***
"Maritsa, kamu disini?" Sapa orang itu.
Maritsa menoleh dan melihat siapa yang memanggilnya.
"Eh iya mas Restu. Ini beli cilok buat Bu Lek. Ya udah aku duluan ya Mas." Maritsa menganggukan kepala dan segera keluar dari kedai itu.
Tapi Restu tiba-tiba menarik lengan Maritsa. Meskipun tidak sampai bersentuhan dengan kulit, Maritsa merasa tidak nyaman.
"Sa, kenapa buru-buru."
"Maaf mas, bisa tolong lepaskan tangan ku? Aku harus pulang. Kasian Zyan sudah dari tadi aku tinggal."
"Eh iya maaf." Restu melepas tangannya.
"Sa, apa kita bisa bicara sebentar? Sambil menunggu pesanan ku selesai?" Restu memelas.
Maritsa sebenarnya tidak nyaman jika ngobrol dengan Restu, tapi karena sungkan. Akhirnya dia meng-iyakan.
"5 menit ya mas. Aku beneran harus segera pulang."
Maritsa segera duduk di kursi pelanggan. Mereka duduk berhadapan.
"Ada apa mas, apa ada yang mau Mas Restu tanyakan?"
"Emm.. Apa kamu sekarang menjalin hubungan dengan Rayyan?"
"Hubungan? Rayyan? Kenapa Mas Restu tiba-tiba menanyakan hal itu?"
"Tolong jawab jujur Sa, apa kamu dan Rayyan sepasang kekasih?"
Maritsa tertawa pelan.
"Mas Restu, aku sama Rayyan itu sahabatan. memang kita sangat dekat. Tapi Rayyan udah aku anggap seperti kakak kandungku sendiri."
"Syukurlah kalau gitu." Restu menghela nafas lega.
"memangnya kenapa mas?" Maritsa mengerutkan keningnya. Dia merasa ada yang aneh.
"Ehmm, aku mau jujur sama kamu. Sebenarnya aku dulu orang yang sering naruh coklat di tas kamu."
"Jadi.. Kamu Si inisial ~R~ ?"
Maritsa sebenarnya tidak begitu kaget karena dia sudah curiga saat Restu pertama kali datang kerumahnya.
"Iya Sa. Maaf ya. Kamu gak marah kan?".
"ngapain aku marah mas, itu kan udah berlalu, aku juga udah lumayan lupa. Ya udah aku pamit dulu ya mas. gak enak sama Bu Lek. Assalamualaikum."
"Iya waalaikumsalam. Hati-hati di jalan". Restu menatap nanar kepergian Maritsa. Hatinya bimbang.
****
*ting tung dreet dreet...
HP Zetta bergetar. Dilihatnya ada notif pesan dari Widya. Teman hangout nya. Dia segera membuka pesan itu.
Matanya membola. ketika melihat apa yang dikirim temannya. Foto restu duduk berhadapan dengan Maritsa. Amarahnya langsung membuncah.
Dia segera menelpon Widya.
"Halo Wid. Maksudmu apa ngirim foto Restu sama Maritsa?"
"Iya halo Zetta, aku kan beli cilok sultan di kedai biasanya. aku gak sengaja lihat Restu. aku awalnya mau menyapa, tapi ga jadi gara-gara Restu menarik tangan cewek itu. dan mereka malah ngobrol berdua. Aku lupa-lupa ingat. cewek itu bukannya adik ipar mu ya. Tapi kenapa mereka kelihatan ngobrol serius. Perasaan ku gak enak. Akhirnya aku foto mereka deh." Jawab Widya di sebrang sana.
Zetta yang sudah kebakaran jenggot meskipun tak berjenggot, langsung mematikan telpon tanpa basa-basi.
"Sialan, ngapain Restu ngobrol berduaan sama janda gatel itu. Di tempat umum lagi. Jangan-jangan mereka sengaja ketemuan di belakangku. brengs*k."
Zetta mengomel sendiri, tanpa sadar mama nya mendengar Zetta berbicara kasar.
"Zetta, kenapa kamu ngomong kasar begitu?"
"sejak kapan mama disini? " kemarahan Zetta sudah diubun-ubun.
"Kamu ini ditanya malah balik nanya. Kenapa kamu ngomel-ngomel dan ngomong kasar."
"Nih lihat sendiri." Zetta menyodorkan HP nya ke Rianti.
Rianti mengerutkan kening ketika melihat foto yang ada di layar ponsel anaknya itu.
"Ini Restu kan? Terus ini Maritsa? Mereka berdua ?"
"Asal mama tau, Menantu kesayangan Mama itu gak lebih dari seorang jal*ng yang haus kasih sayang. Setelah merayu Rayyan, sekarang mencoba menggoda calon suami aku Ma. Ini gak bisa dibiarin. Aku harus melabrak janda gatal itu."
"Kamu yakin Zetta foto ini beneran? Bisa jadi yang ngirim sengaja mau merusak hubungan kamu sama Restu, kan kalian sebentar lagi menikah. Pasti ada aja cobaannya."
"Jadi mama gak percaya sama aku? Mama lebih percaya sama janda gatal itu? Sebenarnya anak mama ini siapa? Aku apa dia?" Zetta yang emosi langsung menangis tersedu-sedu.
"Bukan begitu maksud mama nak, mama cuma gak ingin salah paham ini jadi rumit. Mending kita bicarakan sama-sama."
"Gak ma, teman aku gak mungkin bohong. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, Restu memegang tangan Maritsa. Mereka juga ngobrol serius berdua. Apa namanya kalau bukan menusukku dari belakang. Sakit hati aku maaa...Sakiit." Zetta memukul dadanya dan semakin mengeraskan tangisannya.
"Yaudah sekarang mau kamu apa nak?" tanya Rianti mengalah, sambil mengelus pundak Zetta agar tenang.
"Aku mau menemui Maritsa, aku mau buat perhitungan sama dia."
"Jangan sekarang Zetta, kamu masih emosi. Mama takut terjadi hal-hal diluar kendalimu. Tenangkan dulu fikiran kamu. Nanti kalau sudah enakan, kamu boleh temui Maritsa dan ngomong secara baik-baik."
Rianti yang tak tega melihat anaknya bersedih, dia pun memeluk zetta.
Rianti berinisiatif ingin menemui Restu, menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Jadi dia tidak hanya melihat satu sisi saja.
***
Rianti yang berada di kamar, langsung menelpon calon menantunya.
"Halo, Assalamualaikum nak Restu."
"Waalaikum salam Tante. Tumben Tante telpon, apa ada hal penting yang mau tante sampaikan?"
"Bisa kita ketemu Res, tapi jangan sampai Zetta tau. kita ketemuan di Cafe Latte sekarang."
"Baik Tan, Restu akan berangkat sekarang."
Rianti melihat sekeliling rumah, berharap Zetta tidak melihatnya saat mau pergi. Ketika dirasa sudah aman, Dia langsung meminta supir nya untuk pergi ke Cafe Latte.
"Pak, tolong antarkan saya ke Cafe Late Jalan Diponegoro."
"Baik nyonya.."
Mobil melaju sedang, sekitar 15 menit Rianti sampai di lokasi. Dia masuk ke dalam Cafe dan duduk di bangku paling pojok.
Tak lama kemudian, Restu juga sudah sampai dan langsung menuju bangku dimana Rianti berada.
"Halo Tan, maaf sudah menunggu."
"Tidak, Tante juga baru sampai kok. Ayo duduk dulu."
"Ada apa Tante tiba-tiba mengajak Restu ketemuan?"
"To the point aja ya Res, sebenarnya kamu punya hubungan apa sama menantu Tante?"
"Menantu? Maksud Tante, Maritsa?"
"Iya, memangnya Tante punya menantu lain selain Maritsa? Jawab Restu ! Tante tidak ingin nantinya kamu menyesal ketika menikahi Zetta."
Restu pun menundukkan wajahnya. Dia Bingung harus menjawab apa. Kalau dia berbohong, dia akan menikah dengan Zetta dan tidak akan bisa mendapatkan cinta Maritsa lagi. Tapi kalau jujur, Mungkin Zetta akan membencinya seumur hidup.
"Ayo jawab Res, Tante tidak akan marah sama kamu. Yang penting kamu jujur demi kebaikan kalian."
Restu kembali berfikir, mungkin ini saat yang tepat dia melepaskan Zetta agar dia mudah mendekati Maritsa lagi. Cintanya harus diperjuangkan bukan?
"Sebelumnya Restu minta maaf Tan, sebenarnya Restu sudah lama menyukai Maritsa sejak kuliah dulu. Setelah kita tak pernah bertemu, Restu mengira kalau Restu sudah melupakannya. Tapi ternyata tidak semudah itu. Ketika bertemu Maritsa kembali, perasaan Restu jadi bimbang. Restu juga bingung."
"Berati benar kalian tadi ketemuan di kedai? Kalian ngobrol berduaan?" cecar Rianti.
Restu yang kaget langsung menatap wajah Rianti.
"Tante tau dari mana?" tanya Restu was-was.
"Sudahlah, kamu gak perlu tanya tante tau dari mana. Sekarang kamu jawab lagi pertanyaan tante dengan sejujurnya.
Apa selama ini kamu tidak mencintai Zetta?"
"Sekali lagi Restu minta maaf Tan, Awalnya Restu mencoba membuka hati, tapi ternyata Restu tidak bisa melupakan Maritsa."
Rianti menghembuskan nafasnya dengan kasar. Dia pun memegang kepalanya nya yang mulai terasa pusing.
"Ya sudah, kamu berhak mendapat apa yang kamu mau. Tapi tolong jauhi anak saya mulai dari sekarang. Rencana pernikahan kalian harus dibatalkan. Daripada nanti semua akan menjadi penyesalan. Kalau begitu Tante pamit dulu. Terimakasih sudah mau jujur."
Rianti langsung pergi meninggalkan Restu. Entahlah hatinya begitu sakit mendengar pengakuan Restu. Dia merasakan apa yang dirasakan Zetta. Harusnya dia tidak terlalu mempercayai menantunya. Toh anaknya sendiri yang menjadi korban.
"Maafkan mama, Zetta. Mama tidak mempercayaimu. Kamu berhak bahagia." tak terasa Rianti menangis di mobil. Dia merasa bersalah karena tidak pernah mendengar keluh kesah Zetta.
"Maritsa, kamu benar benar buat mama kecewa." Dia terisak pilu. Bagaimana tidak, Maritsa yang dibangga-banggakan, ternyata menusuk nya dari belakang.
.
.
.
Setelah pulang ke rumah, Rianti langsung pergi menuju kamar Zetta. Dia melihat anaknya sedang menangis sesenggukan.
"Zetta.. Kamu kenapa nak?" Rianti lari menghamburkan pelukannya ke Zetta. Diapun ikut menangis.
"Maa, Restu putusin Zetta maa.. Dia membatalkan pernikahan kita. Dia bilang dia gak cinta sama Zetta. Bahkan dia memutus Zetta lewat telpon. Ini gak adil buat Zetta ma.. Zetta benci mereka berdua." Zetta menangis sejadi jadinya. Dia memukul kasurnya berulang kali untuk melampiaskan kekesalannya.
"Maafkan Mama nak, Mama sudah salah menilai Maritsa, maaf karena Mama tidak percaya sama kamu selama ini." Rianti kembali memeluk erat anaknya itu.
"Ma, aku gak mau tinggal diam, aku harus membalas sakit hatiku. Mama harus janji untuk membantuku." Zetta merengek berharap kali ini mama nya berada di pihaknya.
"Pasti nak. Mama akan selalu memihakmu dan terus berada disampingmu."
"Yesss, akhirnya mama sadar juga. Awas kamu Maritsa, jangan harap kamu bisa hidup tenang."
Zetta bergumam sambil tersenyum jahat.
***
Apa yang akan dilakukan Zetta dan Rianti... ?
Akankah Maritsa mampu menghadapi ibu mertua dan iparnya itu...?
Ikuti terus kisah Maritsa di bab selanjutnya..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments