Acara pesta ulang tahun Nadira berlangsung meriah. Sesekali ia bergelayut manja. Kekasih yang ku pacari sejak empat tahun terakhir tampak bahagia.
Namun aku tidak fokus menikmati pesta kekasihku itu karena meninggalkan Naura di rumah dalam keadaan tidak sehat.
Bagaimana kalau sesuatu terjadi pada Naura? Atau lebih fatalnya Naura terjatuh saat berada di kamar mandi?
Pulang..tidak.. pulang.. tidak..pulang..tidak..
"Loe kenapa? Gelisah amat." Tanya Joe. Ia memberiku segelas minuman.
"Sok tahu lu." Aku berkilah.
"Sekian puluh tahun kita berteman bro, gue sudah paham semua tentang lu." Joe menepuk dadaku.
Aku tersenyum mengejek, tahu apa Joe tentangku? Hidupnya saja belum lurus.
"Kapan lu Nikahi Nadira?"
Pertanyaan Joe yang mendadak membuat aku tersedak.
"Santai Lah bro." Joe menepuk-nepuk bahuku.
"Jangan terlalu lama mengambil keputusan. Nadira itu sempurna, kalau gue jadi lu, gue bakal ceraikan si Naura dan segera menikah dengan Nadira." Celoteh Joe.
Aku hanya bisa diam mendengar kata-kata yang keluar dari mulut sahabatku.
Apa yang dibilang olehnya memang banyak benarnya. Nadira adalah paket lengkap.
Cantik, tinggi, langsing, cerdas, tajir, pendidikan tinggi, keluarga bibit bebet bobotnya jelas. Calon ibu yang sempurna untuk anak-anak ku nanti.
Tapi.. Nadira bukan wanita pilihan ibu.
Aku pernah membawa Nadira pulang untuk di kenalkan pada ibu, setelah aku mengantar Nadira pulang, bunda berceramah panjang kali lebar. Serta Merta ibu mencak-mencak jika sampai mempunyai menantu seperti Nadira.
"Wanita apa yang mau kamu jadikan istri? Menutup auratnya saja dia tidak bisa. Bagaiman dia akan menjadi panutan cucu -cucu ibu nanti?" Ucap ibu murka.
Sejak saat itu aku tidak pernah mengenalkan Nadira pada ibu. Padahal Nadira selalu ingin bertemu dengan ibu. Tapi..demi kewarasan ibu aku selalu beralasan agar Nadira tidak nekat untuk bertandang ke rumah.
Pada intinya, Nadira tidak berhasil mengetuk pintu hati ibu.
Seperti kata ibu, wanita yang baik untuk dijadikan istri dan calon ibu untuk anak-anak ku adalah wanita yang paham agama dan bisa menutup auratnya. Dan pilihan ibu jatuh pada Naura, Naura Setiawati. Wanita sederhana yang tinggal di panti asuhan.
Ibu mengenal Naura saat beliau memberikan sumbangan ke panti asuhan tersebut.
Seperti kata ibu, " ibu sudah jatuh cinta pada Naura. Kalau kamu sayang sama ibu, menikahlah dengan wanita pilihan ibu. Insya Allah..wanita itu bisa membawamu menjadi orang yang jauh lebih baik lagi. Ibu tidak ingin meninggalkan anak semata wayang ibu dengan wanita yang tidak tepat." Sahut ibu sambil membereskan ruang tamu.
Kala itu aku hanya terdiam. Tidak berani membantah perkataan ibu. Setelah ayah pergi menghadap Allah, aku takut ibu juga akan pergi meninggalkan aku sendirian.
***
Pesta sudah berakhir tepat pukul satu dini hari. Aku bersiap pulang, namun kekasihku itu manjanya luar biasa malam ini. Dua bergelayut manja memegang tanganku.
"Sayang, kamu jangan pulang ya malam ini." Rengeknya.
"Kalau aku gak pulang, mau tidur di mana? Emang boleh tidur di kamar kamu?" Aku menggodanya.
Nadira tersenyum sembari berbisik, "aku Uda siapin kamar buat kita malam ini."
Benar-benar ya, Nadira. Pantang digoda.
Aku termenung sejenak.
"Gimana yang?"
"Gak bisa sayang. Kita belum halal." Tolakku tegas. Bisa berabe urusannya jika aku sampai makandaging mentah milik Nadira.
"Kamu gak sayang sama aku?"
"Sayang dong, kalau gak sayang mana mungkin aku pertahankan sampai sekarang."
Nadira menepuk dadaku pelan, " makanya cepet dihalalkan dong."
"Iya..sabar ya.. secepatnya aku bakal halalin kamu."
Janjiku pada Nadira.
Selalu begitu, Nadira akan tenang setelah aku banyak berjanji padanya.
Padahal aku sendiri bingung.
Aku berpamitan pada Nadira. Nadira memelukku erat.
"Ingat ya, kamu jangan sampai kebablasan tidur bareng sama wanita sundel itu..kalau sampai itu terjadi..kamu akan menemukan aku mati bunuh diri." Ancamnya saat akan melepas ku pulang.
Aku bergidik ngeri mendengar ancaman Nadira.
Joe dan teman-teman ku yang lain tertawa mendengar ucapan Nadira.
Di Satu sisi mereka menganggap Nadira adalah gadis bodoh, karena tetap mau menjalin hubungan dengan suami orang.
Padahal jika mau, Nadira masih bisa mendapatkan lelaki yang jauh lebih baik dan tampan.
"Bye sayang..." Aku melambaikan pada Nadira
***
Diperjalanan, aku merasa haus. Tidak sengaja netraku melihat supermarket yang buka dua puluh empat jam.
Aku turun untuk membeli minuman. Sesudah membeli minuman, kembali netraku menangkap sebuah susu ibu hamil.
Setelah berpikir cukup lama akhirnya aku mengambil satu kotak susu ibu hamil rasa cokelat dan beberapa roti cokelat.
"Semoga Naura suka. Kasihan, tadi dia belum makan."
Setelah membayar, aku langsung melajukan mobilnya menuju rumah.
Jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Mata ini sudah terasa berat.
Setelah membersihkan tubuh dan berganti baju, aku membaringkan tubuh disebelah Naura.
Aku memperhatikan wajah naura. Wajahnya sangat teduh. Gadis itu meringkuk dibawah selimut.
Entah dorongan dari siapa, aku berani menarik tubuh gadis itu dengan lembut dan membawanya kedalam pelukanku.
Mengecup rambut hitam panjang milik Naura dengan hati-hati.
"Maaf..kalau sampai saat ini kamu masih terluka. Aku belum bisa mencintaimu meski di dalam rahimmu telah tumbuh darah dagingku." Gumamku sedih.
Aku memejamkan mata dengan damai memeluk Naura.
***
Kring....
Suara alarm berisik minta dimatikan.
Naura merasa tubuhnya berat sekali. Ia membuka matanya, hampir saja jantungnya berhenti berdetak kala mendapati mas Rafka dan dirinya sangat dekat. Sejak kapan ia dan Rafka bisa sedekat ini?
Dengan susah payah aku menyingkirkan tangan kekar milik mas Rafka dari perutku.
"Mau kemana? Masih pagi." Ucap mas Rafka. Matanya masih tertutup rapat.
Tiba-tiba saja ia menarik tubuhku, hingga aku kembali jatuh mengenai tubuhnya.
"Tidurlah. Hari ini weekend." Ia kembali melingkarkan tangannya di perutku.
Aku yang merasa serba salah akhirnya menurut saja.
Lelaki itu kembali tertidur lelap.
Hati-hati aku memandang wajah tampannya. Hidungnya, bibirnya.. mengapa bisa sempurna sekali tuhan memahat wajahnya?
Mimpi apa aku bisa memiliki suami seperti mas Rafka?
***
"Jam berapa?" Tanya mas Rafka.
"Jam tujuh, mas." Sahutku sambil membuka jendela kamar agar udara pagi bisa masuk dengan bebas.
"Mandilah, setelah itu kita ke dokter."
Ada kupu-kupu yang berterbangan di dalam dadaku. Kalau tidak tahu malu tentu aku akan bersorak kegirangan. Ini kali pertama mas Rafka memberi perhatian lebih untukku.
***
Susu? Sejak kapan di rumah ini ada susu?
"Itu susu ibu hamil. Sepertinya kamu butuh itu." Ucap mas Rafka. Sepertinya ia bisa membaca jalan pikiranku.
"Terima kasih mas."
Aku membuat segelas susu dan segelas teh manis. Teh manis adalah minuman kesukaan mas Rafka setiap pagi.
Aku membuka bungkus roti yang dibeli oleh mas rafka. Menaruhnya di meja dan kami menikmatinya berdua.
"Enak rotinya?"
Aku mengangguk. Mulutku penuh dengan roti.
"Kalau kamu suka, besok aku beli lagi. " Sahutnya lagi.
"Terima kasih mas."
" Iya."
***
Kami baru saja selesai memeriksa kandungan Naura. Kata dokter, kandungan masih muda, baru empat Minggu. Jadi wajar kalau Naura akan mengalami yang namanya mabuk. Eh tapi jangan salah ya, Naura mabuk bukan karena minuman keras, tapi karena hamil. Hihihi....
Aku senyum-senyum sendiri. Ada rasa bahagia karena sebentar lagi aku akan menjadi seorang ayah.
" Mas, kamu kenapa senyum-senyum?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Syahrini Cacha
Assalamualaikum Thor, aku datang membawa like 👍🏻
2024-06-15
1