5. Sampai Terbawa Mimpi

“Haa...” dengusku.

Seorang pria kemudian datang menghampiriku, lalu duduk di sebelahku. Pakaiannya agak aneh, seperti pakaian orang-orang yang muncul di film kolosal yang belakangan Bang Salman mainkan.

Entah secara sumber sejarahnya tepat atau tidak, ini adalah pakaian zaman klasik. Rambut pria itu cukup panjang dan diikat setengah ekor kuda. Di kepalanya terdapat hiasan seperti mahkota, pasti dia pangeran atau minimal anak pejabat. Dia juga mengenakan kalung. Terdapat kain yang mengikat di pinggangnya hingga menutupi kakinya sampai sekitar 5cm di atas lutut. Lalu, badannya...

Ugh... dosa besar kalau aku terus-terusan melirik badan a la patung Yunani itu. Tapi, toh ini mimpi. Harusnya tidak masalah.

Eh, tunggu! Kalau ini zaman klasik berarti bajuku juga...

safe...

Aku baru merasa lega setelah melihat ada kemben yang menutupi dadaku. Masih terlalu terbuka sih, tapi masih mending daripada berpenampilan seperti arca perempuan yang ada di candi-candi. Soalnya, mereka topless.

“Kinasih sepertinya sedang tidak senang. Ada apa? Coba katakan pada Kakanda.”

‘Kakanda’ lagi? Apa tidak ada yang lebih norak lagi? Lagian, zaman klasik begini masa manggilnya betulan kakanda? Dih, mimpi kok gak mutu banget!

Tapi, kalau dipikir-pikir, suara ini mirip seseorang. Orang yang belakangan membuatku lelah saking ‘unik’nya.

Duh, sayang banget wajahnya tidak terlihat. Mimpi ini benar-benar tidak bermutu. Badan bagus begitu, masa tidak dikasih wajah yang jelas.

“Ini masalah Dinda sendiri. Dinda hanya merasa tidak puas dengan diri Dinda.”

Idiiih! Ini mulut ngomongnya juga cringe banget! Apa-apaan menyebut diri sendiri pakai ‘dinda’ segala.

Tapi, aneh. Aku tidak bisa mengatur mulutku sendiri.

“Dinda kurang bersyukur.” ujar pria itu.

Dalam hati, aku mengangguk berkali-kali membenarkan ucapannya. Sampai tidak puas pada diri sendiri, pasti ada alasannya. Tapi, paling tidak harus bersyukur dengan apa yang ada, dong.

“Kanda Pralajaya tidak akan mengerti. Kanda adalah tabib yang begitu terkenal. Kemampuan bela diri Kakanda juga hampir sama besarnya dengan Akuwu Tumapel yang sekarang. Sementara Dinda...”

Berdasarkan ucapan si Kinasih ini, ternyata setting-nya betulan zaman Singosari. Kira-kira Akuwu Tumapel-nya sudah Ken Angrok yang mengerikan itu kah?

“Dinda cantik dan pandai memasak. Memangnya kurang apa lagi?”

Tuh, kan! Memang harus orang lain yang bilang soal kelebihan diri kita.

Kalau saja aku bisa memberitahu KInasih, aku akan bilang kalau sebaiknya dia berhenti merendahkan diri sendiri. Bukannya kasihan kalau terlalu sering merendah, orang-orang justru akan jijik dan menganggap kalau Kinasih itu gila pujian.

“Semua orang bisa melakukan itu. Dinda tidak spesial.”

Terdengar suara dengusan dari mulut Pralajaya. Mungkinkah dia sudah jengah dengan keluhan Kinasih?

“Bukankah DInda punya sesuatu yang hanya Dinda miliki?” tanyanya sambil menunjuk diri sendiri.

Firasatku tiba-tiba jelek. Pria bernama Pralajaya ini jadi makin mirip dengan seseorang.

“Maksud Kanda?”

“Sombongkan saja namaku. Bukankah Kandamu ini tampan dan bagus dalam segala hal? Semua pasti iri padamu.”

Walahdalah! Kan! Makin mirip! Bahkan lama-lama wajahnya jadi mirip orang itu.

“Hihihi... Kanda terlalu percaya diri.”

Wajah Pralajaya yang nampak semakin jelaspun ikut tersenyum.

“Baguslah kalau kau jadi terhibur.”

Rupanya itu tujuan Pralajaya sebenarnya. Dia tidak ingin adiknya terus murung. Sungguh kakak yang baik.

Apa mungkin dr. Ilman juga berpikir demikian saat mengatakan kalimat penuh kenarsisan itu padaku?

...

Pukul 12.00, Ruang Tata Usaha RS Harapan Hati

Oke. Aku tarik lagi ucapanku semalam.

Tiba-tiba dr. Ilman berkunjung ke ruanganku dan langsung duduk di kursi milik Mbak Lia yang ada di sebelahku. Berhubung ini jam istirahat, sebetulnya para karyawan lain sudah bersiap untuk pergi makan siang. Tetapi, mereka urung setelah melihat dokter favorit mereka datang.

Yah, masih mending kalau dia datang secara biasa saja. Misalnya, cuma menyapa atau apa begitu.

Sayangnya, kata biasa tidak masuk dalam kamus Bahasa Ilman. Dia datang dengan membawa sebingkai foto dan memintaku untuk memajangnya di sebelah komputerku.

Katanya, “Barangkali kamu kangen sama Kakak. Kan kita beda divisi. Jadi, kamu bisa terus-terusan lihat Kakak.”

“Anda bukan kakak saya. Jadi, saya gak butuh.” jawabku mengelak.

Pokoknya aku harus memperjuangkan statusku yang sebenarnya. Aku harus mengatakan pada semua orang di rumah sakit ini bahwa aku bukan adik dr. Ilman.

“Kamu durhaka loh, Al. Masa gak ngakuin kakak kamu yang ganteng ini. Padahal kakak sudah datang jauh-jauh dari ruangan Kabid Pelayanan.”

Ck! Jadi makin sebal rasanya.

“Ruang Kabid Pelayanan kan gak ada 1km, jauh dari mananya? Lagian kita bukan kakak-adik. Please stop, Doc!”

Dr. Ilman pun memasang muka memelas.

“Bagiku jauh banget. Mundur satu langkah aja udah bikin Kakak kangen.”

Hoek! Ingin muntah rasanya.

Perasaan kemarin dia masih ada kesan cool-nya. Kenapa sekarang jadi sok kegatelan begini? Mana penyakit narsisnya gak ketahan pula!

Orang-orang di sekitarku anehnya hanya tersenyum-senyum melihat kelakuan dr. Ilman. Jangan-jangan yang kemarin itu dia cuma jaga image. Aslinya ya yang sekarang ini.

“Dok, ini udah jam istirahat, loh. Gak pergi makan sama temanya? Atau barangkali ada jadwal visit pasien sekarang, mending jangan ditunda.” saranku.

“Gak ada. Pekerjaan Kakak juga bisa ditunda sebentar. Gimana kalau makan siang bareng kamu aja?”

Ya Gusti, tolong bantu hamba dalam menekan emosi ini. Ingin banget rasanya menyumbat mulut dr. Ilman pakai apa saja yang ada di dekatku.

“Gimana kalau bareng aku? Kita makan bareng, yuk!”

Perasaan tadi aku berdoa supaya tidak emosian, kenapa yang datang malah orang yang menambah emosi?

Yang mengajak kami berdua tadi adalah Mea, si karyawan marketing yang kemarin SKSD padaku mentang-mentang sudah kuladeni mengobrol. Seandainya kemarin dia tidak bermaksud untuk memanfaatkanku, mungkin aku tidak akan sesebal ini padanya.

Tapi, aku patut mengacungkan jempol untuknya. Karena, dia sangat percaya diri saat mengajakku dan dr. Ilman tadi.

“Siapa?” tanya dr. Ilman tanpa memalingkan pandangannya dariku.

“Selamat siang, Dok. Saya Mea dari bagian marketing.” ujar Mea memperkenalkan diri.

“Oh.”

Mungkin ini hanya perasaanku. Tapi, sepertinya dr. Ilman tidak terlalu senang dengan kemuncullan Mea. Mukanya sepet banget. Jadi penasaran. Cek dulu, ah.

“Ini orang yang kemarin ngasih sepatu ke dokter. Bagus kan sepatunya?”

Dokter Ilman mendengus kasar, lalu berkata, “Kamu kok mau sih, dititipin kayak gitu? Dibayar berapa? Lain kali jangan mau, ya!”

Dia mengatakannya dengan cukup keras seakan ingin memberi tahu seisi ruangan ini. Dan sekarang, wajah Mea lah yang menjadi kecut.

Hahaha, rasain! Makanya jangan sok! Kemarin aku mau jelasin aja gak mau dengerin.

“Siap, dok! Lagian ngapain nitipin ke saya juga. Kan saya bukan siapa-siapanya dokter.” sahutku.

Dokter Ilman lagi-lagi mendengus.

“Kakak sedih kamu ngomong gitu. Tapi, kamu tetap yang paling berharga bagi Kakak.” katanya penuh kesedihan.

Harusnya tuh aku yang sedih. Pengin banget nangis sambil ngamuk-ngamuk gara-gara orang ini.

Di saat seperti ini, orang-orang bagian tata usaha yang lain malah jadi cuek. Kecuali mungkin dua orang, yakni Mea yang masih menatap kami dengan penuh amarah.

Lalu, yang satunya lagi adalah Hani. Dia terus cekikikan dari tadi sambil sesekali melirik ke mari.

Terpopuler

Comments

〈⎳ HIATUS

〈⎳ HIATUS

Hebat punya kamus sendiri dia

2024-03-16

1

〈⎳ HIATUS

〈⎳ HIATUS

Kakak adik ternyata?

2024-03-16

0

〈⎳ HIATUS

〈⎳ HIATUS

Fix ente sama dokter Ilman adalah reinkarnasi Kinasih sama pacarnya

2024-03-16

0

lihat semua
Episodes
1 1. Desas-Desus
2 2. 'Kakakku'
3 3. Barang Titipan
4 4. Sombongkan Aku!
5 5. Sampai Terbawa Mimpi
6 6. Sampai Terbawa Mimpi 2
7 7. Pacar Dokter Ilman
8 8. Yang Patut Dicontoh
9 9. Hal Penting
10 10. Berasa Skripsi
11 11. CPR
12 12. Asal Kau Tidak Mengikutiku
13 13. Mutasi
14 14. Musuh Segala Umat
15 15. Abangku Yang Ganteng
16 16. Brother Complex
17 17. Wani Piro?
18 18. Kriteria
19 19. Makin Ngawur
20 20. Dia Cuma dr. Ilman
21 21. Divisi Gibah
22 22. Derita Para Dokter
23 23. Bom Kenyataan
24 24. DIAM, DOK!
25 25. Diterima
26 26. Tugas Di Luar
27 27. Bertemu XXX
28 27. Ayah dr. Ilman
29 29. Aku Terlambat
30 30. Ahlinya
31 31. Mengejar dan Menunggu
32 32. Panggil Aku 'Mas'
33 33. PDKT
34 34. Kehidupan Yang Lalu
35 35. Kembalinya Mea
36 36. Perasaan Saat Ini
37 37. Tak Mau Mengaku
38 38. Rencana Licik
39 39. Pembagian Tim
40 40. Pak Arif, Lulung, dan Juleha
41 41. Hidup yang Lain
42 42. Minta Penjelasan
43 43. Kalian Berantem?
44 44. Terlalu Banyak Rahasia
45 45. Feri
46 46. Ada Dalam Sejarah
47 47. Tidak Sabaran
48 48. Yoon Si Stylist
49 49. Patah Hati
50 50. Bukan Menghindar
51 51. Super Market
52 52. Feri yang Mencurigakan
53 53. Rahasia Salman
54 54. Kecelakaan
55 55. Puncak Tragedi
56 56. Selamat dari Maut
57 57. Tes DNA
58 58. Ganti Status
59 59. Gara-Gara Cincin
60 60. Solusi
61 61. Calon Ibu Mertua
62 62. Galau
63 63. Lalernya Banyak
64 64. Cuma Kamu
65 65. Hani Mulai Terpojok
66 66. Distraksi
67 67. Lamaran
68 68. Employee Gathering
69 69. Bath Talk
70 70. Candi Misterius
71 71. Kakek Tua
72 72. Koma
73 73. Kaihe dan Hevia
74 74. Wisartala
75 75. Eksekusi Raja
76 76. Kedatangan Sang Resi
77 77. Amarah Sang Resi
78 78. Syarat
79 79. Takdir
80 CURHATAN PENULIS
81 PROMO NOVEL BARU
82 SPIN OFF: Dinda dan Salman_1
83 SPIN OFF: Dinda dan Salman_2
84 SPIN OFF: Dinda dan Salman_3
85 SPIN OFF: Dinda dan Salman_4
86 SPIN OFF: Dinda dan Salman_5
87 SPIN OFF: Dinda dan Salman_6
Episodes

Updated 87 Episodes

1
1. Desas-Desus
2
2. 'Kakakku'
3
3. Barang Titipan
4
4. Sombongkan Aku!
5
5. Sampai Terbawa Mimpi
6
6. Sampai Terbawa Mimpi 2
7
7. Pacar Dokter Ilman
8
8. Yang Patut Dicontoh
9
9. Hal Penting
10
10. Berasa Skripsi
11
11. CPR
12
12. Asal Kau Tidak Mengikutiku
13
13. Mutasi
14
14. Musuh Segala Umat
15
15. Abangku Yang Ganteng
16
16. Brother Complex
17
17. Wani Piro?
18
18. Kriteria
19
19. Makin Ngawur
20
20. Dia Cuma dr. Ilman
21
21. Divisi Gibah
22
22. Derita Para Dokter
23
23. Bom Kenyataan
24
24. DIAM, DOK!
25
25. Diterima
26
26. Tugas Di Luar
27
27. Bertemu XXX
28
27. Ayah dr. Ilman
29
29. Aku Terlambat
30
30. Ahlinya
31
31. Mengejar dan Menunggu
32
32. Panggil Aku 'Mas'
33
33. PDKT
34
34. Kehidupan Yang Lalu
35
35. Kembalinya Mea
36
36. Perasaan Saat Ini
37
37. Tak Mau Mengaku
38
38. Rencana Licik
39
39. Pembagian Tim
40
40. Pak Arif, Lulung, dan Juleha
41
41. Hidup yang Lain
42
42. Minta Penjelasan
43
43. Kalian Berantem?
44
44. Terlalu Banyak Rahasia
45
45. Feri
46
46. Ada Dalam Sejarah
47
47. Tidak Sabaran
48
48. Yoon Si Stylist
49
49. Patah Hati
50
50. Bukan Menghindar
51
51. Super Market
52
52. Feri yang Mencurigakan
53
53. Rahasia Salman
54
54. Kecelakaan
55
55. Puncak Tragedi
56
56. Selamat dari Maut
57
57. Tes DNA
58
58. Ganti Status
59
59. Gara-Gara Cincin
60
60. Solusi
61
61. Calon Ibu Mertua
62
62. Galau
63
63. Lalernya Banyak
64
64. Cuma Kamu
65
65. Hani Mulai Terpojok
66
66. Distraksi
67
67. Lamaran
68
68. Employee Gathering
69
69. Bath Talk
70
70. Candi Misterius
71
71. Kakek Tua
72
72. Koma
73
73. Kaihe dan Hevia
74
74. Wisartala
75
75. Eksekusi Raja
76
76. Kedatangan Sang Resi
77
77. Amarah Sang Resi
78
78. Syarat
79
79. Takdir
80
CURHATAN PENULIS
81
PROMO NOVEL BARU
82
SPIN OFF: Dinda dan Salman_1
83
SPIN OFF: Dinda dan Salman_2
84
SPIN OFF: Dinda dan Salman_3
85
SPIN OFF: Dinda dan Salman_4
86
SPIN OFF: Dinda dan Salman_5
87
SPIN OFF: Dinda dan Salman_6

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!