selesai makan, Max mengantar Anita ke dalam kamar yang akan di tempati gadis muda itu
"ini kamarmu untuk sementara waktu, setelah kita menikah kamu pindah ke kamar utama bersama saya" ujarnya menjelaskan
"Me,, menikah?!" tanya Anita memastikan kata Max barusan. ini diluar pemikirannya, ia masih sangat muda, ia belum siap menikah.
"iya, besok saya akan mulai mengurus semuanya agar minggu depan kita bisa nikah" jelas Max
"tapi kenapa harus menikah? aku belum siap" tanya Anita sembari menyampaikan kegundahan hatinya
"saya sudah menanam benih di rahimmu kalau kamu lupa" kata Max enteng dengan menunjuk perut Anita dengan dagunya
Sekilas ingatan pagi tadi pagi terlintas, Anita meraba perutnya yang rata
"tapi kitakan melakukannya hanya sekali, bisa jadikan ia tidak tumbuh" tutur Anita, terselip doa dalam ucapannya.
"bisa jadi juga ia mulai tumbuh sekarang, mengingat saya menyemburkan banyak benih unggul saya semalam dan kita mainnya beberapa kali" ralat Max enteng tanpa beban
Anita hanya bisa menunduk sedih meratapi nasibnya mendengar penuturan Max
"Lagian saya tetap akan menikahimu untuk bertanggung jawab atas perbuatan kita" lanjut Max lagi
"tapikan kita kan dijebak" sela Anita dengan air mata yang sudah menetes
"Hey, aku sudah tidak peduli kita dijebak atau tidak, untuk saat ini aku harus menikahimu mengingat aku sudah mengambil kehormatanmu" bujuk Max lembut memegang bahu Anita
Anita mengangkat kepalanya menatap mata Max, ia sedikit tersentuh dengan pertanggung jawaban Max atas dirinya walau mereka hanya di jebak. banyak lelaki diluaran sana yang lari dari tanggung jawab walau melakukan dengan dalih suka sama suka tapi saat dimintai tanggung jawab malah kabur. haruskah Anita bersyukur bertemu Max?
"saya takutnya tidak ada lelaki di masa depan yang mau menikahimu karna kehormatanmu sudah saya renggut, jadi izinkan saya bertanggung jawab atas mu untuk perbuatan kita" kata Max meyakinkan sang gadis "Meski saya belum mencintaimu tapi saya akan berusaha mencintaimu, bukankah cinta akan datang seiring kita sering bersama, setelah kita menikah ayo saling memberi ruang" lanjut Max lagi dengan nada tegas serta ekspresi seriusnya
Namun entah mengapa Max merasa geli dengan kata-katanya sendiri, hati dan pikirannya meronta ronta menertawakan kalimat demi kalimat yang ia ucapkan dari bibir manisnya penuh bisa itu.
"tapi aku masih sangat muda dan aku belum siap jadi istri, aku takut mengecewakanmu nanti karna aku hanya gadis manja yang tidak tau apa-apa dunia orang dewasa" Anita mengeluarkan unek-uneknya
"saya akan sabar menunggu kamu belajar menjadi seorang istri yang membanggakan dan saya akan dengan senang hati mengajarimu" kata Max memberi semangat
"Aku belum mengenal dirimu terlalu jauh, aku takut" jujur Anita
"kita akan jadi suami istri seminggu lagi, kau tahu kan suami itu tugasnya melindungi dan menyayangi istri, saya akan jadi suami siaga untukmu" Max tidak akan berhenti mengeluarkan kalimat manis sebelum gadis dihadapannya percaya padanya
mendengar penuturan Max, Anita jadi berpikir, gadis itu menerawang mengingat perlakuan sang pap. bagaimana Pratama menyayangi Angraini begitu dalam dan tulus dan sang papi selalu ada untuk maminya.
melihat reaksi Anita yang tampak melamun Max kembali melanjutkan ucapannya "kalau kamu belum siap menjalankan kewajiban kamu sebagai seorang istri pada saya, saya tak akan maksa"
"Kewajiban seorang istri?" tanya Anita bingung
"iya, kewajiban istri seperti melayani suami, menyiapkan pakaian kerja, memasakan makanan, dan melayani suami di atas ranjang" jelas Max menekankan kata terakhirnya
Anita membulatkan matanya mendengar penjelasan Max, gadis itu menelan ludahnya yang terasa kelu
"kamu tidak apa-apa kalau kita menikah tapi aku tidak memenuhi kewajibanku? " tanya Anita memastikan
"tidak masalah, saya yakin suatu saat nanti kamu akan siap." jawab Max cepat penuh keyakinan
dengan segala bujuk rayu Max akhirnya Anita mengangguk menyetujui
'Yes!! gue akan mendapatkan mu manis' batin Max dengan senyuman namun jika di telisik dari senyuman Max itu bukan senyuman biasa pada umumnya
_ _ _ _ _
Mension Pratama
di sebuah kamar utama tampak seorang wanita dewasa tengah terduduk lemah di tepi ranjang sembari menatap sebuah figura foto kenangan puluhan tahun lalu, jemarinya mengelus-elus pigura bayi mungil berusia 2 tahun dengan deraian air mata membasahi pipinya
kemudian ia beralih lagi mengambil figura foto yang ada di atas nakas, terlihat seorang gadis remaja dengan senyuman bahagia menggunakan gaun berwarna merah muda, gaun cantik yang dilapisi dengan batu-batu swarovski yang sangat pas ditubuhnya bak princess. memang itu didesain khusus untuk si gadis remaja saat perayaan Sweet seventeen tiga bulan yang lalu di salah satu hotel bintang lima yang tak lain adalah milik Pratama. Ia menatap foto gadis itu dengan hati bagaikan diiris oleh belati dan di perasi air jeruk, sakit, perih, sesak, nafasnya tercekat, setiap tarikan nafasnya terasa sangat perih tak terkira.
Angraini merindukan sosok gadis polos dan manjanya itu, ia rindu menyiapkan segala kebutuhan sang putri kesayangannya, ia merindukan rengekannya jika di usili oleh kakaknya, ia merindukan suasana hangat di ruang keluarga yang dipenuhi kebahagiaan dan senda gurau setiap harinya. ia merindukan tawa gadis kecilnya.
"Anita sayang, Mami rindu nak" ucapnya sambil terisak pilu
"Kamu jam segini udah bangun kah, sayang? " tanyanya pada foto Anita yang di pegangnya "Gimana sarapannya, lahapkan?" lanjutnya lagi, air matanya mengalir begitu deras sampai membasahi sebagian baju depannya
Angraini teringat bagaimana susahnya Anita bangun pagi dan sangat pemilih makanan. kecuali dengan masakan Angraini, Anita selalu berselera meski masakan yang dimasak Angraini apa adanya.
"Maafkan mami sayang" ucap Angraini sesegukan "Jangan membenci mami, begitu juga papi. kami sayang kamu nak" lanjutnya memeluk erat dua figura foto itu sekaligus dalam dekapannya
Sementara di depan pintu kamar, Pratama melihat semua apa yang istrinya lakukan dan mendengar perkataan istrinya, lelaki paru baya itu mengepal erat tangannya sampai buku-buku tangannya memutih. ia benci. benci melihat istrinya menangis apalagi tangisannya terdengar begitu pilu sampai membuat ia membenci suasana ini.
Pratama tadinya sudah berangkat ke kantor pagi-pagi karna ada urusan yang harus segera Pratama selesaikan, namun belum jauh ia mengendarai mobilnya dari mension ia melupakan berkas penting dan akhirnya memutar arah kembali ke mension.
dan disinilah ia sekarang, di depan pintu kamar utama, kamar pribadinya dan sang istri tercinta. Pratama yang buru-buru untuk mengambil berkas di ruang kerja tapi tak sengaja melihat pintu kamar utama tidak tertutup rapat dan nampak jelas terlihat istrinya dari luar.
Pratama diam mematung melihat apa yang sang istri lakukan. ia tak bisa berbuat banyak disaat ia juga tengah dilanda rasa sakit yang sama. merasa dikhianati oleh putrinya sendiri dengan kelakuan tak bermoral. mengingat itu membuat Pratama jadi panas, lelaki itu memilih meninggalkan kamar dan segera berlalu ke ruang kerjanya. ia harus menyelesaikan segalanya, ia yang biasanya selalu ada dan menenangkan sang istri jika ada masalah tapi entah mengapa kali ini, ia enggan untuk menenangkan ibu dari kedua anaknya itu.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Bundanya Pandu Pharamadina
begitu mudahkah Bpk Anita langsung menjudge anaknya, bukannya menyelidiki dulu kenapa dan ada apa dgn anaknya, kan Anita masih pelajar.
2023-03-13
0
susanxie
ngak apa nangis dulu entar bahagia belakangan, anggap aja sbg pelajaran. 😭🤣🤣
2022-09-14
0
Avatar
jangan mudah jatuh Anita
2022-07-27
0