ucapannya, aku malah terbengong melihat parasnya.
Bahkan saat pria tinggi itu pergi dengan mobil kerennya, aku tetap mematung di sini, mendewakan ketampanannya.
***
"Masuk!"
Terdengar suara bariton dari dalam ruangan. Dengan tubuh gemetar, aku memaksakan kaki melangkah sambil mendekap ijazah di dada.
"Assalamualaikum, para bapak dan ibu-ibu." Aku merendahkan punggungku sebentar sebagai penghormatan, kemudian duduk di kursi yang telah disediakan.
Terlihat mereka menahan tawa sambil menatap ke arahku. Memangnya, apa yang lucu, coba?
"Umur kamu masih muda, mengapa kamu memilih bergabung dengan perusahaan, kami?" Satu dari pria berjas itu bertanya. Sepertinya mereka telah membaca CV-ku.
"karena saya suka sekali dengan menggambar." Aku menjawab apa adanya.
Kini, mereka malah tertawa pelan.
Aku memutuskan melamar kerja ke perusahaan Multi Talenta ini, sebab hampir semua perusahaan yang aku kirim berkas lamaran, menolakku. Harapan terakhirku jatuh ke perusahaan aneh ini. Rata-rata nilai di ijazahku rendah, hanya bahasa Inggris dan Indonesia saja yang paling tinggi.
"Tempat ini bukanlah untuk anak-anak yang sedang menyalurkan hobi. Ini tempat untuk orang-orang bertalenta bekerja, apa talentamu sehingga kamu begitu percaya diri melamar kerja di sini?"
Oh iya, percaya diri, aku harus percaya diri. "Saya lihat, perusahaan MulTa menerima karyawan yang ahli dalam menggambar dan aku adalah ahlinya." Aku tersenyum lebar.
"Perlihatkan hasil menggambarmu!"
Aku pun memperlihatkan tab berisi gambar kartun tiga dimensi. Bisa kulihat, mata mereka terpana melihat coretan tanganku.
"Baiklah Dilara, kamu hanya perlu menunggu, diterima atau tidak. Kami akan merundingkannya. Pemberitahuan akan masuk ke nomor teleponmu seminggu kemudian."
"Terima kasih, Pak. Terima kasih." Aku langsung berdiri dan membungkuk berulang kali. Kemudian melangkah menuju pintu keluar.
"Kamu belum dipersilakan keluar, Dilara!" Suara berat itu menghentikan gerakan kaki ini. Langsung saja, aku berlari dan duduk kembali di kursi tadi.
"Nah, sekarang kamu boleh keluar." Barulah salah satu dari mereka memerintahkan.
Sebelum keluar aku mengambil air mineral di atas meja, kemudian bergegas pergi.
Melihat para lelaki berpakaian rapi dan beberapa orang perempuan berpakaian seksi berjajar duduk di kursi panjang lorong, membuatku pesimis untuk keterima kerja. Yang melamar kerja rupanya banyak sekali.
Saat menuruni tangga sambil minum, kakiku tersandung, tepat ketika seorang lelaki berkacamata hitam menaiki tangga. air di mulutku menyembur ke wajahnya.
Aku membelalakkan mata, pria itu sontak melepaskan kaca matanya dan menatapku tajam.
Apa yang harus aku lakukan?
***
Pria yang kena semburan jigong-ku tampak bersiap meluapkan emosinya, saat matanya melirik ke arah belakangku, ekspresinya langsung berubah datar.
"Daniel! Daniel! Tunggu, aku!" Suara cempreng di belakang punggungku memekakkan telinga, kemudian terdengar langkah kaki terburu semakin mendekat.
"Sayang! Yok kita makan di luar." Tiba-tiba saja pinggangku diraih oleh pria itu. Ia tersenyum dan menatapku mesra. Membuat tubuhku merinding.
"Jadi itu perempuan yang membuatmu menjauhiku?!" Perempuan tinggi berpakaian minim, dengan tubuh berisi, berdiri di hadapan kami, menatapku nyalang dengan mata berairnya.
Lelaki bernama Daniel itu menggamit lenganku, tubuhku dibawa paksa olehnya menjauhi perempuan itu.
"Daniel!" Perempuan itu mengejar, jilbabku ditarik dari belakang, hampir saja aku terjengkang jika saja Daniel tidak menahan tubuhku. Pandangan kami beradu, saling terdiam beberapa detik.
"Aa-aa!" Perempuan itu menghentakkan kakinya berulang kali sambil terus menjerit histeris.
"Berhenti Falisa! Perilakumu tak terpuji, di antara kita sudah tidak ada hubungan! Semenjak kau selingkuh dengan Joshua!" Daniel mengangkat suaranya, menghentikan teriakan perempuan cantik itu.
"Jadi kamu balas dendam? Iya?! Kamu memilih perempuan rendahan sebagai penggantiku?" Falisa menunjuk ke arahku.
Aku dikatakan perempuan rendahan, yang benar saja, ketika mulut ini bersiap membalas kata-katanya. Daniel menyeret kembali tubuhku. Terpaksa aku menyamai langkah lebarnya. Falisa masih saja mengikuti.
Aku didorong paksa memasuki mobil, kemudian pria itu memasuki kursi kemudi setelah memastikan aku masuk. Falisa berjalan terburu ke arah kami. Daniel langsung tancap gas meninggalkan Falisa yang terdengar meraung-raung di belakang.
Wajah Daniel tampak sendu, laju mobil pun berubah menjadi normal. Di tengah perjalanan ia menghentikan mobilnya.
Pria itu memajukan wajahnya ke arahku. Langsung saja aku menahan dada bidangnya.
"Keluar!" perintahnya, dingin.
"A-pa-a?" Aku tergagap. Dan baru menyadari pintu di belakang punggungku terbuka. Mungkin barusan tangan Daniel yang membukanya.
Daniel menatap mataku sebentar kemudian menarik kembali tubuhnya dan duduk seperti semula. "Keluar dari mobil saya, tadi hanya akting. Tak mungkin saya punya pacar seburiq kamu."
Aku menganga, kurang ajar memang nih cowok. Daniel langsung mendorong paksa tubuhku tak membiarkan aku membalas perkataan nistanya.
Setelah aku berada di luar, mobil itu meluncur cepat meninggalkanku.
"Lelaki laknat! Celaka kau, ya! Tak sudi amit-amit gue temu sama lu!" Aku berteriak-teriak, meluapkan kekesalan.
Menyadari orang-orang yang nongkrong di tepi jalan memperhatikan tingkahku, seketika aku terdiam, merasa malu, aku melangkah lebar menjauhi mereka.
Aduh ... aku tak tau alamat, lagi. Hari seperti hari sial untukku.
***
Sampai di kontrakan, aku langsung menjatuhkan tubuh lelah ini di atas kasur lepek. Oh, sungguh malang nasibku, hari ini bertemu dengan orang-orang menyebalkan.
Perutku tiba-tiba berbunyi, aku pun bangkit melangkah gontai mendekati kompor gas satu lubang yang terletak di ujung kasur lepekku.
Aku mengambil panci di dekat kamar mandi, mengisinya dengan air, kemudian meletakkannya di atas kompor. Mie instan aku masukkan dalam air tersebut, barulah aku menyalakan kompor.
Sambil menunggu mie matang, aku rebahan di lantai. Ah! Enak sekali, dinginnya. Pandangan mataku perlahan meredup.
Tercium bau gosong, aku langsung terperanjat bangun.
Oh, tidak, panciku satu-satunya! Tampak gosong di atas kompor yang masih menyala.
Dengan gerakan cepat aku mematikan kompor dan mengangkat panci tersebut dengan lap. Panci yang aku tawar habis-habisan di pasar kini tak berbentuk. Hari ini, musibah terus berdatangan. Air mataku menitik.
Karena lapar tak tertahankan, aku keluar kontrakan, membawa uang sepuluh ribu menuju warteg langganan.
"Lauk, Bu!" kataku, langsung duduk di bangku panjang.
"Masam amat wajahnya!" Si Ibu Karsih mulai menggoda seperti biasanya. "Bagaimana? Diterima kerjanya? Masa, gadis secantik kamu ditolak, sih!"
"Gadis cantik cocoknya di diskotik Mak, bukan di perusahaan!"
Langsung saja aku melempar tatapan tajam kepada anak lelakinya Bu Karsih, bernama Ferdi itu.
"Heh kau bocah! Sekali lagi ngomong sembarangan, tak sunat dua kali!"
"Otaknya Dilara mah, emang lemot, buktinya sampai sekarang gak dapat kerjaan."
Apa yang dikatakan Ferdi ada benarnya, seketika tubuhku bertambah lesu.
"Gak usah dianggap omongan Ferdi Mah, Neng cantik." Bu Karsih menepuk pundak ini. Ia tersenyum. Berbeda dengan anaknya yang terus cekikikan melihatku. Apakah ada yang lucu dari bentuk wajahku?
"Dia itu culun, Mak. Mata Mak picek kali, gak ada cantik-cantiknya sama sekali. Cantik deh, namanya doang." Ferdi kembali tergelak.
"Hush tak baik menghina penampilan orang. Neng Dilara itu cantik bagi saya." Bu Karsih tersenyum ramah sambil menyodorkan pesananku.
Aku melirik sebal Ferdi kemudian meninggalkan warteg tersebut dengan hati yang dongkol.
Dasar bocah gendeng!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Yuniarti Rossyidie
ceritanya lumayan menghibur...lucu...
2022-11-10
0
sahabat syurga
bru bc udh bkin ktawa
2021-10-02
0
L i a Z i e n t a 💕
haii Thor ...
aq mampir nih, sambil nunggu Dani sma Ayunda up...😀
2021-09-26
1