3. Barang Titipan

Aku sudah mengedip puluhan kali, tapi cowok itu masih berdiri di hadapanku. Jadi, jelas ini bukan khayalanku. Walau sulit dipercaya, pria ini benar-benar nyata.

Entah sudah berapa lama kami saling tatap seperti ini. Dari ujung rambut sampai ujung sepatu crocs-nya tidak luput aku perhatikan. Diapun melakukan hal yang sama.

Tidak ada salah satu dari kami yang membuka mulut, sehingga suasana sunyi di pantry ini sulit untuk dipecah. Mungkin pria di hadapanku ini sama terkejutnya denganku.

Doppelganger? Kloning? Atau dajjal yang lagi menyamar?

Tapi, masa cowok?

Sumpah, baru kali ini aku melihat cowok yang wajahnya sangat mirip denganku. Badannya sih, sudah jelas beda. Namanya juga badan cowok. Bahkan Bang Salman tidak semirip ini. Aku sampai sulit berkata-kata.

Jangan-jangan kami adalah saudara kembar yang terpisah. Bakal kayak sinetron, dong!

Atau masa Mama atau Papa punya anak lain tanpa sepengetahuan dua anaknya. Kalaupun memang ada anak yang disembunyikan, memangnya apa tujuannya? Makin mirip sinetron jadinya, nih.

‘Cklek’

Saat pikiranku sudah ke mana-mana, tahu-tahu Pak Arif masuk ke dalam pantry. Matanya langsung tertuju padaku dan pria berbaju biru itu secara bergantian. Lalu, dengan wajah yang sumringah, dia berkata.

“Lho, adik-kakak pada ketemuan di sini.”

Dahiku mengerut mendengar ucapannya. Lalu, lagi-lagi mataku dan pria berbaju biru itu kembali bertemu. Dan rupanya dia juga nampak sama bingungnya.

“Aduh... kayaknya saya lagi ganggu, ya. Tapi, mohon maaf dok.” lanjut Pak Arif, “Pak direktur mau ketemu dokter Ilman sekarang.”

“Oh, oke. Saya segera ke sana.” kata pria yang ternyata bernama Ilman itu.

Tanpa berkata apa-apa lagi, dr. Ilman pergi menyusul Pak Arif yang sudah lebih dulu beranjak keluar dari pantry. Sementara, aku yang ditinggalkan masih berkutat dengan banyaknya pertanyaan yang hinggap di kepalaku.

Coba yang rasional. Bisa aja kan cuma mirip. Duuuh, kan kepo kan jadinya...

Tunggu! Tadi aku sempat melihat name tag di bajunya. Terus, tadi Pak Arif juga menyebut namanya.

Dokter Ilman.

Bukankah itu nama yang juga disebutkan si pemberi sepatu mahal tadi?

Sekarang aku tahu apa yang harus kulakukan untuk menghilangkan rasa kepo-ku. Segera aku kembali ke meja kerjaku sambil tidak lupa membawa tumbler yang baru saja ku isi.

Pertama-tama, aku harus membuka browser komputerku untuk membuka website Rumah Sakit Harapan Hati. Kalau dia bekerja di rumah sakit ini, di website itu pasti ada profil dokter itu.

“Beneran ada, weh!” seruku saat melihat foto dan biodata yang kucari.

Nama lengkap beserta gelarnya tertera di sana. dr. Ilman Prala Sanjaya, Sp.A, umur 30 tahun...

Ternyata dia tujuh tahun lebih tua dariku. Fix, kami bukan anak kembar.

Dokter Ilman, selain praktik di poli anak juga merupakan Kepala Bidang Pelayanan. Padahal masih muda, tapi jabatannya ngeri juga.

“Hihihi... sayang banget ya sama kakaknya? Sampai dilihatin begitu profil-nya.” ujar Mbak Lia, seniorku.

Akupun mendengus. Sekarang aku paham mengapa mereka memperlakukanku dengan terlalu baik. Ternyata memang karena ‘kakakku’, tapi bukan kakakku yang sebenarnya. Ada salah paham yang cukup besar di sini.

“Dia bukan kakakku, Mbak.” aku mengaku.

Harapanku, dengan ini Mbak Lia akan menghentikan perlakuan spesialnya padaku. Tapi sayangnya, ini akan sulit. Ekspresi Mbak Lia menjawab semuanya.

“Ckckck. Di mana-mana saudara tuh begitu, ya. Gak mau ngaku.” katanya.

“Ih, Mbak. Beneran, dia tuh bukan kakakku.”

Mbak Lia menggelengkan kepalanya.

“Muka mirip, nama juga mirip. Udah, deh. Gak usah malu-malu, Alma. Toh dr. Ilman kan ganteng, pinter, pekerja keras pula. Padahal dia kan pewaris Harapan Hati. Harusnya gak perlu lah, serajin itu.”

Eh, buset! Itu orang mau se-over power apa lagi? Ternyata anaknya yang punya rumah sakit.

“Tapi, betulan... aku tuh bukan adiknya dr. Ilman. Kalian pada salah sangka.” sanggahku lagi.

“Iya... iyaa... aku tahu, kok. Maksudnya kamu gak mau koar-koar kan? Tapi, semua juga udah tahu kalau kalian bersaudara.”

Grahhh!!

Aku harus bilang seperti apa lagi, sih?!

“Udah... lanjut kerja gih! Pak Arif tadi nanyain data lembur karyawan minggu ini, loh.”

Sekali lagi aku mendengus.

Apa memang tidak ada cara untuk menjelaskan kesalahpahaman ini selain harus mendatangkan dr. Ilman?

Ya. Mau tidak mau, aku harus bertemu dengan dr. Ilman lagi untuk meminta bantuannya menjelaskan ini semua. Dia pasti juga tidak mau ada orang yang numpang namanya untuk mendapatkan perlakuan spesial di tempat kerja.

Kuputuskan untuk menemuinya nanti saat jam pulang. Tadi aku melihat dia ada jadwal praktik sampai pukul 5 sore nanti. Biarlah menunggu satu jam, yang penting permasalahan ini cepat selesai.

...

Waktu yang kutunggu-tunggu pun datang. Pukul 16.30 aku menuju poli anak dan meminta perawat yang bertugas di sana untuk menyampaikan pesan pada dr. Ilman agar bersedia menemuiku.

Aku agak sangsi dia akan bersedia menemuiku, tapi perawat tadi berkata bahwa dr. Ilman memintaku untuk menunggunya di kantin lantai dua. Jadi, memenuhi keinginannya, aku pun pergi ke tempat yang dimaksud. Kebetulan aku juga lapar, jadi sekalian saja jajan di sana.

Tepat tiga puluh lima menit kemudian, dr. Ilman datang ke kantin tempat kami janjian. Penampilannya saat sampai di sana sedikit acak-acakan. Keringatnya sampai mengucur banyak sekali, seakan dia baru berlari-lari.

Orang-orang di sekitar kami mendadak terpana padanya. Mungkin ini yang namanya kekuatan keringat pria tampan. Semakin banyak keringatnya, akan semakin dianggap sexy.

Jujur, aku juga tidak bisa memungkiri kalau aku versi pria ini sex appeal-nya setinggi gunung Everest. Aku kalah telak untuk soal ini.

“Maaf menunggu lama.” ujarnya.

“Gapapa, dok. Justru saya yang harusnya minta maaf, karena sudah mengganggu waktu dokter.”

Dokter itu melepas kacamatanya, lalu sambil tersenyum dia berkata lagi, “Tidak mengganggu. Toh saya juga sudah selesai praktik.”

Dokter Ilman kemudian duduk di kursi yang ada di hadapanku.

“Omong-omong, kamu lapar gak? Sudah pesan makan?” tanyanya.

“Barusan saya jajan kue mochi dan es jeruk. Jadi, saya tidak terlalu lapar.” jawabku.

Pria itu nampak kecewa dengan jawabanku. Meski begitu, aku tidak ingin terlalu pede menduga kalau dr. Ilman ingin mentraktirku makan. Atas dasar apa dia mentraktirku?

“Dokter sendiri sepertinya kelelahan. Mau saya pesankan?” tawarku.

Dia lalu meraih tisu makan di meja sebelah, kemudian mengelap dahinya yang penuh peluh dengan tisu tersebut.

“Apa saya boleh minta tolong?”

Aku mengangguk menyanggupi.

“Pesan apa, Dok?” tanyaku.

“Lemon tea. dingin. Esnya sedikit saja.” dia menjawab.

Segera aku menyampaikan pesanannya pada penjaga kantin, lalu kembali ke meja kami.

“Oh, iya. Ada apa kamu cari saya? Apa ada masalah dengan nakes?”

Akhirnya kami ke pembicaraan inti.

Aku menjelaskan, “Bukan, Dok. Saya cuma ingin bilang kalau pegawai lain sepertinya salah paham soal hubungan kita.”

“Hm? Bukannya kita baru bertemu hari ini? Mereka sudah curiga kalau kita pacaran?”

Entah ini orang betulan dokter jenius atau bukan. Bisa-bisanya dia mengarah ke sana.

“M... maksud saya, mereka mengira kalau kita kakak-adik. Makanya mereka memperlakukan saya berlebihan.” jelasku.

“Loh. Bagus dong. Tidak ada masalah kan?”

Kejeniusan orang ini semakin meragukan. Atau mungkin srikuit di kepalanya hanya bisa jalan untuk pekerjaannya, karena itu dia jadi tidak peka.

“Saya malah senang kalau ada orang yang menyombongkan saya di depan yang lain. Saya izinkan kamu buat pamer kalau kita berdua bersaudara. Kalau bisa, puji saya tiap hari biar pekerjaan kamu makin gampang.”

Walahdalah! Jadi bingung mau bereaksi seperti apa. Kenarsisan orang ini sudah melebihi prediksi BMKG.

Terpopuler

Comments

〈⎳ HIATUS

〈⎳ HIATUS

Huaa nek aku ngelih, Dok. Saestu

2024-03-16

0

lihat semua
Episodes
1 1. Desas-Desus
2 2. 'Kakakku'
3 3. Barang Titipan
4 4. Sombongkan Aku!
5 5. Sampai Terbawa Mimpi
6 6. Sampai Terbawa Mimpi 2
7 7. Pacar Dokter Ilman
8 8. Yang Patut Dicontoh
9 9. Hal Penting
10 10. Berasa Skripsi
11 11. CPR
12 12. Asal Kau Tidak Mengikutiku
13 13. Mutasi
14 14. Musuh Segala Umat
15 15. Abangku Yang Ganteng
16 16. Brother Complex
17 17. Wani Piro?
18 18. Kriteria
19 19. Makin Ngawur
20 20. Dia Cuma dr. Ilman
21 21. Divisi Gibah
22 22. Derita Para Dokter
23 23. Bom Kenyataan
24 24. DIAM, DOK!
25 25. Diterima
26 26. Tugas Di Luar
27 27. Bertemu XXX
28 27. Ayah dr. Ilman
29 29. Aku Terlambat
30 30. Ahlinya
31 31. Mengejar dan Menunggu
32 32. Panggil Aku 'Mas'
33 33. PDKT
34 34. Kehidupan Yang Lalu
35 35. Kembalinya Mea
36 36. Perasaan Saat Ini
37 37. Tak Mau Mengaku
38 38. Rencana Licik
39 39. Pembagian Tim
40 40. Pak Arif, Lulung, dan Juleha
41 41. Hidup yang Lain
42 42. Minta Penjelasan
43 43. Kalian Berantem?
44 44. Terlalu Banyak Rahasia
45 45. Feri
46 46. Ada Dalam Sejarah
47 47. Tidak Sabaran
48 48. Yoon Si Stylist
49 49. Patah Hati
50 50. Bukan Menghindar
51 51. Super Market
52 52. Feri yang Mencurigakan
53 53. Rahasia Salman
54 54. Kecelakaan
55 55. Puncak Tragedi
56 56. Selamat dari Maut
57 57. Tes DNA
58 58. Ganti Status
59 59. Gara-Gara Cincin
60 60. Solusi
61 61. Calon Ibu Mertua
62 62. Galau
63 63. Lalernya Banyak
64 64. Cuma Kamu
65 65. Hani Mulai Terpojok
66 66. Distraksi
67 67. Lamaran
68 68. Employee Gathering
69 69. Bath Talk
70 70. Candi Misterius
71 71. Kakek Tua
72 72. Koma
73 73. Kaihe dan Hevia
74 74. Wisartala
75 75. Eksekusi Raja
76 76. Kedatangan Sang Resi
77 77. Amarah Sang Resi
78 78. Syarat
79 79. Takdir
80 CURHATAN PENULIS
81 PROMO NOVEL BARU
82 SPIN OFF: Dinda dan Salman_1
83 SPIN OFF: Dinda dan Salman_2
84 SPIN OFF: Dinda dan Salman_3
85 SPIN OFF: Dinda dan Salman_4
86 SPIN OFF: Dinda dan Salman_5
87 SPIN OFF: Dinda dan Salman_6
Episodes

Updated 87 Episodes

1
1. Desas-Desus
2
2. 'Kakakku'
3
3. Barang Titipan
4
4. Sombongkan Aku!
5
5. Sampai Terbawa Mimpi
6
6. Sampai Terbawa Mimpi 2
7
7. Pacar Dokter Ilman
8
8. Yang Patut Dicontoh
9
9. Hal Penting
10
10. Berasa Skripsi
11
11. CPR
12
12. Asal Kau Tidak Mengikutiku
13
13. Mutasi
14
14. Musuh Segala Umat
15
15. Abangku Yang Ganteng
16
16. Brother Complex
17
17. Wani Piro?
18
18. Kriteria
19
19. Makin Ngawur
20
20. Dia Cuma dr. Ilman
21
21. Divisi Gibah
22
22. Derita Para Dokter
23
23. Bom Kenyataan
24
24. DIAM, DOK!
25
25. Diterima
26
26. Tugas Di Luar
27
27. Bertemu XXX
28
27. Ayah dr. Ilman
29
29. Aku Terlambat
30
30. Ahlinya
31
31. Mengejar dan Menunggu
32
32. Panggil Aku 'Mas'
33
33. PDKT
34
34. Kehidupan Yang Lalu
35
35. Kembalinya Mea
36
36. Perasaan Saat Ini
37
37. Tak Mau Mengaku
38
38. Rencana Licik
39
39. Pembagian Tim
40
40. Pak Arif, Lulung, dan Juleha
41
41. Hidup yang Lain
42
42. Minta Penjelasan
43
43. Kalian Berantem?
44
44. Terlalu Banyak Rahasia
45
45. Feri
46
46. Ada Dalam Sejarah
47
47. Tidak Sabaran
48
48. Yoon Si Stylist
49
49. Patah Hati
50
50. Bukan Menghindar
51
51. Super Market
52
52. Feri yang Mencurigakan
53
53. Rahasia Salman
54
54. Kecelakaan
55
55. Puncak Tragedi
56
56. Selamat dari Maut
57
57. Tes DNA
58
58. Ganti Status
59
59. Gara-Gara Cincin
60
60. Solusi
61
61. Calon Ibu Mertua
62
62. Galau
63
63. Lalernya Banyak
64
64. Cuma Kamu
65
65. Hani Mulai Terpojok
66
66. Distraksi
67
67. Lamaran
68
68. Employee Gathering
69
69. Bath Talk
70
70. Candi Misterius
71
71. Kakek Tua
72
72. Koma
73
73. Kaihe dan Hevia
74
74. Wisartala
75
75. Eksekusi Raja
76
76. Kedatangan Sang Resi
77
77. Amarah Sang Resi
78
78. Syarat
79
79. Takdir
80
CURHATAN PENULIS
81
PROMO NOVEL BARU
82
SPIN OFF: Dinda dan Salman_1
83
SPIN OFF: Dinda dan Salman_2
84
SPIN OFF: Dinda dan Salman_3
85
SPIN OFF: Dinda dan Salman_4
86
SPIN OFF: Dinda dan Salman_5
87
SPIN OFF: Dinda dan Salman_6

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!