Aku keluar dari kantor Presdir dengan perasaan tak menentu. Ia tak memecat, tetapi, aku khawatir sewaktu-waktu ia memecatku.
Aku memasuki partisi (sekatan kantor) di mana aku akan bekerja. Kemudian menaruh semua barang-barang di atas meja. Dan duduk sambil menyandarkan punggung ke kursi.
"Hay! anak baru, ya?"
Aku menoleh begitu mendengar seseorang berbicara. Benar saja, perempuan yang memiliki lesung pipi tersenyum padaku.
"Ah ... iya, saya orang baru." Aku menjabat uluran tangannya.
"Saya Arsi."
"Saya Dilara."
Kami pun fokus pada pekerjaan masing-masing, setumpuk kertas telah menumpuk di atas mejaku.
"Jangan lupa, sebelum pulang, semua ide gambar dalam kertas itu harus sudah digambar di layar." Lelaki yang duduk di belakang kursiku mengingatkan.
"Iya Kak." Aku menyahut pelan.
"Semangat, ya. Mereka suka usil kalau sama orang baru. Aku juga dulu seperti kamu. Nanti, mereka gak berani ngatur-ngatur kalau kamu dah lama di sini." Arsi memberikan semangat padaku. Membuatku kembali bersemangat.
Satu per satu dari mereka meninggalkan kursi, sementara aku masih berkutat dengan layar komputer.
Tiba-tiba saja, minuman dingin ditaruh di atas mejaku. "Jangan lupa makan," ujar suara maskulin.
Aku menoleh, ternyata masih pria yang sama, yang duduk di kursi belakangku.
"Iya, Kak." Aku mengangguk.
Pria itu menarik kursinya, dan duduk di sampingku. Ia menyodorkan kemasan keripik kentang. Aku menggerakkan telapak tangan ke kanan dan ke kiri, tanda menolak.
"Panggil saja, saya Said." Ia berbicara sambil mengunyah keripik. "Kalau istirahat begini sudah saja kerjanya. Kita makan ke kantin yuk."
"Terima kasih, tapi saya tidak lapar." Aku menolak, saat ini aku sedang berhemat dan tak ingin mengeluarkan uang sembarangan hanya untuk mengisi waktu luang.
"Baiklah, saya duluan, ya. Waktu istirahat nanti habis." Said meninggalkan ruangan. Aku kembali fokus pada pekerjaan.
***
Orang-orang itu telah kembali dari cafetaria dan menempati kursi masing-masing. Aku masih fokus pada pekerjaanku dan sesekali merentangkan tangan kala pegal dan mengantuk.
"Saya pulang duluan, ya." Arsi menepuk pundak, begitu pun dengan yang lain telah meninggalkan ruangan. Pekerjaanku belum selesai. Menggambar di layar komputer tak semudah yang aku bayangkan, harus teliti dan fokus. Apalagi ini gambar tiga dimensi.
Jam sepuluh malam tugasku berakhir, aku menyandarkan punggung ke kursi merasa mengantuk. Tidur sebentar mungkin tak masalah. Perlahan mataku tertutup.
Samar-samar suara, membuatku bangun terkejut, rupanya aku ketiduran. Bergegas aku membereskan peralatan langsung meraih tas untuk pergi.
Langkahku terhenti saat melihat dua orang di bawah sana. Di taman itu Presdir Daniel dan Falisa tampak adu mulut.
Melihat mereka berdua bertengkar aku merasa ngeri. Falisa perempuan yang pertama kali kulihat di sini mengarahkan pandangan padaku. Aku memalingkan pandangan, pura-pura tak melihat mereka.
Keluar dari lift jilbabku ditarik dari arah belakang, aku menjerit sakit oleh tarikan kuat tersebut. Ternyata yang menarik kerudungku Falisa.
"Kau yang membuat Daniel memutuskan hubungan denganku!" Ia hendak menampar, tetapi sebuah tangan menahannya. Aku melirik ke samping dan melihat Daniel menatap datar Falisa.
"Kamu ini memang perempuan gila, ya." Daniel mendesis.
"Kita tidak akan pernah putus, ingat itu. Orang tua kita telah menjodohkan kita!" Falisa berteriak.
"Itu orang tuamu. Ibuku tak menerimanya." Daniel terkekeh.
Falisa menjerit-jerit, Daniel pun menutup mulutnya.
"Hay kau! Tunggu pembalasanku! Kau akan menyesal pernah mendekati Daniel!"
Perempuan itu terus menunjukku meskipun tubuhnya diseret Daniel. Aku menatap ngeri tingkahnya.
***
Setelah tiba di kontrakan, aku langsung merebahkan tubuh di atas kasur. Perutku terus berbunyi, aku membuka mata dan ingat belum makan sedari pagi.
Memeriksa isi ruangan, tak ada secuil pun makanan. Terpaksa aku keluar kamar demi mencari makanan.
"Mang ... nasi gorengnya satu." Aku menunggu pesanan sambil melihat-lihat sekeliling. Dan terhenyak begitu melihat seseorang yang tampak familier.
"Arsi!"Aku memanggil saat yakin jika perempuan itu memang Arsi.
Perempuan yang sedang makan nasi goreng itu melotot padaku, ia membawa nasi gorengnya ke padaku.
"Dilara! Ngapain kamu di sini?" Ia tersenyum lebar, kemudian duduk di hadapanku, menaruh piring nasi gorengnya dan melanjutkan makan.
"Saya tinggal sekitar sini," jawabku.
"Saya juga." Arsi menyahut cepat.
Kami pun mengobrol sambil memakan nasi goreng masing-masing.
"Si ... kamu kenal dengan Falisa?" tanyaku.
Arsi memuntahkan nasi sampai menyembur ke wajahku. Membuat selera makanku menghilang.
"Tahu, dia pacarnya Bos yang posesif. Tak boleh Bos berbicara dengan seorang perempuan. Tapi banyak aja karyawan gatel yang nekat dekati Daniel. Lagian, cowok mana yang betah ama cewek posesif."
Aku manggut-manggut mendengar penjelasan Arsi.
"Kenapa kamu nanya?" tanyanya.
"Itu ... aku tak sengaja ketemu dengan Bos dan Falisa tak suka."
"Sudah gak aneh." Arsi menyahut dan melanjutkan makan.
"Memang benar mereka tunangan?"
"Iya." Arsi menyahut. "Tapi semoga Daniel meninggalkan Falisa beralih hati padaku, misalkan." Arsi tertawa.
"Iya sih, lebih mendingan kamu. Falisa seperti nenek sihir. Kasian Bos." Aku menimpali, kami pun tergelak tawa.
***
Baru kusadari ternyata selama ini aku berangkat bersama Arsi, ia berjalan di depanku. Serta menuju bus yang sama.
Aku mempercepat langkah dan berjalan di sampingnya. Ia menoleh padaku matanya melotot.
"Ya ampun! Dilara!" Ia memekik langsung memegang lenganku.
"Ternyata selama ini kita jalan bareng ya? Tapi tak saling menyadari." Aku tersenyum lebar.
"Iya, kah?" Arsi juga baru menyadarinya. "Baguslah kalau gitu, berarti kita bisa berangkat bareng tiap hari."
Sepanjang perjalanan menuju kantor kami berbincang, tak terasa telah sampai di tempat tujuan.
Kami memasuki partisi masing-masing begitu sampai kantor. Said yang telah berada di kursinya langsung menyapa kami.
Tibalah waktu istirahat. Seperti sebelum-sebelumnya, mereka mengganjal perut mereka di kantin, sementara aku, memilih diam di kursi.
"Tak ke kantin lagi?"
Aku menegakkan punggung ketika Said memajukan kursinya ke tempatku.
"Ti-d-a-k." Entahlah, setiap berdekatan dengan lelaki bukan mahram, aku selalu gugup, mungkin belum terbiasa.
"Kamu kok tak pernah makan?" Ia menatapku intens.
"Kamu sendiri? Kenapa masih di sini?"
"Malas ke kantin." Ia menjawab datar. Kemudian meluncur kembali dengan kursi hidroliknya ke tempatnya.
Aku mengeluarkan bekal makan siang dan mulai memakannya, karena merasa lapar.
"Bagi dong makanannya."
Aku lupa bahwa Said masih berada dalam ruangan.
"Kamu mau? Ini hanya nasi dan tahu." Aku memperlihatkan isi rantang.
Said meluncurkan kursi rodanya. Ia mengambil tahu satu-satunya di rantang dengan jemari lalu menyuapkan ke mulut sendiri.
Aku jengkel dengan tingkahnya, kini hanya tersisa nasi tanpa lauk, merasa marah, aku meletakkan rantang di meja. Wajah Said biasa saja bahkan ia tersenyum.
"Tahunya enak sekali." Dengan tanpa dosanya lelaki itu berkata.
"Itu satu-satunya lauk saya. Kamu perampok! Saya lapar!" Aku berteriak.
Said memuntahkan tahu itu ke telapak tangannya, dan menyodorkan padaku. Seketika perutku bergolak, aku mual dan menahan muntah menutup mulut, kemudian berlari mendekati wash tafel memuntahkan isi perut di sana.
"Kamu jorok! Lelaki jorok!" Aku menghentakkan kaki merasa emosi.
Said menaruh muntahan tahu itu di nasi dalam rantangku, aku memekik langsung berlari mengarahkan tinju pada wajahnya dan mengenai sasaran. Pria itu terjungkal dari kursinya. Alih-alih kesakitan, Said justru tergelak tawa.
"Kurang ajar, kamu ya!" Aku bertolak pinggang, merasa sangat marah dan mulai memukulinya. Sambil tertawa-tawa, Said menutup tubuhnya menghalau pukulanku.
Anak-anak datang, mereka berdiri di ambang pintu terdiam, menyaksikan apa yang aku lakukan bersama Said.
Aku dan Said segera duduk dan kembali ke kursi masing-masing.
"Apa yang kamu lakukan?" Sudah kuduga Arsi pasti bertanya.
Aku membuang nasi dari rantang ke tong sampah, lalu menggeleng.
"Tak ada, dia selalu usil." Aku menjawab pelan.
Arsi menahan senyum kemudian kembali pada tugasnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
Nur RaudLoh NauRa
lucunya/Drool/
2023-10-20
0
Kanjeng Netizzen
Astaga cowo senglek ....jorok banget tahu udh dikunya dikeluarin lgi 😂😂😂😂
2021-09-17
0
evlyn
udah bisa ngikuti alur crita ny 🤣🤣 kocak abis
2021-09-10
0